Beritaneka.com—Pemerintah Indonesia berkomitmen menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah pada tahun 2024. Hal tersebut mengingat Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah 207 juta jiwa atau 87 persen dari total penduduknya.
“Kita telah berkomitmen untuk menjadi pusat ekonomi syariah di tahun 2024 dan kita akan berusaha keras untuk itu,” ujar Presiden Jokowi, seperti dilansir dari laman resmi kepresidenan, Senin (13/12).
Baca juga: Hakordia 2021, Presiden Jokowi: Tuntut Hukuman Mati Pelaku Korupsi
Untuk mencapai hal tersebut, kata Presiden, pemerintah akan berupaya keras untuk terus mengembangkan sejumlah sektor, yaitu industri halal, sektor keuangan syariah, sektor keuangan sosial syariah, hingga kewirausahaan syariah.
“Semuanya akan kita dorong karena memang kita ini adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan ini saya ulang-ulang terus di mana-mana mengenai ini agar negara lain tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,” jelasnya.
Ekonomi syariah Indonesia sendiri saat ini berada di peringkat keempat di dunia, meningkat dari posisi ke-9 pada tahun 2014 lalu. Jika pertumbuhannya bisa seperti yang saat ini terjadi, Presiden memperkirakan bahwa dalam tiga hingga empat tahun ke depan, ekonomi syariah Indonesia akan berada pada posisi dua besar.
Kepala Negara menambahkan, sejak 1 Desember 2021 Indonesia telah memegang keketuaan atau presidensi G20. Artinya, Indonesia memimpin kelompok negara-negara maju dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang masuk dalam 20 besar dunia. Saat ini, PDB Indonesia sendiri berada pada posisi 16 di dunia. Namun sejumlah lembaga seperti McKinsey, Bank Dunia, hingga IMF memprediksi Indonesia akan menjadi empat besar di 2040-2045.
“Tapi itu halangannya juga tidak kecil. Tantangannya juga bukan tantangan yang mudah. Ada syarat-syarat kita untuk mencapai ke sana sehingga perkiraan PDB kita saat itu 2040-2045 kurang lebih 23.000 sampai 27.000 income per kapita masyarakat kita. Sebuah angka yang sangat besar sekali tentu saja tapi itu butuh kerja keras kita semuanya,” tandasnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Sebut 2021 Tidak Impor Beras, PKS: Ada 41.600 Ton
Terkait dengan hal tersebut, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas dalam keterangannya selepas acara, menyambut baik dan mendukung prediksi McKinsey tersebut. Menurutnya, pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama dan bersatu untuk mendukung dan mengakselerasi Indonesia Emas agar bisa tercapai lebih cepat, tidak di tahun 2040-205, tetapi di tahun 2030-2035.
“Kita harus percaya bahwa dengan sistem ekonomi Pancasila, kita akan bisa memajukan ekonomi rakyat, ekonomi bangsa, dan akan bisa membuat bangsa kita menjadi bangsa yang kompetitif dengan negara-negara lain di dunia,” tutur Anwar Abbas.
Turut mendampingi Presiden saat menghadiri acara tersebut yaitu Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.a, Jakarta, Jumat, 10 Desember 2021.
“Pemerintah melalui Jaksa Agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Salah satunya tadi sudah disampaikan oleh Bapak Ketua Komnas HAM adalah kasus Paniai di Papua Tahun 2014,” tuturnya.
Baca juga: Diduga Terlibat Bisnis Tes PCR, PKS Desak Jokowi Tindak LBP dan Erick Thohir
Kepala Negara menuturkan, perkembangan revolusi industri 4.0. juga menuntut untuk dapat mengantisipasi beberapa isu HAM, termasuk kegelisahan dan kekhawatiran masyarakat terhadap sanksi pidana dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Presiden pun telah menginstruksikan jajarannya untuk mengedepankan edukasi dan langkah persuasif dalam penanganan perkara ITE.
“Namun, saya juga ingatkan, bahwa kebebasan berpendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab kepada kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas,” ucap Presiden.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi mengatakan bahwa perlindungan data pribadi juga menjadi perhatian serius pemerintah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari HAM. Presiden menginstruksikan jajarannya untuk menyelesaikan pembahasan regulasi mengenai hal tersebut.
