Beritaneka.com—Dalam rangka melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha, Bea Cukai melaksanakan sinergi dan kolaborasi dengan Pemerintah Daerah (pemda). Kolaborasi tersebut diwujudkan dalam bentuk layanan satu pintu dengan instansi di daerah dan gelaran acara penghargaan yang mengangkat tema UMKM.
“Sinergi antar instansi di daerah ini diharapkan dapat memudahkan pelaku usaha dalam menjalankan proses bisnisnya. Melalui sinergi dalam pelayanan satu pintu, proses permohonan atau perizinan dapat lebih mudah dilakukan. Selain layanan satu pintu, bentuk sinergi pun dapat dilakukan dengan beragam sebagai bentuk intimasi dengan instansi lain dan pengguna jasa,” kata Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Hatta Wardhana dalam keterangan pers hari ini.
Di antaranya seperti yang dilakukan oleh Bea Cukai Bogor dengan melakukan studi tiru Rumah Ekspor Solo ke Bea Cukai Surakarta dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Surakarta. Rumah Ekspor Solo sendiri merupakan bentuk kolaborasi Bea Cukai, Ditjen Pajak, dan LPEI untuk pemberdayaan UMKM dalam program Business Development Service (BDS) dan pelatihan seputar perpajakan. Melalui kegiatan studi tiru ini diharapkan sinergi serupa dapat diterapkan di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Baca Juga:
- Usulan Penundaan Pemilu Bukan Demokrasi, Tapi Tirani
- LDK Kades Pemkab Tangerang: Tingkatkan Kinerja Aparatur Pemerintahan Desa
- Pertemuan Rusia-Ukraina Belum Hasilkan Gencatan Senjata, Perang Masih Berlanjut
- Daftar Lengkap 332 Sektor Usaha Tujuan Investasi Peserta PPS, Cek!
- Berlaku Mulai Hari Ini, Penumpang Pesawat Wajib Isi E-HAC Sebelum Terbang
- Gaikindo Siap Gelar Jakarta Auto Week 2022
Sementara itu di Palu, Bea Cukai Pantoloan telah terlebih dulu melakukan kolaborasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah, Balai Karantina Pertanian Kelas II Palu, serta Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Palu dalam bentuk Klinik Ekspor Sulawesi Tengah. Bea Cukai Pantoloan melakukan pertemuan dengan instansi tersebut terkait pengembangan kegiatan ekspor di Sulawesi Tengah dan melanjutkan sinergi antar instansi di daerah dalam program pelayanan terpadu satu pintu di tahun 2022.
Membangun sinergi dengan cara yang sedikit berbeda, Bea Cukai Gresik gelar kegiatan pemberian penghargaan kepada pengguna jasa dengan mengusung tema “Beauty of Tenun”. Gelar acara penghargaan ini adalah agenda tahunan yang diselenggarakan Bea Cukai Gresik dalam bentuk Bea Cukai Gresik Awards. Selain memberikan 7 nominasi penghargaan kepada eksportir dan pengusaha barang kena cukai, kali ini acara dikemas dalam bentuk peragaan busana dengan tema “The Beauty of Songket Indonesia” dan lelang sarung tenun Gresik.
Di Banyuwangi, Bea Cukai setempat menghadiri undangan dari Pelindo Pelabuhan Tanjung Wangi. Undangan ini melibatkan Bea Cukai, Karantina, Imigrasi, Dinas Perdagangan, Dinas Perhubungan, dan berbagai instansi lainnya. Selain itu turut hadir dalam kegiatan yaitu Pelindo dan BMC Logistics. Tujuan undangan ini adalah sebagai agenda persiapan pelayanan peti kemas di pelabuhan Tanjung Wangi. Harapannya, agar operasi peti kemas segera berjalan di pelabuhan Tanjung Wangi sehingga pelaku bisnis mendapatkan efisiensi biaya logistik dan meminimalisasi kemungkinan risiko barang rusak saat pengiriman.
Beritaneka.com-Kongres Ekonomi Umat II Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi ditutup dengan melahirkan Resolusi Jihad Ekonomi Umat.
Dalam resolusi tersebut, lahir sembilan gagasan yaitu gerakan produksi dan belanja produk nasional, menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia, dan optimalisasi Ziswaf untuk menggerakan ekonomi umat.
“Selain itu, KEU II menyepakati membentuk lembaga penjamin nasional syariah untuk usaha ultra mikro yang mudah, murah dan aman. KEU II menyepakati mempercepat terciptanya modal bisnis unggulan daerah yang dijalankan secara professional, memperkuat kemitraan antara UMKM dengan BUMN/BUMD dan usaha besar, mendorong dan mengawal terciptanya regulasi sistem ekonomi syariah nasional/daerah, ” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Buya Amirsyah Tambunan, saat penutupan KEU II di Hotel Sultan, Jakarta, Ahad (12/12).
Baca juga: MUI Dibubarkan? Wapres: Tuntutan Tidak Rasional
Dia menambahkan, KEU II juga menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan ekosistem ekonomi dan keungan syariah melalui digitalisasi dan integrasi dana komersial dan dana sosial Islam. KEU II juga mengamanatkan kepada Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU MUI) untuk mengawal hasil kongres ekonomi umat ini.
