Beritaneka.com, Jakarta —Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2023 kepada 14 Kementerian/Lembaga (K/L) di Istana Negara pada hari ini, Kamis (1/12/2022). Jokowi juga menyerahkan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023. Dalam arahannya, Jokowi mengatakan, anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Tahun 2023 akan difokuskan pada 6 kebijakan.
Adapun 6 kebijakan yang menjadi fokus APBN 2023, yaitup penguatan kualitas SDM, akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur prioritas, pembangunan infrastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru, revitalisasi industri, serta pemantapan reformasi birokrasi dan penyerdehanaan regulasi.
Baca Juga:
- Kesetaraan dan Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia
- Pemerintah Turunkan Bunga KUR Super Mikro Jadi 3 Persen
- Presiden Ajukan Satu Calon Panglima TNI kepada DPR
- Pemutihan Pajak Selalu Ditunggu Masyarakat
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, bahwa 14 Kementerian dan lembaga negara yang menerima DIPA secara simbolis di antaranya Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek, serta Kementerian Agama.
Selanjutnya, Kementerian Pertahanan, Kepolisian Negara RI, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan serta Lembaga Administrasi Nasional.
“Mereka adalah kementerian dan lembaga yang memperoleh opini BPK dengan status WTO dalam 3 tahun terakhir 2019 hingga 2021. Mereka juga merepresentasikan bidang prioritas nasional tahun 2023 dan kementerian lembaga yang akan menerima secara simbolis adalah yang memiliki nilai kinerja anggaran yang tinggi,” kata Sri Mulyani.
Menurut dia, penyerahan DIPA dan TKDD Tahun Anggaran 2023 menandakan akan dilaksanakannya APBN 2023, artinya dengan adanya penyerahan ini Kementerian/Lembaga juga Pemerintah Daerah sudah mulai bisa melakukan kegiatan.
“Kita mengetahui bahwa APBN bekerja luar biasa sangat keras pada tahun 2020-2022 ini di dalam menangani Covid-19 selama tiga tahun berturut-turut, namun kita melihat pelaksanaan APBN telah mampu melindungi masyarakat, melindungi perekonomian dan sekarang saatnya APBN mulai disehatkan kembali,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Menkeu menyebutkan, fokus APBN 2023 pun bergeser dari dampak pandemi ke risiko global, terutama dengan kenaikan barang-barang yang berhubungan dengan pangan dan energi yang menyebabkan inflasi global melonjak tinggi hingga berimbas pada pengetatan moneter dan kenaikan suku bunga.
“Ini tentu menimbulkan 3 potensi krisis yang harus diwaspadai pada tahun 2023 yaitu krisis pangan, krisis energi dan potensi krisis keuangan yang di berbagai negara yang tidak memiliki fondasi yang kuat,” ujar Sri Mulyani.
Oleh karena itu, lanjut dia, Indonesia juga harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan berbagai risiko tersebut. Disisi lain, ekonomi global dengan inflasi tinggi dan pengetatan moneter diperkirakan juga akan mengalami stagflasi dan tensi geopolitik meningkatkan juga risiko dari non ekonomi. “APBN 2023 dirancang sebagai instrumen untuk tetap menjaga optimisme dan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap perubahan dari risiko global,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Beritaneka.com, Jakarta —Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan realisasi APBN hingga November 2022 tercatat mencapai Rp876 triliun. Realisasi tersebut mencapai 78,2 persen dari APBN 2022 pemerintah pusat yang sebesar Rp1.119,5 triliun.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Menurut Sri Mulyanu, jika seluruh Kementerian atau Lembaga melakukan belanja sampai akhir tahun, dengan realisasi mencapai 96 persen sama seperti pada Desember 2021, maka APBN yang akan dicairkan pada Desember 2022 sebesar Rp203 triliun dari belanja pusat.
Sementara untuk belanja daerah yang mencapai Rp1.196 triliun, realisasi per November 2022 adalah Rp818 triliun atau 68,2 persen.