“Saya telah memerintahkan Menkominfo serta kementerian dan lembaga terkait untuk segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi bersama-sama dengan DPR, agar perlindungan hak asasi masyarakat dan kepastian berusaha di sektor digital dapat dijamin,” tutur Kepala Negara.
Presiden menyebutkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus terus diikuti sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara tidak berkeadilan dalam dunia yang penuh disrupsi seperti sekarang.
“Kita harus selalu berinovasi dalam upaya melindungi hak asasi warga negara Indonesia, terutama kelompok warga yang marjinal. Kita harus membangun Indonesia Maju, dan sekaligus menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.
Beritaneka.com—Dalam sistem keuangan sosial Islam, wakaf dan infak termasuk sedekah di dalamnya diyakini dapat menjadi ujung tombak dalam melawan sistem ribawi yang dirasa justru memberatkan masyarakat. Masyarakat saat ini, khususnya ummat Islam sulit untuk terhindar dari riba.
Hal ini yang mendorong Arsitek Platform Wakaf Infak, Hairul Anas Suaidi bersama rekan sesama alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) mendirikan Yayasan Wakaf dan Infak Insan Tauhid Bermanfaat (WI-ITB), sebuah pergerakan pengembangan social islamic finance yang penuh rahmat bagi sesama.
“Mudah-mudahan yayasan ini juga bisa menjadi salah satu mata rantai perjuangan ekonomi ummat Islam yang sudah terpuruk sekian lama. Juga menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi ke depan,” jelas Anas, yang menjabat Ketua Dewan Pengawas WI-ITB, Senin (6/9/2021).
Baca juga: Pasar Ekonomi Syariah masih Kecil, WI-ITB: Wakaf dan Infak Jadi Solusi
Anas menegaskan, karakteristik dari pengolaan wakaf dan infak setidaknya memerlukan sistem yang bisa memfasilitasi akses yang mudah bagi semua stake holder. Semua elemen ummat boleh bahkan wajib berperan, baik sebagai donatur maupun penerima manfaat. Legalitas dan perizinannya perlu disesuaikan sedemikian rupa agar comply dengan regulasi yang ada. Penyalurannya mesti tepat sasaran dari sisi makro hingga mikro, tidak tumpang tindih, dan dananya bisa digulirkan.
Untuk itu, pihaknya berupaya menghadirkan platform wakaf dan infak yang akan menjawab kendala selama ini. Sehingga, diharapkan dapat memberikan keterbukaan informasi dan kemudahan akses bagi penggunanya.
“Platform wakaf dan infak ini juga kita buat sedemikian rupa agar bisa lebih tepat sasaran, dengan bekerja sama kepada yang sudah berpengalaman di lapangan dalam pengelolaan dananya. Kita juga akan melakukan pengelolaan dana supaya bisa bergulir dan produktif, jadi tidak habis seketika,” kata Anas.
Anas berharap, platform wakaf dan infak ini dapat terus berkembang seiring waktu. Sehingga menjadi aset besar yang dapat membantu umat, termasuk pertumbuhan ekonomi syariah di Tanah Air.
Secara ekosistem platform, lanjut dia, setidaknya ada enam ide yang sebisa mungkin diberikan. Seperti tidak adanya potongan biaya digital yang selama ini masih diberlakukan oleh beberapa mitra digital lembaga amal yang sudah ada.
“Tidak sedikit ditemukan ketika dana sudah terhimpun ternyata ada potongan sekitar 5-10 persen atau lebih, data donatur tertutup dan masih terkena berbagai biaya platform,” katanya.
Baca juga: Wapres Ma’ruf Amin: SDM Unggul Kunci Menangkan Persaingan Global
Melalui sistem wakaf dan infak yang dibuatnya, diharapkan dapat dipakai bersama dan digunakan oleh semua lembaga wakaf dan infak. Termasuk, sharing informasi penerima manfaat, supaya tidak overlap.
Hal itu juga disebutkan akan menjadi solusi pengganti dari sistem ribawi yang menjadi salah satu andalan masyarakat saat ini. Terlebih, banyak kasus yang belakangan mencuat di media bahwa orang-orang terjerat dengan pinjaman online (pinjol) yang menjerumuskan mereka.