Buya Amirsyah menambahkan, hasil kongres Ekonomi Umat ini melalui perdebatan yang dinamis. Ia merasa bersyukur karena jihad ekonomi lahir dari kongres ini. Dia menjelaskan, salah satu fokus dalam resolusi itu ialah menekankan pentingnya memperkuat ekonomi umat dan bangsa.
“Tentu harus melalui proses baik dalam bidang pembiayaan, perbankan, dan lain-lain, terutama melalui keuangan syariah yang harus terlibat, ” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat, Lukmanul Hakim menerangkan, hasil Kongres Ekonomi Umat II berupa resolusi jihad ekonomi bertujuan mengarahkan umat agar bersungguh-sungguh dan bertekad kuat menjadi pelaku ekonomi.
“Supaya umat Islam tidak hanya menjadi objek, melainkan menjadi subjek dalam pergerakan ekonomi, ” ujar Lukman.
Baca juga: Wakil Ketua MUI Anwar Abbas Bersuara Lantang, Mahfud MD: Indonesia Butuh sebagai Pembanding
Saat menutup jalannya KEU II MUI secara resmi, Wapres RI, KH Ma’ruf Amin, mengapresiasi hasil kongres berupa Jihad Ekonomi Umat.
“Saya mengapresiasi jihad ekonomi yang dilakukan MUI salah satunya melalui penyelenggaraan Kongres Ekonomi Umat II ini, ” ujarnya saat menutup KEU II.
Kongres Ekonomi Umat II yang digelar pada 10-12 desember 2021 ini mengusung tema Arus Baru Penguatan Ekonomi Indonesia. Menurut Kiai Maruf, tema yang diusung sangat penting dibahas untuk menemukan langkah strategis ekonomi Indonesia di masa depan.
Apalagi, kata kiai Maruf, Presiden Jokowi telah menetapkan tujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Untuk itu, lanjutnya, berbicara arus baru ekonomi Indonesia hatus mengalir hingga tiba di tujuan tersebut.
“Dalam arus baru ekonomi kita harus menekankan tentang beberapa unsur yaitu penguatakan ekonomi dan keuangan syariah, bagian dari integral ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi yang inklunsif, serta pembangunan ekonomi yang harmonis dengan lingkungan,” tuturnya.
Baca juga: Ijtima Ulama MUI Minta Pemerintah Cabut Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021
Kiai Ma’ruf mendoakan agar hasil kongres ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ekonomi umat, dan ekonomi Indonesia secara luas.
“Semoga Allah SWT senantiasa memberikan inayahnya dan meridhoi segala ikhtiar yang kita lakukan, ” pungkas Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu.
Beritaneka.com—Kalangan anggota DPR mendukung penguatan kerja sama internasional untuk ketahanan ekonomi yang lebih besar dan pemulihan ekonomi yang inklusif serta percepatan ekonomi digital dan peningkatan konektivitas.
“Masalah ekonomi dan perdagangan global menjadi perhatian utama untuk memastikan rebound positifnya setelah hampir dua tahun lesu karena pandemi. Kami harus mengubah krisis ekonomi global yang berlangsung menjadi peluang sempurna untuk bersatu dengan kerja sama yang lebih kuat dari sebelumnya,” ujar Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Yohanis Fransikus Lema.
Anggota Komisi IV DPR RI ini juga mengucapkan terima kasih karena APPF telah mengakomodasi dua rancangan resolusi DPR RI tentang penguatan kerjasama internasional untuk ketahanan ekonomi yang lebih besar dan pemulihan ekonomi yang inklusif serta percepatan ekonomi digital dan peningkatan konektivitas.
Baca juga: Dasar Hukum tidak Jelas, Legislator DPR Kritisi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021
Politisi PDI-Perjuangan itu menekankan dampak negatif pandemi terhadap ekonomi global seperti meningkatnya permintaan dan gangguan rantai pasokan, aktivitas investasi yang lesu, utang yang membengkak, kontraksi perdagangan dan pariwisata.
“DPR RI juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk memperkuat multilateralisme, solidaritas dan kerja sama global dalam menangani pandemi dan dampaknya. Serta mendorong sepenuhnya untuk mengambil langkah-langkah ekonomi hijau untuk mencapai pemulihan ekonomi yang lebih berkelanjutan, pembangunan yang lebih cepat, dan masyarakat manusia yang lebih inklusif,” imbuh Ansy Lema.
Baca juga: Solusi Efektif, Pimpinan DPR Setuju Bentuk Pansus Masalah Garuda Indonesia
Sementara itu, Anggota BKSAP DPR RI Ratih Megasari Singkarru menyadari peran penting digitalisasi, inovasi, dan teknologi dalam mendorong ketahanan UMKM, khususnya di masa pandemi. Mengubah pandemi menjadi percepatan inovasi dan digitalisasi kolaboratif. “Pentingnya memastikan keamanan siber dan perlindungan data pribadi serta hal-hal terkait,” tukas politisi Partai NasDem itu.
Berdasarkan penekanan tersebut, DPR RI menurut Ratih menekankan rancangan untuk mendesak negara-negara Anggota APPF untuk memperkuat kebijakan dan kerangka peraturan yang meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan UMKM; juga mengambil tindakan untuk percepatan konektivitas digital di wilayah.