Baca Juga:
Kesetaraan dan Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia
- Pemerintah Turunkan Bunga KUR Super Mikro Jadi 3 Persen
- Presiden Ajukan Satu Calon Panglima TNI kepada DPR
- Pemutihan Pajak Selalu Ditunggu Masyarakat
- Update: Korban Gempa Cianjur 327 Meninggal, 73.874 Orang Mengungsi
- Ini Dia 10 Provinsi dengan Kenaikan Upah Minimum Tertinggi Tahun Depan
Apabila mengikuti pola tahun lalu dimana realisasi APBD mencapai 93 persen, maka pada bulan Desember 2022 akan dicairkan dari APBD sebesar Rp294 triliun.
“Sehingga total operasi APBN dan APBD untuk perekonomian akan mencapai Rp537,2 triliun untuk bulan Desember ini,” kata Menkeu Sri Mulyani, dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (1/12/2022).
Menkeu menyebutkan, pemerintah akan terus mendukung Kementerian/Lembaga melaksanakan APBN 2022 sebagai cara untuk terus meningkatkan momentum pemulihan ekonomi, namun tetap harus akuntabel dan bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian.
Menkeu juga mengingatkan Kementerian/Lembaga dan Pemda untuk mengikuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar APBN 2023 harus dipakai untuk fokus utama, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) hingga pengembangan ekonomi hijau.
Dia menyampaikan, belanja negara juga difokuskan pada penyelesaian proyek-proyek strategis nasional infrastruktur untuk mendukung transformasi ekonomi dan pengembangan ekonomi hijau termasuk pembangunan IKN.
“Kita juga terus memperluas dan memperkuat dan mereformasi jaring pengaman sosial seperti yang disampaikan oleh bapak presiden dengan memperbaiki dan memperbarui data-data kemiskinan masyarakat rentan melalui survey register ekonomi dan sosial,” ungkap Sri Mulyani
Adapun layanan kepada masyarakat terus ditingkatkan dengan reformasi di birokrasi dan reformasi di tingkat Kementerian/Lembaga. Untuk tahun 2022 ini yang sekarang sudah mendekati bulan terakhir, pihak Kementerian Keuangan juga melihat bahwa untuk belanja negara 2022 harus diselesaikan.
Sedangkan untuk 2023, Sri Mulyani berharap para Kementerian/Lembaga dan juga pemerintah daerah sudah mulai bisa menyiapkan pelaksanaan secara dini, sehingga APBN pada awal tahun juga bisa langsung dilaksanakan dan memberi manfaat pada masyarakat dan mengurangi risiko global yang cenderung melemahkan perekonomian secara keseluruhan. Pada APBN 2023, pemerintah dan DPR sepakat menganggarkan belanja negara senilai Rp3.016,17 triliun. Angka tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp2.246,45 dan TKD Rp814,71 triliun.
Beritaneka.com—Pembangunan ibu kota negara (IKN) yang baru diharapkan tak bebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lagi. Pembagunan infrastruktur dasar dan alih fungsi lahan harus betul-betul terpantau dengan baik.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/ Bappenas) juga diimbau mengintegrasikan master plan dari hulu ke hilir.
Seruan ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin dalam rapat kerja dengan Kepala BPKP, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Baca juga: Dibalik Pindah Ibu Kota Negara
“Kebutuhan pendanaan agar tidak menambah beban APBN. Misalnya pemenuhan infrastruktur dasar bagi warga IKN. Pembangunan di sekitar kawasan IKN dan alih fungsi lahannya agar bisa kita kontrol dari sekarang,” tegasnya, seperti dilansir dari laman resmi DPR, Jumat (04/02).
Sekarang, kata politisi Partai Golkar itu, harga tanah di kawasan IKN, Kalimantan Timur, sudah melejit 10 kali lipat. Itu sangat mahal. Kontrol atas harga tanah tersebut harus terus dilakukan. Dan yang tidak kalah pentingnya, master plan harus jelas, sehingga publik tahu perencanaan pembangunan IKN baru.
