Beritaneka.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan kepada para menterinya dan pemerintah daerah (pemda) untuk membeli produk dalam negeri.
Jokowi pun mengungkapkan rasa sedih karena APBN dan APBD belum sepenuhnya dibelanjakan untuk produk dalam negeri.
“Sedih, ini uang rakyat, uang yang dikumpulkan dari pajak, baik ppn pph badan pph perorangan, pph karyawan dari pihak ekspor dari PNPB dikumpulkan dengan cara yang tidak mudah. Kemudian belanjanya produk impor bodoh sekali kita,” ujar Jokowi dalam sambutannya pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2022, Selasa (14/6/2022).
Baca Juga:
Charta Politika: 63,1% Publik Dukung Jokowi Reshuffle Kabinet
Presiden pun menyampaikan sindiran halus yang menyebut pihak kementerian dan Pemda diisi oleh orang-orang pintar, namun terlihat bodoh karena lebih memilih produk impor. “Maaf kita ini pinter-pinter tapi kalau caranya seperti ini bodoh sekali kita. Saya harus ngomong apa adanya,” kata Jokowi.
Jokowi mengarahkan, belanja pemerintah pusat maupun belanja pemerintah daerah harus memiliki tiga hal yang penting. Yakni menciptakan nilai tambah, membangkitkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan efisien. Maka dari itu dirinya ingin pemerintah pusat dan daerah untuk memaksimalkan APBN 2.714 triliun dan APBD 1.197 triliun untuk belanja produk dalam negeri.
“Ini APBN loh ini uang APBD loh belinya produk impor Nilai tambahnya yang dapet negara lain, lapangan kerja yang dapat orang lain apa gak bodoh kita ini,” ungkap Jokowi.
Beritaneka.com—Kunjungan Jokowi ke Wonosobo yang diiringi dengan menanam cabai di tengah hujan serta menanam Bawang Putih di Temanggung memberikan titik tekan akan kedaulatan pangan Indonesia. Telepon Presiden kepada Mendag yang mengeluhkan soal harga bawang putih murah karena impor saat panen raya menjadi ramai di publik.
PKS menilai bahwa keberpihakan Presiden kepada sektor pertanian belum serius, buktinya anggaran pertanian sejak 2015 sampai 2021 terus menurun, 2015 tertinggi yaitu Rp 32.72 triliun. Kemudian pada 2016 turun jadi Rp 27.72 triliun, Rp 24.23 triliun (tahun 2017), Rp 23. 90 triliun (tahun 2018) dan Rp 21.71 triliun (tahun 2019), dan yang terbaru untuk 2020 ditetapkan sebesar Rp 21,05 triliun, 2021 hanyan15.51 Trilyun.
“Kalau Presiden serius harusnya anggaran pertanian terus meningkat minimal 5% dari APBN atau sekitar 100 Trilyun” papar Riyono Ketua DPP PKS bidang Tani dan Nelayan, seperti dilansir dari lama resmi PKS, Kamis (16/12).
Baca juga: Tarif Dasar Listrik Naik Tahun 2022, Fraksi PKS Tolak
Riyono menegaskan, kalau Presiden mengeluhkan soal impor bawang putih, faktnya 95% kebutuhan bawang putih dipenuhi oleh impor dan 5% produksi dalam negeri. Kebutuhan konsumsi bawang putih tiap tahun hampir 500.000 ton dan produksi dalam negeri hanya 20.000 dengan luasan lahan 2000 Ha.
“Apa iya Presiden berani menyetop Impor bawang putih? Tidak akan mungkin berani, karena bisa terjadi kekacauan produksi berbagai industri yang menggunakan bawang putih” tegas Riyono.
Soal cabai lebih mengenaskan. Kendali pemerintah terhadap tata niaganya sangat lemah, saat panen cabai harga jatuh dan tidak mampu berbuat apa – apa. Bersamaan impor cabai masuk dengan jumlah besar. Petani kembali rugi karena kebijakan impor.
Baca juga: Peduli Erupsi Gunung Semeru, Fraksi PKS Himbau Potong Gaji ALeg
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi cabai nasional pada 2020 mencapai 2,77 juta ton. Angka ini mengalami peningkatan 7,11 persen dibandingkan dengan 2019. Selain itu, Indonesia tercatat mengekspor aneka cabai dengan nilai US$25,18 juta pada 2020 atau naik 69,86 persen dibandingkan dengan 2019.