“Juga kita menyediakan sistem yang mengedepankan pengelolaan dana secara transparan. Ini yang memang seharusnya menjadi kewajiban setiap lembaga amal. Sistem ini juga nantinya akan menambahkan keyakinan pada pewakaf dan penginfak, karena mereka bisa menelusuri ke mana alokasi dana yang dipergunakan, termasuk mitigasi risiko yang ada. Dengan demikian amanah dari ummat benar-benar dijalankan dengan lurus dan tuntas, sehingga arus infaq dan wakaf akan semakin deras,” kata Anas.
Ketika didalami oleh Beritaneka, Anas sempat mengutip sebuah fakta spektakuler bahwa pada zaman Khalifah Abdul Hamid II (Turki Usmani), saat itu pengumpulan dana wakaf mencapai sekitar 700 kali lipat keuangan negara. Rakyatnya makmur dan sektor sosial teratasi, sehingga masyarakat sejahtera, berpendidikan tinggi, dan peradaban Islam berkembang pesat, bebas dari jerat-jerat ekonomi ribawi.
Beritaneka.com—Ekonomi dan keuangan syariah saat ini sedang bergairah bergerak di kalangan ummat. Namun sayang, selama kurang lebih 20 tahun berjalan, ternyata jika dilihat dari segi market share masih terbilang kecil, yakni sekitar enam persen.
Posisi ini dimata Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, yang mendirikan Yayasan Wakaf dan Infak Insan Tauhid Bermanfaat (WI-ITB), merupakan kegagalan bersama yang harus cari formula penyelesaiannya. Wakaf dan infak menjadi solusi.
“Sebetulnya menurut kami itu adalah suatu kegagalan bersama. Mudah-mudahan dari program yayasan WI-ITB ini bisa berkontribusi secara out of the box. Di mana WI-ITB akan menjadi kekuatan yang diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam market share yang lebih besar,” ujar Ketua Yayasan WI-ITB, Chridono Utomo, di Webinar dan Infak sebagai Solusi Pengembangan Ekonomi Umat, Senin (6/9).
Baca juga: Bantu Terdampak Covid-19, IA-ITB Bersama Sandiaga Uno Gelar Donor Darah
Cridono meyakini, dengan kontribusi keuangan sosial Islam dapat mewujudkan perkembangan perekonomian syariah sesuai target yang diharapkan. Terlebih dengan SDM dari alumni Institut Teknologi Bandung dan dukungan pihak terkait juga akan memberikan dampak luar biasa.
Ahli Ekonomi Syariah sekaligus Pengawas Yayasan WI-ITB, Yulizar D. Sanrego menuturkan, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan dukungan dari para pelaku ekonomi agar dapat menyelaraskan isu keuangan sosial dan komersial. Pasalnya, krisis pandemi Covid-19 yang saat ini sedang melanda dunia menegaskan bahwa kehidupan manusia tidak cukup hanya melalui pendekatan ekonomi saja.
Menurutnya, pandemi yang terjadi memberikan pelajaran bahwa keberlangsungan hidup ummat manusia membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Sehingga sudah menjadi sunnatullah bagi setiap kalangan untuk senantiasa saling memberikan dukungan dan pertolongan.
“Saya ingin tegaskan, isu sosial telah menjadi concern utama bagi para pemimpin bangsa terdahulu. Jadi tidak hanya sebatas dari sisi materi, tapi soal jiwa yang juga menjadi isu bersama dalam konteks bernegara,” tegasnya.
Baca juga: Sekjen IA ITB: Kritik BEM UI Energi Baru dalam Demokrasi
Dari data UNSDG pada 2018 disebutkan, negara berkembang telah mengalami kesenjangan pendanaan tahunan sebesar USD2,5 triliun. Sementara di Indonesia, dalam skala nasional dana masyarakat juga tersendat karena karena beberapa kendala, termasuk kebijakan pembangunan infrastruktur yang secara tidak langsung seharusnya dana yang digunakan di alokasikan menjadi bantuan sosial kepada masyakarat.
