Beritaneka.com—Belum surutnya aturan pembatasan membuat masyarakat makin tertekan terutama dari sisi ekonomi.Terbaru, pemerintah lewat Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Mendagri Nomor 440/7183/SJ tentang Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Varian Omicron serta Penegakan Penggunaan Aplikasi PeduliLindungi.
Kebijakan ini disorot oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan DPP PKS, Farouk Abdullah Alwyni mengatakan, semestinya pembatasan mobilitas bukan lagi jadi pilihanlantaranhanya membuat ekonomi masyarakat kembali terpuruk.
“Persoalan pembatasan menjadi isu penting sebab pada kenyataanya aktivitas bisnis yang akan terdampak dari kebijakan ini adalah aktivitas UMKM,” kata Farouk Alwyni, kepada Beritaneka, Jumat (31/12/2021).
Baca juga: PKS Tolak RUU IKN, Ini Tiga Alasannya
Padahal, menurut Farouk, sebanyak 61,1 persen pembentuk produk domestik bruto adalah kontribusi UMKM, dan UMKM menyerap 97 persen dari tenaga kerja nasional. Tekanan terhadapnya berdampak signifikan dan menciptakan efek domino bagi perekonomian. Jika tidak diberi keleluasaan, praktis UMKM akan makin terpuruk, dan pada akhirnya perekonomian nasional akan sulit pulih.
Farouk mengatakan, jika pemerintah mampu bekerja lebih tenang, aturan-aturan pembatasan paranoidsebagaimana termaktub dalam SE Mendagri sebetulnya bisa diganti dengan aturan yang lebih peka terhadap sisi sosial-ekonomi masyarakat tanpa harus mempertaruhkan sisi kesehatan.
“Banyak contoh penanganan Covid-19 yang bisa proporsional tanpa pembatasan yang terkesan paranoid. Di Florida, AS, diterapkan kebijakan yang dikenal dengan Early Treatment Saves Lives dan Protect the Jobs. Dua kebijakan ini saling seiring. Satu sisipemerintah mampu memberi penanganandini bagi masyarakat yang membutuhkan. Di sisi lain mampumenjaga aktivitas bisnis tetap berjalan agar tidak terjadi PHK,” kata alumnus MA bidang ekonomi New York University ini.
Baca juga: Bawang Putih 95 Persen dari Impor, PKS: Apa Berani Presiden Stop Impor?
Farouk menjelaskan, Florida baru-baru inimasuk jadi negara bagian di AS yang berhasil baik menangani Covid-19 baik dari dari perspektif jumlah kasus, hospitalisasi, maupun kematian. Sebagai catatan, Florida sendiribahkan tidak menerapkan lockdown, kewajiban masker, maupun vaksinasi.
Bahkan, Gubernur Florida Ron DeSantis termasuk satu penentang keras kebijakan vaccine mandateyang diterapkan oleh Presiden Joe Biden, mandate yang juga menghadapi berbagai perlawanan dari Gubernur-Gubernur dan para Senat Partai Republik. Florida juga adalah salah satu negara bagian di AS yang melarang penerapan vaccine passport (semacam PeduliLindungi di Indonesia), mayoritas negara bagian di AS tidak menerapkan vaccine passport.
“Selain Florida, Jepang juga bisa dijadikan model negara terbaik dalam mengombinasikan antara kebijakan vaksinasi dan personal liberty. Penanganan pandemi di sana bisa berjalan baik dengan kebijakan vaksinasi sukarela (voluntary vaccination) tanpa harus pemerintahnya merampas hak-hak sipil, sosial, dan ekonomi rakyat, Jepang bahkan menyediakan dana khusus secara transparan bagi para korban efek samping parah dari vaksin,” jelas Farouk.