“Saya berharap Bappenas dapat memastikan master plan IKN ini terintegrasi dari hulu ke hilir. Antarinstansi vertikal dan horizontal juga harus memperhatikan kesiapan pengembangan sumber daya manusia, kearifan lokal dan juga pelestarian lingkungan. Termasuk ketika kita merencanakan IKN ini juga harus memastikan konstelasi wilayah terutama hubungan dengan kota-kota satelit di sekitarnya,” tandas legislator dapil Jabar VII itu.
Baca juga: Ibu Kota Negara Baru Namanya Nusantara
Beritaneka.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan defisit APBN tahun 2021 sekitar 5,1-5,4 % dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka tersebut jauh lebih rendah dari target APBN 2021 yakni 5,7% dari PDB. “Tahun ini anggaran dirancang dengan defisit 5,7%. Tetapi karena pemulihan yang kuat serta dari pendapatan dan ledakan komoditas, kami memperkirakan defisit akan antara 5,1-5,4%, jauh lebih rendah dari yang kami rancang sebelumnya,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam video virtual, Kamis (16/12/2022).
Sedangkan tahun 2022, Menkeu mengatakan, defisit dirancang pada level 4,8% dari PDB. Namun, angka tersebut belum mempertimbangkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berpotensi memberikan tambahan penerimaan dan program pemulihan ekonomi tahun 2021 yang berdampak positif di berbagai sektor.
Baca Juga: Update Vaksin Booster dan Program Vaksinasi Anak 6-11 Tahun
“Namun, desain ini belum memperhitungkan beberapa reformasi di bidang perpajakan dan sisi fiskal,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Dengan desain tersebut, pemerintah akan terus bekerja makin baik untuk memulihkan ekonomi Indonesia pada tahun 2022. Menkeu meyakini peran kebijakan fiskal masih sangat penting, terutama di masa pandemi Covid-19.
APBN tahun 2022 akan mendukung proses pemulihan dengan memprioritaskan belanja untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan, kesehatan, dan belanja sosial. “Mudah-mudahan, tingkat pertumbuhan akan pulih di atas 5%. Dalam APBN 2022, kami menempatkan 5,2% untuk pertumbuhan ekonomi hingga 2022,” katanya.
Beritaneka.com—Penggunaan anggaran negara atau APBN dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menguatkan anggapan bahwa pemerintah selalu inkonsisten dalam menyusun perencanaan. Hal tersebut disampaikan Ketua Departemen Ekonomi dan Pembangunan DPP Partai Keadilan Sejahtera Farouk Abdullah Alwyni.
Menurutnya, ini adalah sekian kalinya pemerintah mengingkari ucapannya sendiri. Presiden Joko Widodo, melalui Perpres No.107 tahun 2015 mengatur tidak akan ada pembiayaan langsung dari APBN dalam mega-proyek kereta cepat ini.
Baca juga: APBN untuk Proyek Kereta Cepat, Rachmat Gobel: Berkebalikan dengan Tiga Janji Semula
Belum lama kemarin, Presiden mengoreksi aturan tersebut dengan mengeluarkan Perpres No.93 tahun 2021 yang mengatur bahwa proyek akan didukung oleh APBN. Akan ada Penyertaan Modal Negara (PMN) ditambah penjaminan utang kepada BUMN yang memimpin konsorsium.
“Padahal proyek ini bukanlah proyek infrastruktur dasar. Di luar sana masih banyak sebenarnya proyek infrastruktur dasar yang perlu dibiayai melalui APBN,” kata Farouk Alwyni.
Mulai dipakainya APBN sebagai instrumen penambal modal proyek kereta cepat ini, jelas Farouk, tak bisa dilepaskan dari adanya cost overrun (pembengkakan biaya) dari semula US$6,07 miliar menjadi US$8 miliar.
Awalnya proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) ini dirancang dengan nilai investasi US$6,07 miliar. Dana ini diperoleh dari patungan antara konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (terdiri dari PT KAI, Wijaya Karya, PTPN VIII, dan Jasa Marga) dan konsorsium Cina Beijing Yawan HSR Co.Ltd.