“Kami mendorong kerja sama yang lebih luas di kawasan untuk mengadvokasi kesadaran tentang manfaat masyarakat digital serta pendidikan dan inklusi digital untuk meningkatkan keterampilan dan literasi digital,” pungkas Anggota Komisi XI DPR RI itu
Beritaneka.com—Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani ekonomi Indonesia pulih ke level sebelum pandemi pada kuartal kedua tahun ini, bahkan lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Klaim Menkeu tersebut berdasarkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II dibandingkan periode yang sama tahun lalu, lebih baik dari pada negara tetangga Malaysia dan Singapura yang belum melebihi PDB sebelum pandemi.
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS Anis Byarwati menyebut bahwa perbandingan yang dikatakan Menkeu tidak komprehensif.
“Pemerintah mengambarkan pertumbuhan ekonomi secara parsial, padahal secara alamiah PDB per kuartal paling tinggi ada di kuartal III, perlu dibuktikan dulu apakah nanti kuartal ke III 2021 bisa tumbuh lebih tinggi dari kuartal II 2021 atau sebaliknya, jadi tidak bisa oversimplifikasi kita sudah pulih. Sebagai catatan Singapura itu sudah tumbuh positif 1,5 persen sejak kuartal I 2021, di saat yang sama Indonesia masih minus 0,7 persen” ujar Anis, dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/9).
Baca juga: Ada Impor Beras 41.600 Ton, PKS Minta Jokowi Usut Siapa Dalangnya
Anis juga menjelaskan Singapura, Malaysia, dengan Indonesia secara basis ekonominya berbeda. “Singapura basis ekonomi perdagangan internasional, sementara kita dominan didorong konsumsi rumah tangga. Mereka pun merespon cepat varian delta dengan pembatasan ketat, pun Malaysia lockdown dari awal, prioritas mereka kesehatan” ujarnya.
Anggota DPR RI Komisi XI dari Partai Keadilan Sejahtera ini mengingatkan berdasarkan proyeksi terakhir IMF, pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2021 ini bahkan dibawah rata-rata negara yang dikategorikan ASEAN-5 (4.9%) seperti Filipina (6.9%), Malaysia (6.5%), dan Vietnam (6.5%).
Indonesia hanya berada diatas Thailand (2.6%), tetapi juga masih jauh berada dibawah rata-rata negara-negara berkembang di Asia (Emerging and Developing Asia) dan negara-negara berkembang dan berpendapatan menengah umumnya ( _Emerging Market and Middle-Income Economies_ ) yang diproyeksikan akan tumbuh masing-masing 8.6% dan 6.9%.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini menyayangkan pemerintah sibuk pada data pertumbuhan ekonomi jangka pendek, sedangkan berdasarkan proyeksi IMF ekonomi Indonesia selalu turun di bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 6 persen pada tahun 2021. “Sayangnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia justru turun terus menjadi 4.3 persen dari 4.8 persen proyeksi bulan Januari dan turun lagi 3,9 persen proyeksi bulan Juli,” katanya.
Baca juga: Sulit Diterima Akal Sehat, Aleg PKS Prihatin Vonis Juliari Batubara
Legislator PKS ini menekankan kepada pemerintah untuk fokus kepada tantangan ekonomi jangka panjang yang tidak bisa hanya dengan membanggakan pertumbuhan ekonomi kuartal yang semu. “Tantangan kedepan lebih berat, adanya _tapering off_ bank sentral AS, risiko _imported inflation_ (inflasi karena harga barang impor naik), dan pemulihan ekonomi tidak merata di semua sektor,” tegasnya.
Terakhir Anis menyampaikan kualitas pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani rendah kualitasnya. Berdasarkan data BPS RI penduduk miskin secara ekstrim semakin bertambah, ketimpangan kesejahteraan semakin lebar, dan indeks gini rasio melonjak. “Kualitas pertumbuhan kita rendah, jadi, besar harapan sebaiknya pemerintah fokus kepada kinerja realisasi PEN dan perlindungan sosial yang tepat sasaran, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh semua masyarakat,” tuturnya.
Beritaneka.com—Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar didampingi Nyai Lilik Umi Nasriyah melaksanakan kunjungan kerja untuk meninjau Pertashop, kerjasama PT Pertamina dengan Bumdes Sukses Makmur Desa Jemirahan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada Jumat (3/9/2021).
Tinjauan ini merupakan tindak lanjut atas upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional di level desa yang dilaksanakan oleh Kemendes PDTT bersama Kementerian BUMN.
Halim Iskandar menjelaskan bahwa Bumdes saat ini sedang diupayakan untuk menjadi agen Pertamina di tingkat desa.
Baca juga: Gernas BBI Go Borneo Kemendes, Pertamina Siap Dorong Transformasi Digital
Adanya kerjasama ini tidak boleh sampai mengganggu usaha yang telah dijalankan oleh masyarakat di desa. Hal ini sebagaimana prinsip tegas Bumdes sebagai upaya untuk kesejahteraan masyarakat di desa.
“Selalu saya tekankan unit usaha yang dikembangkan oleh Bumdes jangan mengganggu dan merugikan usaha-usaha yang sudah dijalankan oleh warga masyarakat,” papar Halim Iskandar.
Baca juga: Raih WTP, Komisi V Siap Perjuangkan Backlog Anggaran Kemendes Tahun 2022
Pertashop di desa Jemirahan telah berjalan selama tiga bulan dengan pendapatan kotor per hari sebesar 1.800.000 dan pendapatan bersih per hari sebesar 170.000 dengan dua tenaga kerja.