Baca juga: Tarif Dasar Listrik Naik Tahun 2022, Fraksi PKS Tolak
Menurut Farouk, pemerintah Indonesia mestinya dapat mengambil referensi-referensi yang lebih inovatif dalam menyeimbangkan kebijakan kesehatan, ekonomi, dan personal liberty. Ketimbang menjalankan kebijakan “gebyah uyah” dalam penangan Covid-19 yang counterproductive dan berdampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi rakyat, ada baiknya pemerintah memperkuat sistem yang dapat memberi perawatan dini saat ditemukan kasus positif, khususnya bagi kasus yang bergejala.
Paranoia menghadapi persoalan Covid-19 justru hanya akan membawa kerugian lebih besar bagi masyarakat banyak.Apalagi jika dilihat secara angka, di Indonesia tingkat kesembuhan akibat Covid-19 adalah tinggi mencapai 96,5 persen.
Sementara tingkat kematian 3,38 persen pun sebenarnya banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti penyakit bawaan yang dimiliki pasien, kemungkinan perawatan yang tidak memadai, ataupun yang disebut dengan incidental cases, yakni seseorang yang kenyataannya mempunyai sebab lain ketika meninggal tetapi kebetulan di tes positif sebelumnya.
“Artinya, virus ini memang harus diwaspadai secara proporsional dantak perlu berlebihan. Tingkat kesembuhan masyarakat masih sangat tinggi. Terkait varian baru omicron sekalipun ternyata telah dideteksi lebih lunak ketimbang varian sebelumnya (delta), hal ini diakui sendiri oleh penemu virus asal Afrika Selatan ini, nyatanya tingkat hospitalisasi dan kematian sangat kecil dibandingkan delta,” kata Farouk Alwyni.
Baca juga: Peduli Erupsi Gunung Semeru, Fraksi PKS Himbau Potong Gaji ALeg
Di sisi lain, menurut Farouk, pemerintah juga perlu untuk memperhatikan dinamika isu vaksin internasional. Dalam studi-studi terbaru, Farouk menyitat, banyak ditemukan bahwa imunitas natural yang didapatkan dari terkena covid-19 sebenarnya ternyata jauh lebihprotectiveketimbang imunitas yang didapat dari vaksinasi.
Bahkan omicron sekarang ini disebutkan bisa berkontribusi terhadap herd immunity, mengingat transmisibilitasnya yang cepat tetapi dampaknya yang ringan, seperti halnya flu biasa.
“Pada akhirnya persoalan Covid-19 dari pelajaran selama hampir dua tahun ini adalah persoalan imunitas seseorang,dan vaksin bukan satu-satunya cara meraih imunitas. Banyak hal lain bisa dilakukan. Dari level individu, banyak faktor yang memengaruhi daya tahan tubuh atau imunitas seseorang, mulai dari diet sehat, olahraga teratur, istirahat cukup, sampai dengan menjaga pola pikir positif, sebaiknya pemerintah juga gencarkan kampanye-kampanye kesehatan terkait hal ini,” tutup Farouk.
Beritaneka.com—Kalangan anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahterah (PKS) mengingatkan pemerintah soal potensi lonjakan kasus Covid-19 saat akhir tahun. Apalagi, saat ini ada ancaman varian baru Omicron yang sudah ditemukan di beberapa negara.
“Varian Omicron sudah terdeteksi di Afrika Selatan, Eropa dan Kanada. WHO menyebut varian ini lebih berbahaya karena berpotensi meluas lebih cepat di bandingkan varian-varian lainnya. Kalau kita tidak segera antisipasi, maka besar kemungkinan varian tersebut akan segera tiba di Indonesia,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, seperti dilansir dari laman resmi PKS, Kamis (02/12).
Baca juga: Diduga Terlibat Bisnis Tes PCR, PKS Desak Jokowi Tindak LBP dan Erick Thohir
Sementara itu Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) mengatakan mutasi yang ada dalam varian ini akan membuat virusnya tidak bisa dikekang dengan respon antibodi dari vaksin atau juga kekebalan tubuh bagi yang pernah divaksinasi.