Baca juga: Kereta Cepat Belum Mendesak, Syarief Abdullah: Anggarannya Lebih Esensial untuk Covid-19
Pemerintah berdalih bahwa pembengkakan terjadi sebab faktor seperti pengadaan lahan serta perubahan kondisi geografis dari yang awalnya diperkirakan.
Ada dalih lain yakni pandemi Covid-19 yang menyebabkan anggota konsorsium BUMN Indonesia mengalami kesulitan cashflow.
“Sekilas alasan pemerintah terdengar masuk akal dan bisa dimaklumi. Pendapatan KAI turun drastis sehingga rugi Rp1,7 triliun di tahun 2020. Penggunaan jalan tol milik Jasa Marga tidak optimal. Begitupun kesulitan juga dialami PTPN VIII dan Wijaya Karya,” kata Farouk Alwyni.
“Yang belum sempat dijelaskan kepada publik adalah apakah cost overrun ini sudah final atau masih akan membengkak lagi. Jika masih bertambah, maka ruang fiskal kita akan menyempit sementara masih banyak alokasi belanja yang perlu lebih mendapat perhatian,” kata Farouk Alwyni.
Baca juga: Pembangunan Kereta Api Cepat Disuntik APBN, PKS: Hanya Akal-akalan Pemerintah
Di tengah kondisi keuangan negara yang sedang tidak baik, kata Farouk, semestinya pemerintah lebih fokus pada rencana pemulihan pasca-pandemi.
“Persoalan pandemi adalah absolut present. Ia tampak di depan mata dan perlu segera diselesaikan seperti dukungan terhadap UMKM, penyelenggaraan pendidikan, perlindungan sosial, dan tak lupa kesehatan. Inilah soal-soal yang semestinya jadi prioritas,” kata Farouk Alwyni.
Di sisi lain, selain belum jelasnya pembengkakan biaya kereta cepat, belum jelas pula soal kesepakatan utang kepada PT KCIC dalam proyek kereta cepat dari China Development Bank (CDB).
“Kesepakatannya CDB akan memberi utang sebesar US$3,97 miliar. Seiring membengkaknya biaya proyek seperti sekarang, belum cukup jelas apakah jumlah tersebut akan bertambah atau tidak. Yang jelas, ada bunga tinggi yang perlu dibayar,” jelas Farouk Alwyni.
Farouk mengatakan, membengkaknya biaya investasi kereta cepat Indonesia-China ini bahkan sudah jauh melampaui dana pembangunan proyek yang sama yang ditawarkan Jepang dahulu.
“Sebelum Indonesia resmi bekerja sama dengan China, sempat ada negosiasi dengan Jepang pada proyek ini. Waktu itu Jepang siap mendanai 75 persen dari biaya senilai US$6,2 miliar dengan bunga 0,1% per tahun. Bunga ini jauh lebih kecil dibandingkan pihak China yang sebesar 2% untuk US$ dan 3,46% untuk renminbi,” kata Farouk.
Presiden Jokowi memilih China karena menjanjikan skema business to business, di mana biaya investasi sepenuhnya berasal dari modal anggota konsorsium dan pinjaman, tanpa melibatkan duit APBN sepeser pun.
“Sayangnya skema ini sudah kacau sekarang.Terpaksa APBN kita harus dipakaimembiayai proyek-proyek yang semestinya tidak diuntukkan,” pungkas Farouk Alwyni.
Beritaneka.com—Pimpinan DPR mengkritik langkah pemerintah yang mengalokasikan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. APBN seharusnya difokuskan untuk pemulihan ekonomi dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.
“Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business,” tegas Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel Gobel, ke, Senin(1/11).
Langkah tersebut telah resmi diterbitkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Baca juga: Kereta Cepat Belum Mendesak, Syarief Abdullah: Anggarannya Lebih Esensial untuk Covid-19
Semula, pemerintah menyetujui pembuatan kereta cepat itu tak akan memakan APBN karena menganut skema business to business. Namun demikian, hingga saat ini anggaran pembangunan terus membengkak. “Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali.
Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik,” tandas Gobel.