Dalam kunjungannya ke Pertashop desa Jemirahan, Gus Menteri juga melayani pengisian BBM ke sejumlah warga. Hal yang sama juga dilaksanakan oleh Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa Harlina Sulistyorini dan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali.
Beritaneka.com—Partai Keadilan sejahterah (PKS) menilai kebijakan sertifikat vaksin yang diberlakukan diberbagai wilayah di Indonesia, khususnya DKI Jakarta, sejak pertengahan Agustus 2021 dapat mempersulit pemulihan ekonomi nasional.
“Kita sepakat bahwa dibutuhkan keseriusan dalam menangani persoalan pandemik Covid-19 karena kita tidak ingin persoalan yang menimpa banyak kota di Indonesia baru-baru ini terulang lagi,” ujar Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni, Kamis (02/09).
Baca juga: Ada Impor Beras 41.600 Ton, PKS Minta Jokowi Usut Siapa Dalangnya
Pria yang menyelesaikan gelar MBA bidang Perbankan Internasional dari Universitas Birmingham (Inggris) menyatakan penanganan yang diambil pun jangan justru menimbulkan persoalan baru terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Perlu kebijakan yang kontekstual, realistis, dan mengikuti dinamika yang terjadi terkait virus Covid-19 serta berbagai mutasinya.
“Sehubungan dengan hal diatas ada hal-hal penting yang perlu dipahami oleh segenap pemegang kebijaksanaan di pusat maupun daerah agar penanganan pandemik Covid-19 tidak menjadi counterproductive, dan mempunyai potensi berbiaya sangat mahal secara ekonomi dan sosial,” jelas mantan eksekutif senior Islamic Development Bank, Jeddah, Saudi Arabia ini.
Farouk menyatakan hal-hal yang perlu dilihat lebih jauh adalah: (i) persoalan dari virus Covid-19 itu sendiri; (ii) terkait efikasi (daya lindung) vaksin; (iii) kontroversi kewajiban vaksin (mandatory vaccine); dan (iv) kebijakan vaksinasi dari negara-negara besar yang diproyeksi mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di 2021 ini sebagai model.
Untuk yang pertama, tantangan baru dari persoalan pandemik Covid-19 dewasa ini, yakni dengan munculnya varian delta dan kemungkinan varian-varian lainnya, hal ini mulai menimbulkan pertanyaan terkait apakah ‘herd immunity’ bisa tercapai.
“Kondisi dimana kelompok yang sudah divaksinpun masih bisa tertular dan bahkan tetap bisa menularkan membuat Direktur Oxford Vaccine Group, Profesor Sir Andrew Pollard dalam pandangannya kepada parlemen Inggris menyatakan bahwa herd immunity adalah sesuatu yang mythical (mistis) dan menyarankan agar hal tersebut tidak menjadi desain kebijakan vaksinasi bagi Inggris dan juga dunia,” jelas ekonom yang masuk dalam list 500 orang yang berpengaruh dalam pengembangan ekonomi Islam ini.
Kedua adalah terkait efikasi dari vaksin itu sendiri. Dr. Gregory Poland, Direktur Vaccine Research Group di sebuah klinik terkenal di Amerika Serikat, Mayo Clinic, Rochester, Minnesota memperingatkan terkait munculnya variant-variant baru yang tidak mempan vaksin seperti Lambda dan B.1.62.1 juga menimbulkan pertanyaan terkait efektivitas vaksin-vaksin yang ada sekarang ini.
Hal ini mengingat adanya kasus di Belgia dimana ada 7 orang tewas yang semuanya telah tervaksin secara penuh yang diakibatkan oleh varian B.1.62.1. Persoalan yang ada adalah vaksin-vaksin yang beredar sekarang tidak diciptakan untuk menghadapi varian-varian yang bermunculan tersebut. Intinya, ketimbang penambahan dosis, dia melihat seharusnya ada vaksin-vaksin baru yang bisa berhadapan dengan varian-varian baru dari virus ini.
Terkait poin dua diatas, Farouk juga mengangkat beberapa studi di Inggris yang menemukan bahwa seiring dengan perjalanan waktu terjadi penurunan daya lindung dari vaksin-vaksin yang ada sekarang, dalam konteks ini Pfirzer-BioNTech dan AstraZeneca, mulai dari tiga, empat, dan lima bulan.
“Sehubungan dengan ini, seorang Associate Professor, Cellular Microbiology, Universitas Reading, Inggris, Simon Clarke menyatakan ini adalah pengingat bahwa kita tidak bisa bergantung hanya dari vaksin untuk mencegah penyebaran Covid,” ujar mantan Caleg PKS Dapil DKI II itu.
Poin ketiga, terkait isu kewajiban vaksin (mandatory vaccine). Ada pandangan kritis dari Dr. Marty Makari, Profesor Johns Hopkins University School of Medicine yang tidak melihat kebutuhan untuk itu. Dia menyatakan bahwa penanganan pandemik tidak bisa hanya dengan memandatkan vaksin kepada setiap orang karena hal tersebut tidak didukung oleh pendekatan science yang kuat.
Ketimbang menggunakan pendekatan vaksin, lebih baik menggunakan pendekatan imunitas seseorang. Imunitas adalah sesuatu yang dapat diketahui dengan test antibody yang sederhana. Dia juga berargumentasi bahwa tujuan penanganan pandemik adalah mengurangi kematian, sakit berat, dan kelumpuhan bukan sekedar melakukan vaksinasi ke segenap kelompok masyarakat dengan segala cara,” jelas Farouk.