“Oleh karena itu, saya meminta pemerintah mengetatkan penjagaan dan pemeriksaan di pintu-pintu masuk kedatangan khususnya dari luar negeri. Baik via jalur laut, udara maupun darat. Selain itu pemerintah juga harus fokus ke WNA/WNI yang berasal dari negara-negara ditemukannya varian baru. Tingkat testing dan tracing dengan alat yang akurat. Jangan sampai kita kecolongan lagi sebagaimana varian delta plus beberapa waktu yang lalu,” tambah Netty.
Netty juga meminta Inmendagri 62/2021 agar bisa lebih efektif menahan lonjakan kasus saat libur Natal dan Tahun Baru.
“Kenapa Inmendagri ini baru berlaku sejak tanggal 24 Desember? Seharusnya jika mau lebih efektif, Inmendagri ini harusnya berlaku seminggu sebelum dan seminggu sesudah Hari Natal. Penerapan PPKM Level 3 selama dua pekan akan lebih efektif dalam menekan lonjakan kasus,” kata Netty.
Baca juga: Masuki Era ‘Living with Covid-19’, PKS: Pemerintah Perlu Restorasi Hak Rakyat
Netty juga meminta agar penerapan PPKM Level 3 nantinya benar-benar diterapkan secara maksimal.
“Dari kasus-kasus yang sudah terjadi, larangan ada tapi masih banyak masyarakat yang bisa lolos dan nekat mudik ke kampung halaman. Artinya mobilitas masyarakat yang tinggi masih terjadi. Aparat dan pos-pos pencegatan keluar masuk kota harus disiapkan jauh-jauh hari. Oleh karena itu menurut saya PPKM Level 3 ini penting diterapkan selama dua minggu, agar tidak ada yang bisa curi start mudik,” tambahnya.
Netty meminta seluruh pemerintah daerah siaga dengan lonjakan kasus.
“Kita tidak mendoakan tapi lebih baik mencegah daripada mengobati. Pemerintah harus siaga baik dari segi SDM-nya maupun fasilitas-fasilitas kesehatannya. Kita harus belajar dari masa lalu di mana infrastruktur kesehatan kita lumpuh karena tingginya kasus pasca libur lebaran,” katanya.
Baca juga: Pembangunan Kereta Api Cepat Disuntik APBN, PKS: Hanya Akal-akalan Pemerintah
Terakhir, Netty menyerukan masyarakat agar tetap disiplin prokes dengan memakai masker menjaga jarak dan rajin mencuci tangan.
“Penurunan level PPKM di seluruh Indonesia nyaris telah membuat euforia masyarakat. Pusat perbelanjaan dan hiburan, angkutan publik dan sarana umum lainnya telah ramai dikunjungi manusia. Jangan sampai kita abaikan prokes jika tidak ingin menuai badai,” ujarnya.
Beritaneka.com—Dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, Pemerintah Indonesia melaksanakan program kerja sama dengan United Nation Populations Fund (UNFPA) Siklus ke-10 Tahun 2021-2025 yang mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Jepang.
Dukungan tersebut terwujud melalui dana USD 2.863.636 dari Pemerintah Jepang kepada UNFPA untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam melindungi dan menjaga martabat perempuan serta populasi yang terpinggirkan selama pandemi Covid-19.
“Pada kesempatan ini, saya sampaikan apresiasi kepada UNFPA Indonesia, Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, dan pihak pendukung terselenggaranya kegiatan ini yang terus berinisiatif memastikan pembangunan secara berkelanjutan melalui kemitraan antara pemerintah Indonesia dengan lembaga internasional dan negara mitra khususnya di dalam rangka memastikan pembangunan SDM di Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing,” jelas Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga.
Baca juga: Transformasi Digital, Bappenas Paparkan SDI dan Pusat Data Nasional
Penandatanganan Country Program Action Plan Program Kerja sama Pemerintah RI-UNFPA Siklus-10 telah dilakukan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan kepala perwakilan UNFPA Indonesia pada 14 Januari 2021. Fokus program kerja sama pemerintah RI-UNFPA siklus ke-10 adalah pada akses universal terhadap kesehatan reproduksi yang dilakukan melalui three zeros, yaitu menghapus kematian ibu yang bisa dicegah, kebutuhan keluarga berencana yang tidak terpenuhi, dan kekerasan berbasis gender serta praktik-praktik berbahaya terhadap perempuan dan anak termasuk perkawinan anak.
