Beritaneka.com—Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Jumat (4/6/2021), mengunjungi dua lokasi usaha di Jawa Barat yang dapat tetap bertahan di masa pandemi. Dalam berdialog dengan para pelaku industri, Airlangga mendengarkan aspirasi-aspirasi yang disampaikan sebagai upaya untuk mendorong industri kecil menengah untuk terus berkembang di pasar lokal maupun global.
Dalam kunjungan tersebut, lokasi pertama yang dikunjungi Airlangga bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang adalah PT. Santosa Kurnia Jaya yang merupakan perusahaan skala menengah yang bergerak di bidang industri tekstil dan manufaktur. Usaha yang didirikan oleh Dudi Gumilar ini memiliki 139 karyawan. Perusahaan yang berlokasi di Majalaya Kabupaten Bandung ini telah menjamah pasar ekspor yaitu Negara Jepang.
“Pemerintah berkomitmen untuk mendukung industri kecil dan menengah. Apalagi industri kain di Majalaya ini karena memiliki kluster sendiri jadi harus punya daya saing. Banyak hal yang bisa dilakukan Pemerintah, salah satunya terkait modal kerja, apalagi untuk ekspor. Kalau kreditnya tidak sedang macet, ada program dari Pemerintah untuk memberikan tambahan modal kerja dan bisa restrukturisasi 2 tahun,” kata Airlangga.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Wirausaha Baru 4 Persen Tahun 2024
Memasuki Triwulan II-2021, sinyal pemulihan ekonomi semakin menguat dibandingkan Triwulan I lalu. Pemulihan kepercayaan masyarakat yang mendorong perbaikan permintaan domestik terus direspon positif oleh industri dengan meningkatkan aktivitas produksinya dan tercermin dari PMI Manufaktur yang terus meningkat ke level 55,3 di Mei 2021, naik dari posisi 54,6 pada April 2021.
Momentum akselerasi pemulihan ekonomi melalui penguatan permintaan terus berlanjut. Airlangga berharap jumlah wirausahawan di Indonesia semakin meningkat, khususnya dalam momentum pemulihan ekonomi nasional. Bertambahnya wirausahawan di Indonesia tentunya akan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan akan mendorong produktivitas serta mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Selanjutnya, kunjungan dilakukan ke PT Kreuz Bike Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung. Perusahaan yang pada awalnya merupakan industri rumahan yang menjual tas sepeda ini seiring berjalannya waktu memproduksi sepeda dan frame. Dengan 15 orang karyawan yang dimiliki, perusahaan ini bisa memproduksi kurang lebih 60 sepeda per minggu. PT Kreuz Bike Indonesia telah mendapatkan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI). Perusahaan yang telah dipercaya masyarakat ini bekerja sama dengan beberapa perusahaan lain dalam proses produksinya.
Baca juga:Jaga Stok, Vaksin Sinovac 8 Juta Dosis Tiba di Indonesia
“Industri kecil pembuat sepeda ini berkualitas bagus. Di masa pandemi justru penjualannya meningkat dan bisa memproduksi 150 unit per bulan dengan kualitas premium. Ini luar biasa. Saya mengapresiasi dan meyakini produk karya pemuda bangsa ini mampu bersaing dengan hasil produksi luar negeri. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian, pasti mendorong industrinya,” pungkas Airlangga.
Para pelaku usaha diharapkan dapat mempertahankan semangat juang dalam berwirausaha agar bisa terus memberikan dampak positif khususnya bagi masyarakat dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan secara umum bagi negara dengan membantu pergerakan roda perekonomian nasional.
Beritaneka.com—Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan mengingatkan terkait rencana Pemerintah menaikkan tarif PPN akan memperlebar jurang kesenjangan ekonomi. Padahal UUD 1945 mengamanatkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum, tetapi nyatanya ketimpangan masih nyata terjadi. Sebagian kecil orang menguasai lebih dari 50 persen aset nasional. Hal ini diperparah dengan semakin tingginya ketimpangan fiskal. Subsidi dan bantuan sosial terus dipangkas, insentif perpajakan untuk orang kaya diperbesar.