Baca juga: Wacana Amandemen UUD 1945, PKS Tolak Jika untuk Ubah Masa Jabatan Presiden
Terakhir Farouk juga menjelaskan bahwa dewasa ini ada dua negara besar, AS dan China, yang diproyeksikan oleh IMF mempunyai pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi di 2021 (7.0% dan 8.1% masing-masing) dan bahkan kedua negara ini diproyeksikan oleh World Bank menjadi stimulan pertumbuhan ekonomi dunia dan akan berkontribusi lebih dari satu per empat dari pertumbuhan global di 2021, dengan AS berkontribusi hampir tiga kali dari rata-rata kontribusinya di tahun 2015-19, justru tidak menerapkan kebijakan sertifikat vaksin.
Kebanyakan negara bagian di AS sebagaimana dilaporkan oleh National Academy for State Health Policy (30 Agustus 2021) tidak memiliki aturan kewajiban vaksin bagi warganya, bahkan ada 20 negara bagian di AS yang melarang vaccine passports di AS dan hanya 3 negara bagian yang mengizinkan, dan selebihnya (27 negara bagian) netral terkait hal tersebut.
“Pada dasarnya kebijakan vaksinasi di Amerika Serikat adalah menggunakan pendekatan voluntary dengan berbagai insentif (termasuk insentif moneter) bagi yang melakukannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh National Health Commission, China yang mengedepankan pendekatan informed, consented, and voluntary,” tambah mantan Direktur Bank Muamalat ini.
Beritaneka.com—Komisi XI DPR RI bersama pemerintah menyepakati asumsi dasar makro ekonomi, target pembangunan dan indikator pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan kali ini lebih tinggi dari Rancangan APBN 2022 sebelumnya yang sebesar 5,0-5,5 persen.
“Kami sepakati besaran pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5 persen,” ungkap Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto, seperti dikutif dari laman resmi DPR, Selasa (31/08)
Baca juga: DPR Minta Pemerintah Perhatikan Ketersediaan Vaksin di Daerah Luar Jawa
Adapun asumsi lainnya yang diubah adalah tingkat suku bunga SUN 10 tahun menjadi 6,8 persen. Angkanya turun tipis dari target sebelumnya sebesar 6,82 persen. Kemudian, untuk asumsi dasar makro lainnya tetap sama seperti, inflasi sekitar 3 persen dan nilai tukar rupiah Rp14.350 per dolar AS.
Begitu pula dengan target pembangunan, dimana DPR dan pemerintah sepakat dengan angka di dalam RAPBN 2022. Untuk tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,5 persen-6,3 persen, tingkat kemiskinan 8,5 persen-9 persen, rasio gini 0,376-0,378, serta indeks pembangunan manusia (IPM) sebesar 73,41-73,46. Lalu, indikator pembangunan juga tak ada yang berubah. Nilai tukar petani tetap 103-105 dan nilai tukar nelayan 104-106.
Lebih lanjut, poltisi Fraksi Partai Golkar itu membacakan kesimpulan rapat bahwa DPR RI mendorong pemerintah melakukan penguatan penanganan sektor kesehatan sebagai kunci pemulihan ekonomi dan sosial.
Baca juga: PPMK Diperpanjang, DPR Minta Pemerintah Bantu Pelaku UKM
Belanja kementerian/lembaga dinilai dapat memberikan multiplier effect bagi perekonomian rakyat serta pemerintah diminta untuk dapat menjaga daya beli masyarakat dan mengoptimalkan capaian reformasi struktural di beragam sektor.
“Menteri Keuangan juga agar meningkatkan efisiensi biaya hutang sehingga yield SUN dapat mengurangi beban APBN,” terang Dito. Sementara Bank Indonesia dan pemerintah diharapkan berkoordinasi untuk mengembangkan UMKM, ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Legislator dapil Jawa Tengah VIII itu melanjutkan bahwa pemerintah dan Bank Indonesia agar mengantisipasi perkembangan perekonomian global yang dapat memberikan potensi risiko pada nilai tukar. “Pemerintah, Bank Indonesia dan OJK diharapkan ara memperkuat bauran kebijakan yang dapat mendorong pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Beritaneka.com—Salah satu upaya dalam penangan pandemic Covid-19 sekarang ini adalah melalui program vaksinasi. Ketua Departemen Ekonomi dan Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (Ekuin) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni mengatakan sudah waktunya jika program kesehatan juga disinergikan dengan program pemulihan ekonomi nasional, yakni kebutuhan untuk mengakselerasi produksi vaksin nasional.
Farouk menyebutkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan bahwa nilai impor vaksin (termasuk vaksin Covid-19) selama kuartal pertama 2021 adalah senilai USD 443.4 juta atau sekitar Rp. 6.4 triliun, terjadi peningkatan sekitar 1.315% dibandingkan impor yang sama selama kuartal pertama 2020.
Kebutuhan akan vaksin tentunya akan terus bertambah seiring dengan perjalanan waktu, sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) menyatakan bahwa sejak Januari-Juni 2021 Indonesia memiliki 70 juta dosis vaksin dan akan ada kebutuhan menambah paling tidak 290 juta dosis vaksin selama Juli-Desember 2021, dengan target vaksinasi 181,5 juta orang atau 363 juta jika masing-masing terima dua kali suntik.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meledak, Farouk Abdullah: Refleksi Kesalahan Paradigma Pembangunan Negara
Lebih lanjut Farouk menjelaskan Kebutuhan impor vaksin diatas belum mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan impor lainnya seperti alattes dan masker. Belum lagi kemungkinan Covid-19 menjadi endemic seperti yang diantisipasi Singapura, tentunya kebutuhan dana untuk vaksinasi akan selalu muncul.