“Ketiga upaya tersebut sejalan dan mendukung prioritas nasional sertaMajor Project sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021, dan Rancangan RKP 2022. Upaya ini sejalan dan mendukung pula Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals khususnya Tujuan 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, juga Tujuan 5: Kesetaraan Gender,” imbuh Sestama Himawan.
Pada masa pandemi, berbagai lapisan masyarakat terdampak khususnya kelompok rentan, seperti perempuan sebagai kepala keluarga, orang dengan disabilitas, lansia, dan orang yang hidup dengan Human Immunodeficiency Virus Infection And Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS).
Untuk itu, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNFPA dan pemerintah Jepang akan terus memastikan keberlangsungan layanan kesehatan yang terintegrasi, pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, perlindungan dan akses layanan terhadap kelompok rentan termasuk lansia, orang dengan disabilitas, orang dengan HIV/AIDS khususnya pada masa pandemi Covid-19 melalui proyek Leave No One Behind.
Baca juga: Bappenas Siapkan Enam Strategi Besar Redesain Transformasi Ekonomi Indonesia Pasca Covid-19
“Jepang meluncurkan sebuah proyek baru dengan UNFPA untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi oleh perempuan dan penduduk yang paling rentan terhadap dampak pandemi Covid-19. Proyek ini menunjukkan komitmen kuat dari Jepang dalam memastikan keamanan manusia serta perlindungan terhadap perempuan dan penduduk rentan lainnya di Indonesia. Jepang akan terus bekerja sama dengan Indonesia untuk mengatasi pandemi ini,” ucap oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kenji Kanasugi.
Acara tersebut juga dihadiri Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia Anjali Sen, Sekretaris Jenderal Ikatan Bidan Indonesia Ade Jubaedah, Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad, Ekonom Senior Lembaga Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur Fauziah Zen, Ketua Sekretariat Jaringan Indonesia Positif Meirinda Sebayang, dan Perwakilan dari Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan Nur Syarif Ramadhan.
Beritaneka.com—Peran MUI dalam penanggulangan Covid-19 terus dilakukan. Selama dua tahun terakhir, MUI terlibat aktif menanggulangi penyebaran virus Corona bersama komponen bangsa melalui berbagai program, baik langsung maupun tidak. Salah satu keterlibatan nyata MUI selain melakukan aksi-aksi di lapangan adalah penerbitan fatwa-fatwa keagaman sejak awal pandemi yang dijadikan rujukan utama bagi pemerintah dan masyarakat.
Untuk melanjutkan peran-peran social MUI tersebut, Satuan Tugas Penanggulangan Pandemi wabah Covid-19 MUI bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan sosialisasi Penanggulangan Pandemi Covid-19 Berbasis Fatwa di 34 provinsi. Diantara tujuannya adalah sebagai rujukan utama menghadapi Pandemi, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kemaslahatan vaksin Covid-19 untuk hifzulnafs (menjaga kehidupan manusia) , meningkatkan kesadaran public pentingnya mematuhi protocol kesehatan di rumah ibadah, memperkuat literasi umat dalam menyikapi konten dan narasi negative terkait Covid-19, dan lain-lain.
Kegiatan diawali dari kota Jambi.“ Alhamdulillah, provinsi Jambi mendapat kesempatan pertama dimulainya sosialiasi penanggulangan pandemi Covid-19 Berbasis Fatwa”. Demikian dikatakan Ketua Satgas Penanggulangan Covid-19 MUI, KH. Azrul Tanjung saat menyampaikan sambutannya di hadapan 50 peserta perwakilan Ormas Islam, pondok pesantren, dan perguruan tinggi dalam kegiatan yang diselenggarakan di hotel V di Kota Jambi (29/5).