“Saat Pemerintah mewacanakan akan meningkatkan tarif PPN menjadi 15 persen, yang jelas hal tersebut akan mengurangi daya beli masyarakat luas, PPNBM malah dipotong. PPNBM notabane nya adalah pajak untuk orang berpendapatan tinggi. Dari sana kita dapat menyaksikan secara gamblang terjadinya ketimpangan dan ketidakadilan dalam kebijakan fiskal”, ujar Wakil Ketua Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam.
Baca juga: Presiden PKS: Pemerintah Indonesia harus Bawa Kejahatan Kemanusiaan Zionis-Israel ke Dewan HAM PBB
Menurut Awal, berdasarkan dokumen KEM-PPKF 2022, ditulis secara jelas bahwa strategi Pemerintah adalah perluasan basis perpajakan (ekstensifikasi). Sehingga perlu ada kejelasan dan konsistensi kebijakan dari Pemerintah. Kenaikkan tarif PPN akan kontraporduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional. Sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat, dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri.
“Artinya, kenaikkan tarif PPN tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi industri,” imbuhnya.
Harus diakui menurutnya bahwa pendapatan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih jauh di bawah potensi yang ada. Rasio PPN terhadap PDB hanya mencapai 3,6%, sangat rendah dari standar negara-negara secara umum yang mencapai 6% hingga 9%. Sehingga, potensi penerimaan PPN dipekirakan masih mencapai 32% dari potensi yang ada. Tetapi, dibandingkan meningkatkan tarif yang akan berdampak kepada masyarakat secara umum, seharusnya Pemerintah fokus memperluas basis perpajakan PPN.
Anggota Komisi XI DPR RI ini juga mendorong Pemerintah untuk menyusun target pendapatan, terutama penerimaan perpajakan yang realistis. Terjadinya shortfall perpajakan pada dasarnya perlu diantisipasi sejak awal, terlebih masih lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat dampak pandemi, deindustrialisasi dini dan ketidakpastian perekonomian global.
Baca juga: Pilpres 2024 Memiliki Tiga Rasa, PKS Siapkan Tiga Strategi
Awal menilai bahwa target pendapatan negara masih terlalu ambisius. Apabila dibandingkan dengan target 2021, maka target penerimaan perpajakan pada KEM-PPKF mengalami pertumbuhan sebesar sampai 5,2 persen. Target pendapatan negara juga, dengan skenario optimis juga akan tumbuh 8,6 persen dibandingkan target 2021.
Pemerintah harus mengatur target pendapatan ini secara lebih realistis. Sebagai perbandingan, pada tahun 2019, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen saja, penerimaan perpajakan hanya tumbuh sebesar 3,3 persen. Lebih lanjut, dengan masih lambatnya progress vaksinasi, baik di Indonesia, dan potensi gelombang Covid ke-3 di sejumlah negara, maka diperkirakan permintaan global masih lemah, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pendapatan.
Awal mengingatkan terkait kinerja program PEN, khususnya untuk insentif perpajakan, di tahun 2020 yang masih jauh dari optimal. Untuk insentif perpajakan, dari pagu Rp 120 triliun, realisasinya hanya mencapai 46,8%. Hal ini menjadi miss opportunity yang besar, terutama tambahan anggaran untuk program PEN dibiayai oleh tambahan utang, yang menjadi beban APBN ke depannya.
“Lebih lanjut, insentif perpajakan banyak dinikmati oleh pelaku usaha skala besar, bukan UMKM. Berdasarkan data, dari total nilai realisasi insentif perpajakan pada program PEN, hanya 1,17% yang dinikmati oleh UMKM”, tegasnya.
Beritaneka.com—Pemerintah terus melakukan antisipasi lonjakan kasus Covid-19 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi agar terus berlanjut di Kuartal II dan selanjutnya. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021 yang diandalkan untuk mendorong pemulihan ekonomi, sampai dengan 11 Mei 2021 realisasinya mencapai 172,35 triliun rupiah atau 24,6% dari pagu Rp. 699,43 Triliun.