“Itu yang menjadikan saluran kredit masyarakat tersendat, sehingga UMKM termasuk ekonomi kreatif ini lumayan megap-megap untuk mendapatkan pembiayaan. Bagi saya pribadi, lebih cenderung integrasi dalam konteks saling mendukung. Jadi uang masyarakat di alokasikan untuk pembangunan infrasrutuktur, tapi dampaknya juga harus langsung terasa oleh masyarakat, karena selama ini saya rasa dampaknya juga masih belum terasa secara langsung” imbuhnya.
Beritaneka.com—Rendahnya literasi masyarakat dalam memahami ekonomi syariah menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mengembangkan wisata halal.
Oleh karena itu, pemerintah terus berusaha meningkatkan literasi masyarakat mengenai ekonomi syariah termasuk pentingnya mengembangkan wisata halal.
“Ekonomi syariah itu sesuatu yang baik, yang berkeadilan, yang membawa kebaikan dari berbagai sektor,” kata Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin, kami kutip hari ini dari keterangan tertulis.
Baca Juga: TWK KPK Memiliki Dasar Hukum Lemah, Ray Rangkuti Nilai Seluruh Pegawai Otomatis ASN
Misalnya dalam sektor pariwisata, lanjut Wapres, pengembangan wisata halal memiliki potensi yang besar untuk menarik wisatawan. Tetapi menurutnya pengembangan wisata halal di Indonesia, saat ini masih terhambat rendahnya literasi masyarakat, sehingga timbul mispersepsi bahwa wisata halal berarti wisatanya disyariahkan. Akibatnya, beberapa daerah keberatan mengaplikasikan konsep wisata halal ini.
“Tentu kita ingin menghilangkan persepsi yang salah tentang wisata halal atau wisata syariah. Sepertinya ada kesan bahwa wisata syariah itu wisatanya akan disyariahkan. Kemudian, ada daerah-daerah yang keberatan,” ungkapnya.
Padahal, menurut Wapres, yang dimaksud konsep wisata halal adalah penyediaan layanan-layanan syariah di setiap destinasi wisata. “Di situ kita ingin nanti di tempat-tempat wisata itu ada layanan syariah, layanan halal, restoran halal, ada tempat salat,” paparnya.
Dengan demikian, sambung Wapres, hal ini akan memberikan kenyamanan tersendiri kepada para wisatawan, khususnya wisatawan muslim. Ia pun mencontohkan Kota Beijing di Tiongkok yang telah menerapkan konsep wisata halal ini.
“Saya pernah ke Beijing. Di Beijing itu ada restoran halal, ada tempat salat. Layanannya itu dari (Pemerintah Kota) Beijing, sehingga banyak saya lihat (wisatawan) dari Malaysia, Brunei, Singapura, dan dari beberapa negara lain itu banjir ke sana dan mereka nyaman,” ungkapnya.
Inilah konsep yang menurut Wapres disebut sebagai wisata halal, yang sebenarnya sangat menguntungkan tempat wisata itu sendiri. Contoh lainnya adalah obyek wisata Nami Island di Korea Selatan.
Baca Juga: Investasi Asing Berbondong-bondong Kabur dari Indonesia: Bagaimana Presiden Jokowi Bertahan?
“Bahkan saya pernah ke Korea Selatan, di sana itu ada Nami Island, di situ ada restoran halal, ada musala, padahal itu tempat orang datang dari seluruh dunia. Nah, itu artinya mereka memang menyiapkan layanan halal seperti itu,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Wapres menegaskan bahwa penyediaan layanan syariah adalah konsep yang dipakai untuk mewujudkan wisata halal, bukan mensyariahkan wisatanya. “Nah, ini yang memang kita kembangkan di daerah-daerah itu,” tegasnya.
Sebagai contoh, kata Wapres, di Lombok, Nusa Tenggara Barat saat ini sudah mulai ada pendidikan pariwisata bagi santri melalui balai latihan kerja (BLK) di pesantren-pesantren yang salah satu tujuannya untuk mencetak para pemandu wisata halal.
Baca Juga: DPR Pertahankan RUU Kontroversial, Formappi: Perburuk Kinerja Bidang Legislasi
“Santri dididik untuk bagaimana dia menjadi pemandu wisata. Nah, ini dalam rangka mengembangkan wisata halal,” ucapnya.