Lebih lanjut kyai Azrul Tanjung menyatakan bahwa sosialisasi ini penting bagi para pimpinan dan pengurus MUI.
“Selama dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 telah banyak merontokkan tata nilai, tradisi, dan tata cara beribadah, sehingga perlu disesuaikan melalui fatwa ulama. Meskipun demikian, tetap saja ada sebagian masyarakat yang berbeda dalam memahami dan menyikapinya. Oleh karena itu, kegiatan ini menjadi penting agar masyarakat, khususnya pimpinan MUI di daerah dapat secara utuh memahami substansi fatwa-fatwa yang diterbitkan,”tuturnya.
Kyai Azrul juga menceritakan bahwa banyak pimpinan dan karyawan MUI, bahkan dua mantan wakil sekjen MUI meninggal karena covid-19.
“Pandemi ini harus menjadi pembelajaran buat kita semua. Seluruh pimpinan MUI harus memahami bahwa Covid-19 tidak pandang bulu memakan korban. Kita harus memahami betul betapa menjadi korban Covid-19 itu begitu berat. Selain sakit dan ancaman kematian, juga merasa terkucil, terbuang dari lingkungan sosial, termasuk keluarga, anak dan isterinya. Oleh karena itu MUI yang terdiri dari berbagai organisasi keagamaan berijtihad dalam penanggulangan virus ini demi untuk menyelamatkan umat,” tandasnya.
Baca juga: MUI Bantu Pendirian Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina Rp19 Miliar
Azrul berharap, dalam pertemuan dua hari ini bias berdiskusi secara intens tentang bagaimana mengatasi persoalan covid-19 tanpa menimbulkan ketegangan di masyarakat. Pimpinan MUI Jambi diharapkan bias bekerjasama dengan instansi pemerintah daerah, pondok pesantren dan kampus.
“Kepercayaan masyarakat terhadap MUI sangat tinggi, harapannya agar MUI bias membantu penanggulan covid-19 melalui pendekatan agama. Karena itu BNPB tidak ragu menggandeng MUI,” tegas Azrul Tanjung mengakhiri sambutannya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum MUI Jambi, Prof Dr KH. Hadri Hassan MA,menyampaikan terimakasih karena telah mendapat kesempatan pertama penyelengaraan sosialisasi penanggulangan covid-19 berbasis fatwa MUI. Menurutnya, persoalan covid-19 penting karena menyangkut dengan nyawa. Di sisi lain, ungkapnya, menyangkut dengan agama.
Dalam agama, ungkapnya, menyelematkan nyawa atau keselamatan jiwa itu lebih diutamakan meski ibadah agak terganggu,seperti shalat tidak boleh berdekatan, berjamaah di masjid dibatasi, dan tetap mengenakan masker.
“Karena itu, penting bias satu bahasa dalam menghadapiCovid-19 kedepan.Mudah-mudahan dengan sosialisasi ini kita bias satu suara dalam menyampaikan kepada masyakat kita,” tuturnya.
Baca juga: BAZNAS Ajak Lembaga Zakat Sedunia Bantu Perjuangan Rakyat Palestina
Usai member sambutan, Ketua MUI Jambi menerima bantuan masker dan sanitizer dari SKK Migas Sumatera Bagian Selatan, yang diserahkan oleh Ahmad Rufai, disaksikan Azrul Tanjung, dan KH. Sodikun Ketua MUI Pusat yang membidangi kesehatan.
KH. Sodikun mendorong agar Gerakan ini dapat menjalin jaringan kuat dengan institusi lain, bukan hanya untuk urusan Covid saja.Diakuinya kelemahan ada di jaringan. Membangun paradigm kejuangan, keikhlasan, semangat memberikan jawaban yang sedang dihadapi saudar-saudara kita.