Oleh sebab itu, ia meminta agar pemerintah berfokus pada prioritas penggunaan anggaran saat ini, yakni untuk penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi dan pembangunan ibukota negara baru. Pemerintah, kata Gobel, harus konsisten dengan skema pembangunan yang sejak dari awal sudah diputuskan.
Pembengkakan biaya, dinilai Gobel seharusnya diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII.
“Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” kritik politisi Partai NasDem itu.
Baca juga: Pembangunan Kereta Api Cepat Disuntik APBN, PKS: Hanya Akal-akalan Pemerintah
Kebutuhan investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak dari 6,07 miliar dollar AS atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp114,24 triliun.
Estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal mencapai 8,6 miliar dollar AS atau Rp122,8 triliun. Estimasi peningkatan biaya proyek tidak setinggi sebelumnya karena perusahaan melakukan efisiensi, seperti memangkas biaya, pembangunan stasiun, dan lainnya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Kereta Api Indonesia (KAI) Salusra Wijaya menyebut kebutuhan investasi proyek akan meningkat karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun.
Padahal, setoran itu seharusnya dilakukan sejak Desember 2020. Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar Rp4,1 triliun.
Beritaneka.com—Kalangan anggota DPR dari Fraksi PKS mengkritik keras Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Perpres terbaru itu menyebutkan beberapa perubahan regulasi, diantaranya menyebutkan proyek KCJB dapat dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini berlawanan dengan peraturan sebelumnya.
“Pada pasal 4 ayat 2 dinyatakan bahwa Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah,” ujar Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam, seperti dilansir dari laman resmi PKS, Rabu (13/10).
Baca juga:Data Pandora Papers Terbuka, Ketua DPP PKS: Membuka Konglomerat dan Pejabat Penghindar Pajak
Ecky berpendendapat bahwa Perpres baru hanya akal-akalan Pemerintah untuk menggunakan dana APBN untuk menyuntik proyek KCJB.
“Skema pendanaan yang tertuang dalam Perpres baru berupa penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara dan/atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium badan usaha milik negara, akan membuat APBN semakin berat,” jelas Anggota DPR dari Dapil Jabar III ini.
Legislator PKS ini menilai proyek infrastruktur KCJB memiliki perencanaan yang tidak matang. Seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, serta adanya ketergesa-gesaan Pemerintah dalam memutuskan proyek kereta cepat ini menyebabkan perhitungan dalam studi kelayakan kereta cepat tersebut menjadi tidak akurat.
“Dalam proses pembangunannnya, KCJB mengalami pembengkakan biaya (cost overrun). Awalnya, estimasi biaya proyek kereta cepat berkisar US$6,1 miliar, kemudian terjadi lonjakan sebesar US$4,9 miliar atau setara dengan Rp69 triliun. Lonjakan biaya yang muncul akibat perhitungan anggaran EPC yang tidak akurat, pengukuran lahan tidak tepat, keterlambatan proyek, serta biaya pendukung lainnya yang luput dianggarkan di awal, Ecky menyebutnya sebagai bukti buruknya perencanaan Pemerintah dalam proyek ini,” urainya.
Baca juga:PKS Instruksikan Anggota Partai Nonton Film G30S/PKI dan Bendera Setengah Tiang
Selain itu, Ecky juga menuntut harus adanya audit investigasi terhadap proyek yang disinyalir akan merugikan keuangan negara.
“Kondisi tersebut jelas ironi dengan kondisi APBN yang saat ini masih harus fokus pada penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN),” pungkasnya.
Ecky menegaskan untuk PC-PEN saja, APBN masih berdarah-darah. Meskipun terdapat pelonggaran defisit yang mengakibatkan utang melonjak tajam, beberapa hak rakyat kecil masih harus dipangkas dengan pengurangan berbagai subsidi.
“Penambahan beban pajak harus dirasakan masyarakat, karena kebijakan ekstensifikasi pajak akibat shortfall yang kian dalam. Artinya bahwa adanya alokasi APBN untuk hal yang tidak esensial dan lebih kepada pemenuhan hasrat Pemerintah dalam membangun proyek KCJB tersebut, akan mencederai asas atau nilai keadilan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945,” tandas Ecky mengakhiri.