“Ekonomi Indonesia akan rebound di tahun 2021. Dengan kontraksi ekonomi di Q2-2020 yang sebesar -5,32%, PDB Harga Konstan (ADHK) di Q2-2020 turun menjadi hanya Rp2.589,8T. Jika PDB di Q2-2021 dapat dikembalikan ke level normal Q2-2019 saja (Rp2.735,4T), maka growth pada Q2-2021 sudah mencapai angka 6,3%. Kalau ditambah dengan berbagai extra-efforts yang telah dilakukan, maka optimis pertumbuhan di Q2-2021 bisa di kisaran 7%,” kata Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Baca juga: Kasus Harian Covid-19 Naik, Pemerintah Perpanjang PPKM Mikro Hingga 31 Mei 2021
Airlangga menambahkan bahwa secara spasial, sektor-sektor yang tumbuh positif di lebih dari 60% Provinsi adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air dan Pengelolaan Sampah; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
“Perbaikan pertumbuhan Ekonomi sudah terjadi di berbagai Provinsi. 10 Provinsi yang sudah tumbuh Positif adalah Riau (0,41%); Papua (14,28%); Sulteng (6,26%); Jogja (6,14%); Sulut (1,87%); Sultra (0,06%); NTT (0,12%); Papua Barat (1,47%); Babel (0,97%); dan Malut (13,45%),” jelas Airlangga. Selanjutnya, Airlangga juga mengatakan bahwa ada 10 Provinsi yang menyumbang 77,71% terhadap total PDB nasional di Q1-2021.
Realisasi PEN kuartal II dengan rincian sebagai berikut:
o Realisasi Kesehatan Rp 24,90 T atau mencapai 14,2% dari pagu sebesar Rp.175,22 T;
o Realisasi Perlinsos Rp 56,79 T atau mencapai 37,8% dari pagu sebesar Rp.150,28 T;
o Realisasi Program Prioritas Rp 21,8 T atau mencapai 17,6% dari pagu sebesar Rp.123,67 T;
o Realisasi Dukungan UMKM dan Korporasi Rp 42,03 T atau mencapai 21,7% dari pagu sebesar Rp.193,53 T;
o Realisasi Insentif Usaha Rp 26,83 T atau mencapai 47,3% dari pagu sebesar Rp.56,72 T.
Sedangkan untuk penyaluran Perlindungan Sosial (Perlinsos), telah dilakukan upaya percepatan sehingga sampai dengan 11 Mei 2021 realisasinya sebagai berikut:
o Program Keluarga Harapan (PKH) mencapai Rp. 13,83 Triliun atau 48,19% dari anggaran Rp. 28,71 Triliun;
o Kartu Sembako mencapai Rp.17,24 Triliun atau 38,20% dari anggaran Rp.45,12 Triliun;
o Program Bantuan Sosial Tunai (BST) mencapai Rp.11,18 Triliun atau 98,39% dari anggaran Rp.12,0 Triliun;
o Program BLT Desa mencapai Rp.2,51 Triliun atau 17,41% dari anggaran Rp. 14,4 Triliun.
Baca juga: Sektor Padat Karya Dapat Prioritas Vaksin Gotong-Royong
Di samping itu, perkembangan kinerja dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) sampai dengan 10 Mei 2021 adalah sebagai berikut:
o Realisasi KUR Jan 2021 s/d 10 Mei 2021 sebesar 90,30 triliun rupiah (35,69% dari target 2021 sebesar 253 triliun rupiah), diberikan kepada 2,49 juta Debitur, sehingga total Outstanding KUR sejak Agustus 2015 sebesar 232,24 triliun rupiah dengan NPL 0,71%
o Penyaluran KUR selama 2021 berdasarkan jenis, yaitu KUR Super Mikro (4,70%), KUR Mikro (62,07%), KUR Kecil (33,20%), dan KUR untuk PMI (0,02%). (ZS)
Beritaneka.com—Dalam kondisi pandemi seperti ini banyak sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan negatif. Akan tetapi, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih tumbuh positif.