”Perlu ada kebersamaan dan keikhlasan. Kalau semua dibangun dengan keikhlasan, Corona, setan, dan jin akan takut dari lidah yang ikhlas untuk umat. Saya percaya, semakin kita dekat dan cinta kepada-Nya, Allah pasti mengabulkan. Corona akan lari karena keikhlasan kita,” pungkasnya.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut Dr. H. Umar Al Haddad, M.Ag, Miftahul Huda Lc, Edy Kuscahyanto, Dr. KH.M. Sodikun, M.Si, para praktisi di bidang Kesehatan, dan lain-lain. Beberapa materi yang disampaikan diantaranya Fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi Covid-19, penanggulangan dampak pandemi Covid-19, implementasi Fatwa Muamalah di media social dalam menghadapi pandemi covid-19, panduan kesehatan masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19 sesuai sains dan prinsip Syariah.
Dalam kesempatan tersebut juga dilaksan akan diskusi langsung terkait dengan solusi ulama terhadap problematika keummatan di daerah dalam penanganan pandemic Covid-19,sharing best practices penanganan Covid-19 di rumah sakit Islam atau pesantren, tansiqul harakah MUI, Ormas Islam, ulama, tokoh Islam dan da’i dalam penanggulangan covid-19, serta testimony penyintas Covid-19 dari kalangan ulama.
Beritaneka.com—Pemerintah akan memperpanjang PPKM Mikro mulai 18 sampai 31 Mei 2021. Cakupan wilayahnya tetap sama di 30 provinsi, dan jenis pembatasan kegiatan masyarakat juga masih tetap sama.
“Penekanan pada evaluasi perkembangan kasus setelah Hari Raya (pasca mudik) dan pengetatan 3T. Pada PPKM Mikro tahap ini akan dilakukan monitoring dan evaluasi kasus Covid-19 pada masa peniadaan mudik dan pasca mudik,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto, dalam Keterangan Pers usai Rapat Terbatas Presiden Penanganan Pandemi Covid-19, di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/5/2021).
Langka itu diambil pemerintah merujuk pada data, beberapa daerah di Sumatera yang perlu perhatian khusus akibat kenaikan kasus harian, serta adanya penyelenggaraan pelarangan mudik sampai 17 Mei 2021.
Baca juga: Sektor Padat Karya Dapat Prioritas Vaksin Gotong-Royong
Secara umum, tingkat kasus aktif dan kesembuhan di Indonesia masih lebih baik daripada global. Per 9 Mei 2021, jumlah kasus aktif tercatat sebanyak 98.395 kasus atau 5,7% dari total kasus, lebih rendah daripada persentase global 12,13%. Kemudian, tingkat kesembuhan 1.568.277 kasus atau 91,5% dari total kasus, lebih tinggi dibandingkan global 85,78%. Di sisi lain, tingkat kematian sebesar 47.012 kasus atau 2,7% dari total kasus, masih lebih tinggi daripada persentase global 2,08%.
Penyebabnya antara lain, masih ada 11 Provinsi dari 30 provinsi pelaksana PPKM Mikro yang mengalami tren kenaikan tambahan konfirmasi harian, dan ada 5 provinsi dengan tren kenaikan cukup tajam, yaitu: Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Aceh, dan Kalimantan Barat.
Kenaikan tren tambahan konfirmasi kasus harian menyebabkan 7 provinsi mempunyai Bed Occupancy Ratio (BOR) > 50% (per 8 Mei 2021), yaitu di Sumatera Utara (63,4%), Riau (59,1%), Kep. Riau (59,9%), Sumatera Selatan (56,6%), Jambi (56,2%), Lampung (50,8%), dan Kalimantan Barat (50,6%).
“Sebagian besar provinsi di Sumatera mempunyai BOR tinggi, terutama tempat pemasukan Pekerja Migran Indonesia (PMI),” tutur Airlangga Hartarto.
Baca juga: Pemerintah Perpanjang dan Perluas PPKM Mikro Hingga 3 Mei 2021
Selain itu, BOR di RS Wisma Atlet Kemayoran juga sudah mencapai persentase cukup rendah yaitu 21,47% atau hanya terisi 1.287 tempat tidur (TT) dari kapasitas sebanyak 5.994 TT.