Beritaneka.com—Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong optimalisasi anggaran dari APBN guna memperkuat kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR RI dengan BAZNAS dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Gedung DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (13/9/2021).
Turut hadir Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Tb Ace Hasan Syadzily (Fraksi Partai Golkar), serta anggota Komisi VIII DPR lintas fraksi seperti Lisda Hendra Joni (Fraksi Partai Nasdem), M. Husni (Fraksi Gerindra), John Kenedy Azis (Fraksi Partai Golkar).
Baca juga: Bantu Percepat Capaian Vaksinasi Nasional, BAZNAS Gencarkan Program “Kita Jaga Kyai”
Dari BAZNAS, hadir Ketua BAZNAS RI Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA; Wakil Ketua BAZNAS RI Mo Mahdum; Pimpinan BAZNAS RI Dr Zainulbahar Noor, SE, M.Ec; KH Achmad Sudrajat, Lc, MA; Rizaludin Kurniawan, M.Si; Saidah Sakwan, MA; Dirut BAZNAS M Arifin Purwakananta; Direktur Operasi/Plt Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Wahyu TT. Kuncahyo; Sekretaris BAZNAS, Dr. H Ahmad Zayadi, M.Pd. Dari BWI turut hadir Ketua BWI Prof. Dr. H. Muhammad Nuh, DEA beserta jajaran.
Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto mengatakan, DPR RI mendukung penambahan anggaran operasional BAZNAS tahun 2022 menjadi Rp30 Miliar, guna mengoptimalkan kelembagaan BAZNAS yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Untuk itu, kami juga mendukung BAZNAS menjadi pengguna anggaran yang mempunyai bagian anggaran tersendiri. Komisi VIII DPR RI akan melaksanakan rapat gabungan dengan kementerian Dalam Negeri, BUMN, TNI/Polri dan MenPAN&RB,” ujar Yandri.
Lebih lanjut, Yandri mengatakan agar BAZNAS dan BWI juga dapat meningkatkan sinergitas dengan Bimas Islam Kementerian Agama RI, serta meningkatkan kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk melibatkan pemerintah daerah dalam pengelolaan wakaf dan zakat
“Komisi VIII DPR RI akan melakukan revisi Undang-Undang No.41 tahun 2004 dan Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat untuk optimalisasi wakaf dan zakat,” urai Yandri.
Dalam kesempatan tersebut Ketua BAZNAS RI Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA menegaskan kembali bahwa BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural sebagaimana tertuang dalam Undang Undang No. 23 tahun 2011 yang memiliki visi menjadi lembaga utama menyejahterakan umat.
Maka dari itu, Prof Noor mengatakan perlunya penguatan kelembagaan BAZNAS tidak hanya di pusat tetapi juga kelembagaan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota, baik dari segi manajemen, hingga sarana dan prasarana yang memadai.
Baca juga: BAZNAS Gandeng PT Pos Indonesia Maksimalkan Pelayanan Zakat
Prof Noor memaparkan laporan kinerja zakat 2021 (Januari-Agustus). Pengumpulan Zakat, Infak Sedekah (ZIS) berdasarkan data yang masuk melalui SIMBA 59,54% dengan total pengumpulan mencapai Rp. 3.246.314.217.449.
Saat ini, menurutnya, BAZNAS sedang menjalankan empat agenda besar diantaranya; program Darurat Kesehatan, program Kita Jaga Kyai, program Kita Jaga Usaha dan Kita Jaga Yatim. Adapun total anggaran yang telah dikeluarkan untuk empat program tersebut sebesar Rp. 36.492.174.664.
Hal itupun mendapat dukungan dari anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendra Joni (Fraksi Partai Nasdem) yang menyampaikan apresiasi terhadap program-program yang saat ini dijalankan BAZNAS dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Ia juga mengimbau agar BAZNAS memperkuat kelembagaan, lebih transparan dan profesional serta mampu bersinergi dengan kementerian-kementerian terkait, hingga perusahaan-perusahaan agar mampu mengoptimalkan potensi zakat di Indonesia.