“Melihat dana, dan potensi dana yang akan dikeluarkan sedemikian besar, maka sudah waktunya jika program kesehatan juga disinergikan dengan program pemulihan ekonomi nasional, yakni kebutuhan untuk mengakselerasi produksi vaksin nasional,”ujarnya.
Pria yang menyelesaikan gelar MBA bidang Perbankan Internasional dan Keuangan dari Universitas Birmingham (Inggris) ini memaparkan bahwa sejauh ini kita sudah sering mendengar ada dua kandidat vaksin nasional yaitu vaksin nusantara dan vaksin merahputih, disamping mungkin ada potensi vaksin-vaksin lainnya.
Sehubungan dengan ini, maka sudah selayaknya pemerintah melakukan segala hal yang diperlukan agar Indonesia bias memproduksi vaksinnya sendiri, sejauh ini selain Amerika Serikat & China, banyak negara juga sudah mulai memproduksi vaksinnya sendiri adalah Jerman, Belgia, India, Inggris, Belanda, Rusia, Swis, Korea Selatan, dan Brazil.
Farouk menjelaskan dewasa ini dengan munculnya varian delta dari Covid-19, efikasi dari berbagai vaksin juga mengalami penurunan. Kita menyaksikan begitu banyak tenaga kesehatan yang telah divaksin penuh dengan menggunkan vaksin Sinovac, ternyata juga masih tetap terinfeksi dan diperkirakan sekitar 20 diantaranya meninggal dunia.
Ternyata kasus ini juga tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga dinegara-negara lain seperti Seychelles, Mongolia, dan Bahrain. Di-Israel, kenaikan kasus positif Covid-19 juga terjadi terhadap warga yang telah mendapatkan vaksinasi secara penuh oleh Pfizer. Bahkan di Amerika Serikat sendiri Pfizer meminta kepada otoritas kesehatan yang ada agar dapat memberikan dosis tambahan, hal yang belum disetujui oleh otoritas terkait.
Baca juga: KPK Dilemahkan, PKS: Berdampak Buruk Terhadap Investasi
Lebih jauh mantan professional senior Islamic Developmeent Bank ini menguraikan ditengah kondisi bermutasinya virus dimana disatu sisi vaksin-vaksin yang ada sekalipun tidak terjamin keampuhannya, maka sudah selayaknya jika Indonesia juga berani mengambil tindakan untuk lebih bersemangat memproduksi vaksin nasional, karena pada dasarnya tidak ada vaksin yang sempurna saatini, tentunya dengan tetap melakukan yang terbaik secara scientific terkait factor keamanan (safety) dan keampuhan vaksin (efficacy) nasional.
“Akselerasi produksi vaksin nasional pada dasarnya bukan saja penting untuk membangun kemandirian kesehatan nasional, tetapi juga akan berdampak besar untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Kemandirian vaksinasi dapat mencegah terjadinya capital outflows yang sangat besar untuk impor vaksin,” jelas Farouk Alwyni.
Menurut Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) ini pemerintah perlu merespon kondisi yang penuh ketidak pastian dewasa ini dalam memerangi Covid-19 dengan komitmen untuk membangun kemandirian kesehatan nasional, dan yang terpenting dewasa ini adalah akselerasi produksi vaksin nasional, disamping tentunya juga mendorong lebih banyak lagi produksi alat test Covid-19 dan masker didalam negeri.
Beritaneka.com—Kalangan DPR menagih janji Pemerintah (Kemenko PMK dan Kementerian Sosial) yang sejak 1 Juli 2021 telah menyatakan akan segera menyalurkan bantuan sosial di tengah penerapan kebijakan PPKM Darurat. Janji itu mendesak ditagih karena hingga kini banyak sekali warga mengeluhkan belum kunjung menerima bantuan sosial tersebut.
Kebijakan PPKM Darurat sejak 12 Juli 2021 sudah diperpanjang dan diperluas hingga 15 Kabupaten/Kota di luar Jawa-Bali berdasarkan Instruksi Mendagri Nomor 15,16, dan 18 tahun 2021.
Pembatasan pergerakan tersebut membuat rakyat dan dunia kerja serta usaha semakin mengalami kesulitan ekonomi. Pemerintah seharusnya sejak dari awal sudah mengantisipasi dan secepat mungkin melunasi janjinya dengan segera menyalurkan semua bantuan sosial tunai bagi masyarakat terdampak Covid-19. Tentu, dengan tetap memperhatikan verifikasi dan validasi data penerima, agar tak terulang kasus-kasus bermasalah sebelumnya, termasuk bansos yang dikorupsi.
“Harusnya pemerintah benar-benar antisipatif dan melaksanakan kewajiban konstitusionalnya yaitu segera melindungi seluruh Rakyat Indonesia dari korona, kelaparan, dan dampak sosial ekonomi dari diberlakukannya PPKM Darurat itu. Perlindungan tersebut harusnya dilaksanakan sejak awal diberlakukannya PPKM Darurat, dengan tepat jumlah dan tepat sasaran sesuai verifikasi dan vaktualisasi DTKS, agar jangan terus tertunda akibat birokrasi di Kemensos, juga jangan sampai terulang kasus Bansos sebelumnya yang tidak tepat sasaran maupun yang dikorupsi,” ujar Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya ke wartawan di Jakarta.
