Seperti tengah berjalan tertatih dalam lorong gelap tanpa ujung. Sampai kapan pandemi ini berakhir, tak seorang pun tahu.
Beritaneka.com—Berbeda dengan krisis ekonomi sebelumnya (krisis moneter tahun 1998 dan krisis tahun 2008), sektor UMKM bisa tampil sebagai penyelamat ekonomi nasional. Tapi sekarang, ketangguhan UMKM ini rontok sama sekali.
Pandemi Covid-19 ini adalah perfect storm, badai yang datang secara bersamaan. Ada dua black swan event. Kejadian munculnya 2 angsa hitam di antara sekumpulan angsa putih secara tiba-tiba, yakni pandemi dan resesi.
Indonesia memasuki resesi sejak tahun 2020, setelah dua kuartal berturut-turut perekonomiannya berkontraksi negatif. Sebelumnya pada kuartal II, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi atau minus 5,32%.
“Resesi terjadi karena daya beli masyarakat menurun dan terus merosot. Akibatnya, semua sektor mengalami kontraksi karena konsumsi yang turun, yang menyebabkan produksi ikut turun,” kata Pengamat Ekonomi Politik dan Kebijakan dari Political Economy and Policy Studies (PEPS), Prof.Dr.Anthony Budiawan.
Daya beli masyarakat turun akibat dari maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan pekerja yang dirumahkan tanpa gaji, serta banyaknya UMKM yang terpaksa harus menutup usahanya. Pusat-pusat perbelanjaan pun masih sepi pengunjung apalagi pembeli. Sektor pariwisata, hotel, penerbangan, travel, terpuruk.
Dari sisi lapangan usaha, laju ekonomi Indonesia didominasi sektor industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan dengan porsi 64,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kendati demikian, dari kelima sektor tersebut hanya pertanian yang menunjukkan pertumbuhan positif. Sektor industri tercatat minus 4,31 persen, perdagangan minus 5,03 persen, konstruksi minus 4,52 persen dan pertambangan minus 4,28 persen.
Sedangkan sektor pertanian masih menjadi andalan dan harapan dalam menghadapi resesi ini. “Karena kita semua butuh makan, hasil pangan yang kita makan ini dari pertanian,” kata Anthony.
Karena kebutuhan itu, pada kuartal III, sektor pertanian tetap tumbuh positif sebesar 2,15% secara tahunan (yoy), jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang -3,49%.
Sebelumnya, pada kuartal II/2020 lalu, sektor pertanian mampu tumbuh positif sebesar 2,19% secara (yoy) saat sektor lain mengalami pertumbuhan negatif.
Belanja Negara untuk Membeli Produksi Petani
Menurut Anthony Budiawan, pemerintah harus memberikan bantuan keuangan langsung kepada masyarakat, terutama berbentuk cash transfer (bantuan langsung tunai/BLT) untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Selain itu, belanja negara bisa diarahkan kepada para petani untuk membeli produksi pertanian seperti pangan, berupa beras, sayur mayur, buah-buahan, untuk kemudian dikembalikan lagi atau diberikan kepada masyarakat,” kata mantan Rektor Kwik Kian Gie School of Business ini.
Dengan begitu, membantu masyarakat yang kesulitan karena tidak punya uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama pangan dan mencegah terjadinya bahaya kelaparan di tengah pandemi dan resesi ini.
Anthony mempredisi tahun 2021 ini, kita akan bisa keluar dari resesi. “Kita bisa keluar, tapi tidak tinggi. Paling lambat mungkin sekitar Q2 (kuartal II). Tapi, di sisi lain, stimulus pemerintah sudah tidak naik lagi. Ini bisa jadi hambatan. Walaupun insentif diberikan, tapi jumlah defisit sama dengan tahun lalu, artinya belanja negara tidak naik signifikan. Sebab, Ekonomi dilihat dari total belanja, bukan dari pengeluaran per sektor,” kata Anthony.
Sementara itu, pengamat komunikasi publik dari Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, resesi ekonomi sudah memporak-porandakan hampir semua sektor. Kecuali, sektor pertanian.
“Ini harapan kita bersama, bidang pertanian dapat menjadi akselerator dan penyelamat ekonomi Indonesia untuk segera keluar dari resesi,” kata Jamiluddin.
Berdasarkan data BPS, pada kuartal II 2020 PDB sektor pertanian menjadi penyumbang tertinggi pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia dengan pencapaian 16,24 persen (q to q). Meningkatnya PDB sektor pertanian secara berturut-turut pada kuartal I dan II di tahun 2020 menandakan adanya dampak positif di sisi hulu, hilir, bahkan jasa penunjang pertanian.
Jalan Keluar dari Resesi
Namun, ironisnya, sektor pertanian tidak pernah dijadikan prioritas dalam pembangunan di Tanah Air. Kita bisa melihat dari alokasi anggaran, di mana sektor pertanian (ketahanan pangan) masih di bawah infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam APBN 2021, total alokasi belanja negara akan mencapai Rp2.750 triliun. Anggaran ini tersebar di beberapa bidang, yaitu bidang Pendidikan mencapai Rp550 triliun, untuk Kesehatan Rp169,7 triliun, untuk program Perlindungan Sosial Rp408,8 triliun, untuk infrastruktur akan meningkat kembali ke Rp417,4 triliun, untuk bidang Ketahanan Pangan Rp99 triliun, Pariwisata Rp14,2 triliun, dan bidang untuk Pembangunan Teknologi Informasi Komunikasi mencapai Rp26 triliun.
“Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika awal menjadi presiden bertekad akan menjadikan pertanian sebagai primadona. Bahkan presiden menargetkan swasembada pangan, yang hingga kini belum juga terwujud,” kata Jamiluddin.
Oleh karena itu, melalui momentum ini seyogyanya kita semua mengingatkan agar Jokowi memprioritaskan sektor pertanian di sisa masa pemerintahannya.
“Untuk jangka pendek, seyogyanya ada political will dari Presiden Jokowi untuk membeli produk pertanian, yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat yang tidak mampu. Jadi program perlindungan sosialnya sekaligus diarahkan ke ketahanan pangan di tengah pandemi dan resesi ini,” kata Jamiluddin.
Melalui belanja pemerintah ini diharapkan pendapatan para petani turut meningkat yang akan berimplikasi pada meningkatnya daya beli dan produksi petani. Sebaliknya, rakyat yang tidak mampu akan terkurangi beban ekonominya bila pemerintah mau membagikan hasil pertanian yang dibelinya. Jika hal itu dapat diwujudkan, daya beli masyarakat juga akan terangkat. Menjadi jalan keluar kita bersama dari resesi ekonomi.