Prof Nunung Nuryartono, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University, menyampaikan ada makna yang mesti disyukuri atas pertumbuhan positif tersebut. Meski di sisi lain terdapat persoalan yang senantiasa menjadi perhatian yaitu terjadinya peningkatan jumlah penduduk miskin.
“Saya ingin tekankan banyak penduduk miskin tinggal di desa yang notabene petani. Bagaimana kemudian kewajiban kita untuk bisa mensejahterakan petani sebagai aktor penting dalam produksi pertanian,” kata dia.
Baca juga: Berbagai Inovasi IPB University Bidang Kehutanan dan Pertanian
Dalam bahasa Arab ditemukan istilah yang hampir mirip yakni fallah (pertanian) dan falah (kemenangan). “Pada seruan adzan kita sering mendengar seruan hayya’alalfalah yaitu marilah kita menuju kemenangan atau kesejahteraan. Lalu seperti apa hubungan pertanian dengan kemenangan kesejahteraan,” ujarnya.
Lebih lanjut Prof Nunung menjelaskan, prinsip di dalam Islam mengenai proses produksi. Sedikitnya dia mencatat ada empat prinsip utama dalam produksi yaitu: Pertama, optimalisasi dalam berkarya. Kedua, istiqomah yaitu konsisten dalam proses produksi, selanjutnya tidak merusak, dan yang Ketiga atau terakhir adalah orientasi produksi harus pada kemaslahatan.
“Bagaimana proses produksi maka kita dapat merujuk surat dalam Al-Quran misal pada surat An-Nahl menunjukkan bagaimana aktivitas itu dilakukan. Ayat yang kelima “Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kamu makan,” ujarnya.
Pada ayat lainnya ayat 10-11, “Dia lah yang menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya untuk minuman dan sebagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, yang pada tempat tumbuhnya kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman, zaitun, kurma anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memikirkannya.”
Pada tiga ayat tadi yang satu sektor peternakan, kemudian selanjutnya sektor tanaman pangan dan perkebunan.
Baca juga: Hadapi Ancaman Ayam Impor Brazil, Pakar IPB Minta Pemerintah Permudah Impor Bahan Baku Pakan
Selanjutnya pada ayat ke 14, “Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan untukmu agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar, dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya dan supaya kamu mencari keuntungan dari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.”
“Dari tiga ayat saja, ada proses produksi yang harus kita lakukan. Apakah itu tanaman, segala sumber daya yang tersedia di laut dan bagaimana memanfaatkan air hujan untuk menyuburkan dan mengelola tanaman,” jelasnya.
Ia menambahkan ayat di atas menginspirasi amal saleh dengan harapan memperoleh keberuntungan di dunia dan akhirat. Menurutnya dalam berbuat satu kebaikan hendaknya tidak segera mengharapkan hasil secara instan. “Dalam konteks pertanian yang secara sabar mulai dari menanam, mengolah merawat hingga memperoleh hasil. Jadi bagaimana mengoptimalkan setiap karya kita secara konsisten dan istiqomah,” tuturnya.
Ketika bicara sektor pertanian maka kita akan melihat persoalan kesejahteraan. Prof Nunung mengingatkan tujuan manusia dihadirkan di bumi serta konsep circular economy.
“Menyisir ayat Qur’an saya temukan beberapa catatan. Dalam Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 “Dan ingatlah tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang Khalifah, berkata mereka apakah engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau, Ia berkata sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
“Ada makna mendalam di mana fungsi kita sebagai khalifah memelihara dan merawat bumi, bukan sebaliknya. Dalam konsep circular economy ternyata Islam sudah menunjukkan bahwa dalam setiap aspek produksi harus memberikan kemanfaatan yang optimal. Sementara dalam konsep konvensional yang kita pahami dalam proses produksi itu linear ada sesuatu yang bersifat residu dan dibuang, padahal di dalam Islam mengajarkan semua itu bisa termanfaatkan dengan mengikuti seluruh siklus ini, sehingga di Barat sering didengungkan konsep reuse, recycle,” ungkapnya.