Baca juga: Saling Lempar Tanggung Jawab, PKS Minta Presiden Turun Tangan Hentikan Masuknya TKA Asing
Hidayat yang merupakan Anggota DPR-RI Komisi VIII sebagai mitra Kemensos ini mengkritisi kinerja Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam kepedulian terhadap kelanjutan program Bansos Tunai yang sangat diperlukan Warga dan aman dari korupsi.
Pasalnya, sejak awal perpanjangan bansos tunai, Risma selalu berkilah soal ketiadaan anggaran, sekalipun Kementerian Keuangan berulang kali menyatakan bahwa anggaran tersebut tersedia tinggal menunggu surat pengajuan penerima dari Kemensos.
Kinerja Kemensos salurkan bantuan tunai di era PPKM darurat juga lamban. Pada Rabu (14/7/2021) di mana PPKM sudah berjalan 11 hari, PT Pos sebagai agen penyalur bansos baru menerima surat perintah bayar dari Kemensos, itu pun hanya untuk 2 juta penerima dari total 10 juta penerima bansos tunai.
Masalah akurasi data dan kelambanan pelaksanaan Bantuan Tunai ini juga diperparah dengan tidak segera dilibatkannya Komisi VIII DPR-RI dalam membahas dan memutuskan verifikasi dan validasi data bansos PPKM Darurat, sehingga dirinya mempertanyakan kebenaran dan kevalidan dari data penerima yang dipergunakan oleh Kementerian Sosial saat ini.
Sebab, pada rapat kerja terakhir Komisi VIII dengan Kemensos soal verivali data (24/5/2021), Komisi VIII masih mempertanyakan dan meminta Kemensos memperbaiki data penerima bantuan sosial, dan hingga masa sidang berakhir pada 15/07/2021, verifikasi dan validasi data DTKS belum pernah diputuskan bersama antara Mensos dan Komisi VIII DPR.
Padahal sebelumnya Mensos Risma secara sepihak sudah mendelete(menidurkan) 21 juta DTKS yg diklaim bermasalah oleh Kemensos.
“Alih-alih bersinergi dengan Komisi VIII DPR-RI untuk membahas verivali data sehingga bansos PPKM Darurat bisa lebih tepat sasaran, dan bisa menjauhkan dari bansos dikorupsi, Menteri Risma malah menghadirkan kegaduhan publik, dengan marah-marah di depan umum yang membawa-bawa Papua sehingga membuat marah warga Papua. Mensos harusnya di era covid-19 seperti sekarang ini makin menenteramkan semua WNI, tidak malah membuat pernyataan yang dinilai mengandung rasisme sehingga membuat gerah warga Papua.
Karenanya segera minta maaf dan menarik pernyataan sangat lah dianjurkan, kemudian fokus segera percepat dan perluas penyaluran bansos dengan data-data yang benar-benar valid, sebelum PPKM Darurat berakhir!,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menjelaskan, kelambanan Risma dalam penyaluran Bansos membuat semakin banyak warga terdampak Covid-19 tidak bisa tinggal di rumah, sehingga menyebabkan lonjakan signifikan paparan virus Covid-19.
Sejak awal PPKM Darurat diberlakukan pada 3 Juli 2021, penambahan kasus baru harian Covid-19 justru terus mengalami peningkatan dari 34.379 hingga kini mencapai 47.889 per hari.
Baca juga: KPK Dilemahkan, PKS: Berdampak Buruk Terhadap Investasi
Di saat yang sama, berdasarkan keterangan Bank Indonesia (14/07/2021), aktivitas bisnis turun hingga setengah dari kuartal sebelumnya akibat penerapan PPKM Darurat.
Kondisi ini menyebabkan rakyat tidak hanya terpapar oleh virus Covid-19, tapi juga terpapar oleh ancaman kemiskinan, pengangguran, dan kelaparan yang tentu mengurangi imun dan daya tahan tubuh di tengah situasi pandemi, sehingga dapat meningkatkan risiko kematian.
Hidayat mendesak Risma untuk segera melengkapi surat perintah bayar bagi seluruh penerima bansos tunai PPKM Darurat, sehingga para warga yang terdampak sosial-ekonomi bisa kembali bertahan atasi dampak buruk Covid-19.
“Saat ini banyak masyarakat yang menggantungkan hidup dari pendapatan harian masih terpaksa keluar mencari nafkah, dikarenakan tidak kunjung cairnya bansos dari Pemerintah. Mensos harusnya peka dan peduli akan hal ini, dengan segera mencairkan bansos tunai, bahkan lebih baik lagi jika perjuangkan perluasan penerima bansos akibat semakin banyaknya WNI terdampak covid-19, apalagi dengan diberlakukannya keputusan Pemerintah yang memperpanjang dan memperluas wilayah yang diberlakukan PPKM Darurat,” pungkasnya.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Beritaneka.com—Ekonomi Indonesia sedang kritis. Bahkan sudah kritis jauh sebelum pandemi covid-19. Pandemi hanya sebagai pemicu ledakan bom waktu.
Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021 (Q1/2021) minus 0,74 persen dibandingkan Q1/2020. Minus empat kuartal berturut-turut. Q2/2021 bisa membuat pemerintah agak sedikit lega. Karena pertumbuhan Q2/2021 akan positif. Tetapi bukan berarti pertumbuhan ekonomi sudah pulih. Pertumbuhan Q3/2021 bisa anjlok lagi.
Tetapi, masalahnya bukan di pertumbuhan ekonomi. Permasalahan yang kronis ada di keuangan negara. Permasalahan fiskal. Keuangan negara dalam kondisi sangat kritis. Secara teknis dapat dikatakan bangkrut.
Penjelasannya begini. Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB turun dari 11,4 persen (2014) menjadi 9,8 persen (2019). Kemudian anjlok menjadi hanya 8,3 persen (2020). Dan anjlok lagi menjadi 7,3 persen (Q1/2021). Kritis.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Di lain sisi, rasio beban bunga terhadap PDB naik terus membebani anggaran yang terus menciut. Naik dari 1,3 persen (2014) menjadi 1,7 persen (2019). Kemudian naik lagi menjadi 2 persen (2020 dan Q1/2021). Beban bunga ini pun sudah dibantu oleh Bank Indonesia, yang kasih utang ke pemerintah tanpa bunga, atau dengan suku bunga ringan.
Akibatnya, defisit anggaran dan utang pemerintah melonjak. Karena penurunan penerimaan negara tidak diikuti penurunan belanja negara yang masih tetap tinggi. Defisit anggaran tahun 2020 mencapai 6,2 persen dari PDB. Defisit 2021 dianggarkan 5,7 persen.
Defisit anggaran tersebut membuat rasio utang pemerintah terhadap PDB naik tajam, dari 24,7 persen (2014) menjadi 30,2 persen (2019). Dan melonjak menjadi 39,4 persen (2020). Diperkirakan akhir tahun 2021 ini rasio utang mencapai 46 persen hingga 48 persen dari PDB.
Oleh karena itu, sulit disanggah kondisi fiskal saat ini sedang kritis. Bahkan sulit terselamatkan. Semua pilihan kebijakan akan berakibat buruk. Berakibat resesi. Mari kita lihat lebih detil, kebijakan apa saja yang bisa menjadi pilihan.
Defisit anggaran lambat laun akan kembali ke batas maksimal 3 persen dari PDB. Saat ini defisit anggaran sekitar 6 persen dari PDB. Berarti akan ada pengurangan defisit sebesar 3 persen dari PDB. Yang cuma dapat dicapai dengan dua cara.
Pertama, memangkas belanja negara. Defisit saat ini sekitar 6 persen. Untuk mendapatkan defisit 3 persen, maka belanja negara harus turun sekitar 3 persen (dari PDB), atau sekitar Rp450 triliun. Akibatnya, ekonomi akan kontraksi. Bisa turun 3 sampai 6 persen.
Karena setiap penurunan 1 persen konsumsi (dari PDB), ekonomi bisa kontraksi antara 1 sampai 2 persen, bahkan bisa lebih. Kalau pemerintah ada hitungan lain, mohon penjelasannya.
Kedua, defisit anggaran bisa dikurangi dengan menaikkan pendapatan negara. Dengan cara menaikkan pajak. Yang paling mudah dan mungkin efektif menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Seperti sekarang yang sedang diinisiasi, dan dibahas di DPR.
Kalau ini terjadi, maka penerimaan pajak (PPN) akan naik, dan defisit anggaran berkurang. Utang juga berkurang. Tetapi, akibatnya lebih buruk dari pengurangan utang dengan memangkas belanja negara, seperti dijelaskan pada butir pertama di atas. Karena, kenaikan PPN berbuah inflasi. Daya beli turun.
Kenaikan PPN akan membuat konsumsi masyarakat turun sebesar kenaikan PPN yang masuk ke kas negara. Dampaknya, setiap penurunan 1 persen konsumsi masyarakat (dari PDB) untuk menambal defisit anggaran, ekonomi akan kontraksi sekitar 2 persen hingga 3 persen.
Baca juga: BUMN dan Pemerintah: Mesin Utang Luar Negeri
Itu menurut sebuah kajian di Amerika Serikat. Bagaimana di Indonesia? Apa konsekuensi kebijakan kenaikan PPN terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran, kemiskinan serta ketimpangan sosial?
Kenaikan pajak membuat pertumbuhan ekonomi melemah, merupakan hal tidak terbantahkan. Karena pajak dan pertumbuhan ekonomi mempunyai korelasi negatif. Kalau pajak naik, pertumbuhan ekonomi akan turun. Kalau pajak turun, pertumbuhan ekonomi akan naik. Makanya pajak merupakan instrumen utama kebijakan fiskal.
Dengan demikian, kita sudah harus siap siaga menghadapi krisis dan resesi berkepanjangan di 2022. Seiring dengan diberlakukannya kenaikan dan perluasan PPN.
Pilihan ketiga adalah mempertahankan status quo. Kebijakan fiskal berjalan seperti sekarang. mempertahankan defisit anggaran tinggi. Peraturan dan UU yang menghalangi akan diubah. Kalau ini menjadi pilihan, maka keuangan negara dipastikan juga ambruk. Utang menggunung. Mungkin Bank Indonesia harus terus cetak uang. Inflasi akan melonjak. Kepercayaan luar negeri luntur. Devisa kabur. Selamat datang 1998.