Tak dipungkiri, karena ada di dalam Bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, maka mobilitas penduduk nasional mengalami tren naik pada 7 hari terakhir di awal Mei 2021. Tiga provinsi dengan mobilitas terendah yaitu: Bali, D.I. Yogyakarta, dan Kepulauan Riau (daerah yang mengandalkan pariwisata), sedangkan 3 provinsi dengan mobilitas tertinggi yakni Maluku Utara, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara.
“Kenaikan mobilitas tertinggi tersebut terjadi di kelompok/sektor ritel (mall) dan toko bahan makanan. Khusus untuk Kepri, sebenarnya mobilitas rendah, tapi (daerah itu) menjadi tempat masuknya PMI (dari Malaysia),” ujar Menko Airlangga.
Mobilitas penduduk di 6 provinsi di Pulau Jawa memang mengalami kenaikan signifikan menjelang Idul Fitri. Penerapan protokol kesehatan (Prokes) 3 M juga telah diterapkan secara ketat, terutama di mall dan fasilitas umum lainnya yang kemungkinan didatangi masyarakat. (ZS)
Oleh: Rosidin, Mahasiswa S2 Program Pascasarjana Mikom, Universitas Mercu Buana Jakarta
Beritaneka.com—Kebijakan pemerintah memberlakukan larangan mudik jelang Idul Fitri 1442 Hijriah menjadi pro-kontra di kalangan publik. Hal ini disebabkan di awal memberlakukan kebijakan, antara pemerintah sendiri tidak satu suara. Seperti pernyataan Menteri Perhubungan mengeluarkan pernyataan pemerintah tidak akan melarang masyarakat untuk mudik pada Lebaran 2021. Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik, mulai dari tanggal 6-17 Mei 2021.
Sikap pemerintah yang tidak jelas dan tidak konsisten memberikan respon negatif bagi masyarakat. Upaya persuasif yang diambil pemerintah agar masyarakat patuh menjalankan pelarangan mudik sepertinya dihiraukan publik. Bahkan, di tengah-tengah masyarakat muncul polemik. Ada yang patuh, disisi lain tetap saja berupaya mudik walaupun dengan resiko dihadang aparat di tengah jalan.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Padahal pemerintah membelakukan larangan mudik itu merupakan langkah persuasif untuk mencegah penularan Covid 19. Upaya agar tidak menimbulkan cluster baru atau menambah korban penularan Covid-19 yang telah menelan korban begitu banyak. Virus ini memang luar biasa dan dahsyatnya telah merusak sendi-sendi kehidupan ummat manusia di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia.
Virus ini jika dirinci telah menimbulkan berbagai efek negatif. Diantaranya, menghentikan perekonomian dunia, menghentikan dunia penerbangan, menghentikan beberapa perusahaan bahkan sekelas negara adidaya pun yang memiliki persenjataan yang canggih tidak mampu melawan virus yang misteri itu. Tentu, kita sebagai bangsa tidak mau mengalami seperti kejadian yang melanda India kini. Setiap hari ratusan orang meninggal diakibatkan oleh virus C19 ini.
Menurut Anderson, pakar kebijakan publik, konsep kebijakan publik. mempunyai beberapa implikasi, yakni. Pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi kepada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan. Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat didalam sistem politik.
Baca juga: BUMN dan Pemerintah: Mesin Utang Luar Negeri
Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanaannya. Dalam hal ini, seharusnya pemerintah antar lembaga ada komunikasi yang baik dalam merumuskan kebijakan pelarangan mudik sehingga ketika kebijakan itu keluar ke publik, pemerintah satu suara.
Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait seperti aparat hukum dalam kebijakan pelarangan mudik merupakan keniscayaan. Kerjasama yang bai, tegas dan konsisten dari pembuat kebijakan akan berdampak positif dalam pelaksanaannya. Masyarakat juga lebih mudah di persuasi agar dengan kesadaran tinggi menjalankan kebijakan publik yang diambil.
Semoga Indonesia cepat keluar dari persoalan CoVid-19. Semoga