Pada konsep konsumsi, dalam surat Al-A’raf 31 menegaskan pada kita, “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
“Jadi dalam konteks produksi dan konsumsi ada balance di sana. Bagaimana memanfaatkan keseluruhan sumberdaya secara optimal untuk kemaslahatan secara konsisten atau istiqomah dan ada unsur sabar di sana dan dalam konteks konsumsi kita dilarang berlebih-lebihan. Inilah the beauty of Islam,” imbuhnya.
Menurutnya Islam sudah memberikan arahan untuk memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada dengan ilmu pengetahuan. “Karena tugas kita sebagai Khalifah memelihara dan merawat bumi alam semesta beserta seisinya”, ujarnya.
Di akhir ia menyampaikan sebuah hadits, “Tidaklah seorang muslim yang bercocok tanam kecuali setiap tanaman yang dimakannya bernilai sedekah baginya, apa yang dicuri darinya menjadi sedekah baginya, apa yang dimakan binatang liar dan burung menjadi sedekah baginya dan tidaklah seorang mengambil darinya menjadi sedekah baginya.”
“Hadits ini menunjukkan kemuliaan pekerjaan sebagai petani, dan hikmah lain secara implisit banyak sekali hak petani yang menyangkut taraf hidup layak yang tercuri oleh sistem perekonomian yang kurang adil,” tutup Prof Nunung.
Beritaneka.com—Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh mencapai 6,9 persen hingga 7,8 persen pada kuartal II-2021. Proyeksi tersebut mengalami perubahan perkiraan sebelumnya yang hanya tumbuh 6,7 persen.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, pertumbuhan 7,8 persen bisa dicapai karena pemulihan ekonomi di kuartal II. Pemulihan terutama didorong membaiknya seluruh komponen pengeluaran. Data yang ada memperlihatkan, periode April-Juni 2021, seluruh komponen pengeluaran tumbuh positif.
Baca juga: Pemerintah Naikkan Plafon KUR UMKM hingga Rp20 Miliar
Misalnya, untuk konsumsi rumah tangga, pertumbuhannya di kuartal II diperkirakan bisa mencapai 6,9 persen hingga 7,9 persen. Faktor pendukung peningkatan konsumsi rumah disebabkan adanya kebijakan Harbolnas Ramadhan, hingga pencairan THR untuk Aparatur Sipil Negara (ASN)/PNS dan TNI/Polri.
Namun, target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang tinggi, di tengah pandemik Covid-19, di mata pengamat ekonomi terlalu percaya diri dan tidak melihat realita yang ada di tengah-tengah masyarakat.
“ Terlalu over optimis,” ujar Bhima Yudhistira Ekonom INDEF kepada Beritaneka.
Bhima menegaskan target pemerintah tersebut terlalu berlebihan, karena perkiraan yang dibuatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ke II baru 1-2%.
Selain itu, alasan pertumbuhan yang ditargetkan pemerintah sulit untuk dicapai karena beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah sendiri. Misalnya, pada bulan Ramadhan ini menjelang Idul Fitri, pergerakan perantau untuk mudik ke kampung halaman dibatasi. Kebijakan pemerintah, mulai tanggal 6 sampai 17 Mei 2021 dilarang mudik.
“Ada pelarangan mudik Lebaran. mobilitas terhambat belanja masyarakat juga rendah,” ungkap Bhima.
Bhima mengakui memang ada daya pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi ekspor. Namun, pengaruhnya kecil. Pertumbuhan positif hanya ditopang rebound ekspor komoditas yang nilai tambahnya kecil.
Kebijakan lain pemerintah yang menjadi faktor penghambat target pertumbuhan ekonomi akan sulit dicapai, jelas Bhima adalah belanja pemerintah serapannya lambat dan cenderung berkurang, misalnya THR ASN yang tidak penuh.
“Padahal support dari belanja pemerintah diperlukan,” tegasnya. (ZS)