Di samping penyediaan tenaga kerja yang mengerti syariah, menurut Wapres, berbagai fasilitas pelayanan syariah yang mendukung wisata halal juga akan terus dikembangkan.
“Bahkan kita ingin mengembangkan selain travel halal juga semua fasilitas, termasuk spa halal. Itu yang akan kita lakukan dan sudah mulai di beberapa daerah,” kata Wapres Ma’ruf Amin.
Beritaneka.com—Jumlah pemeluk Islam di Indonesia adalah 87,2% dari populasi. Angka ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor keuangan dan ekonomi syariah yang dapat berkontribusi dalam keuangan inklusif.
“Potensi keuangan syariah di Indonesia sangat besar. Ini terlihat dari perkembangan indeks inklusi keuangan yang meningkat didukung dengan total aset keuangan syariah. Selain itu, juga didukung penyaluran KUR Syariah dan jumlah debitur syariah yang terus meningkat,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso seperti kami kutip dari laman Kemenko Perekonomian hari ini.
Beberapa peluang sebagai penghubung (enabler) pengembangan keuangan syariah antara lain pertumbuhan keuangan sosial melalui zakat dan wakaf, tokenisasi sukuk, digitalisasi dan pengembangan Islamic Fintech, regulasi keuangan syariah dan investasi Berdampak (ESG).
Baca Juga: Cegah Covid-19 Memburuk, Menteri Johnny: Patuhi Protokol Kesehatan dan Tidak Mudik
Saat ini, Indonesia telah naik ke peringkat 4 dari peringkat 5 dunia untuk pengembangan keuangan syariah setelah Malaysia, Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Sementara, aset keuangan syariah di Indonesia menempati peringkat 7 dunia dengan total aset sebesar USD99 miliar.
Untuk mendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, diperlukan integrasi setiap elemen pendukung ekonomi syariah termasuk koordinasi para pemangku kebijakan, dukungan regulasi dan insentif pemerintah untuk mengembangkan industri halal.
Pengembangan usaha syariah untuk memperkuat kapasitas pelaku UMKM juga diperlukan dukungan kebijakan afirmatif dan integrasi program.
Banyaknya jumlah pondok pesantren (ponpes) di Indonesia juga menjadi potensi ekonomi yang besar. Berdasarkan data Kementerian Agama, jumlah ponpes di Indonesia pada 2020 berjumlah 28.194 dengan 44,2% di antaranya berpotensi ekonomi.
Baca Juga: Pelaku Perjalanan Wajib Punya SIKM Keluar Masuk Jabar 6-17 Mei 2021
“Dengan jumlah ponpes tersebut dapat menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah, dan UMKM halal Indonesia,” kata Susiwijono.
Sementara itu, Ketua Kombid Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Rezza Artha mengungkapkan Indonesia menghadapi tantangan rendahnya literasi Ekonomi Syariah.
Menurut Rezza, literasi yang rendah menghasilkan prasangka buruk. “Prasangka ini seperti bank syariah itu Islamisasi. Ya memang benar dasar transaksi di perbankan syariah itu ajaran Islam. Akan tetapi ajaran Islam dalam hal muamalah (transaksi manusia dengan manusia) itu dapat diterapkan secara universal,” kata Rezza kepada Beritaneka.
Dia mencontohkan, jual beli, kerja sama investasi, dan sewa menyewa. “Apakah ketiga hal tersebut hanya bisa dilakukan jika dan hanya jika anda orang Muslim? Tentu tidak. Ketiga transaksi tersebut bisa dilakukan oleh semua umat manusia tanpa batas batas apapun,” kata Rezza.
Baca Juga: Toyota Raize Meluncur, Pilihan Baru Segmen SUV
Hal tersebut, sambung Rezza, menjadi tantangan terbesar para pelaku ekonomi syariah, terutama MES, sebagai asosiasi terbesar pemangku kepentingan perekonomian syariah di Indonesia.
Jangan sampai rendahnya literasi ini menjadi fireback terhadap usaha usaha baik yang sedang kita jalankan bersama demi perekonomian nasional yang semakin mantap melewati middle income trap yang terus mengancam.