Beritaneka.com—Ilmuwan Indonesia harus berkolaborasi dalam menerapkan pendekatan bioinformatika dan network pharmacology. Pasalnya, sampai tahun 2020, Indonesia baru memiliki 24 produk fitofarmaka dan 62 produk obat herbal yang terstandarisasi.
Padahal, Indonesia diperkirakan memiliki 28 ribu spesies tanaman hutan tropis yang berpotensi sebagai sumber obat herbal.
“Melalui pendekatan bioinformatika dan network pharmacology, menemukan produk obat berbahan dasar alami kini menjadi semakin mungkin. Dengan demikian, eksplorasi biodiversitas tanaman herbal Indonesia semakin optimal,” ujar Dr Wisnu Ananta Kusuma, pakar bioinformatika dari IPB University, dalam keterangan tertulis, Jumat (15/10).
Baca juga: Burbus, Bubur Instan Pencegah Stroke Inovasi Mahasiswa IPB
Lebih lanjut, dosen IPB University itu menyebut, prinsip network pharmacology memanfaatkan teori graf dan sistem biologi untuk memahami interkoneksi yang dinamis dan kompleks pada sistem molekular. Dengan menggunakan metode tersebut, mekanisme interaksi antar gen maupun antar protein, serta interaksi antara protein dan penyakit dapat dipahami.
Saat ini, katanya, ilmuwan di dunia telah menerapkan network pharmacology dan teknologi omics untuk memperkaya analisis dalam pengembangan pengobatan presisi (precision medicine). Melalui penerapan machine learning, hubungan fenotipe dan penanda genom akan semakin mudah dianalisis.
Dr Wisnu menerangkan, penelitian obat herbal di Indonesia umumnya dilakukan dengan melakukan uji in vitro, in vivo, hingga uji klinis terhadap tanaman yang telah digunakan secara turun temurun.
Oleh karena itu, eksplorasi biodiversitas tanaman obat belum bisa dilakukan secara optimal. Ia pun berharap, dengan pendekatan bioinformatika, dapat ditemukan tanaman potensial yang memilki efikasi tertentu.
Baca juga: Dosen Mengabdi IPB, Fasilitasi Pengembangan Desa Wisata Berbasis Agro di Desa Benteng
Dari perspektif ilmuwan komputer, ia menyebutkan metode yang dilakukan dimulai dengan seleksi protein target. “Teknik yang digunakan yakni pendekatan berbasis topologi dan clustering untuk menganalisis interaksi antar protein.
Selanjutnya, protein-protein target terpilih digunakan untuk membangun model prediksi senyawa herbal potensial berbasis machine learning,” kata Wisnu Ananta.
Model ini selanjutnya digunakan untuk memprediksi senyawa herbal yang berpotensi untuk mengurangi hiper-inflamasi pada COVID-19. Pendekatan ini juga diterapkan bagi analisis jaringan adiposa coklat yang berperan penting dalam kasus obesitas. Beberapa fungsionalitas dalam pendekatan ini telah diterapkan pada aplikasi IJAH Analytics (http://ijah.apps.ipb.ac.id).