Kenaikan produksi cabai ternyata tidak mampu membendung impor cabai dengan alasan kebutuhan industri. Petani kembali “menikmati” harga murah dan bahkan tidak di panen karena ongkosnya lebih mahal dibanding hasil panen cabainya.
“PKS meminta Presiden Jokowi untuk membenahi tata niaga cabai yang terus merugikan petani, buat aturan yang tegas untuk pengusaha menyerap cabai petani. Selama ini hanya seruan dan himbuan yang tidak memiliki konsekuensi hukum” tutup Riyono.
Baca juga: Presiden Jokowi Sebut 2021 Tidak Impor Beras, PKS: Ada 41.600 Ton
Oleh: Agus Soma, Penggiat ketahanan dan kedaulatan pangan
Beritaneka.com—NKRI
Negara Kesatuan republik Indonesia
76 tahun sudah Merdeka lepas dari Penjajahan Kolonial
76 tahun sudah menikmati Eforia manjadi bangsa yang bebas , bebas karena tidak harus tunduk kepada bangsa lain lagi secara fisik.
Namun,
Selama 76 tahun ini, kita masih jauh dari menjadi bangsa berdaulat, menjadi bangsa yang bermartabat, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa besar lainnya.
Bahkan kita masih sering tidak bisa menentukan Langkah sendiri.
Kenapa?
Karena kita masih banyak tergantung kepada mereka.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari hari; roti, daging, bahkan sayur dan buah, ratusan ribu ton, bahkan jutaan ton kita harus impor.
Miliaran dollar devisa dibuang..
Bahkan tahu dan tempe, makanan keseharian ratusan juta rakyat jelata, jutaan ton kedelai setiap tahun harus diimpor, miliaran dollar uang harus keluar dan triliuan rupiah terus mengalir setiap tahun memenuhi kantong para petani di luar negeri.
Petani kita dapat apa?
Lahan semakin sempit, pendapatan semakin sulit.
Daya saing produk petani melemah. Bertanam di lahan sempit sangat tidak efisien.
Ini kah cita cita proklamasi kemerdekaan ?
Sumberdaya alam yang berharga diobral habis habisan oleh segelintir orang, elite negeri.
Berapa banyak yang bisa dinikmati rakyat pemilik negeri ?
Untuk menjadi negara besar yang ber-jati diri, ber-harga diri dan ber-martabat karena ber-daulat,
Mari kita mulai berpaling kembali kedalam.
Melihat semua anugerah Ilahi yang begitu berlimpah;
Sumberdaya Alam, aneka tambang, minyak bumi, emas dan perak,
Hamparan lahan luas yang subur,
Indonesia tidak kekurangan manusia cerdas dan ulet.
Hanya wadah lembaga dan birokrasi kini, yang tandus dan kering hati nurani.
Tidak mampu menjadi ladang subur untuk tumbuh kembangnya Jiwa kreatif dan innovatif para wirausahawan sejati.
Wahai generasi muda milenial andalan;
Kalau bukan kalian siapa lagi ?
Segera syukuri, segera beraksi, berkreasi dan berinovasi
Manfaatkan semua anugerah Tuhan yang berlimpah berserakan didepan mata.
Hutan, gunung, sawah lautan, semua kekayaan..
Nilai Luhur, Kerifan lokal dan Budaya leluhur,
Itu semua modal meraih cita cita proklamasi, mengantarkan segenap rakyat Indonesia menjadi masyarakat yang sejahtera.
Tempa lah mental; jujur, disiplin , ulet, kerja keras, pantang menyerah,
Asahlah imaginasi, kreatifitas, dan inovasi,
Konversi semua potensi menjadi produk dan jasa bernilai tinggi.
Mari mulai dengan Langkah awal memupuk jadi diri, mengembalikan harga diri.
mari mulai berpaling ke jutaan lahan subur yang mangkrak tidak diolah,
Berilah petani kita kesempatan,
Mari mulai makan apa yang mereka tanam.
Maka miliaran dollar devisa tidak deras menghilang
Miliaran devisa bisa dipakai membangun irigasi dan jalan jalan,
Devisa dihemat buat memberi modal petani dan generasi muda melatih diri.
Berilah petani kita kesempatan,
Mari makan apa yang petani kita tanam
Mulailah dari hal kecil, mulailah makan tempe dari kacang kita sendiri.
Seperti nenek moyang kita ratusan tahun lalu
Salam merdeka,
berdaulat dan bermartabat.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Sulit Terselamatkan
Beritaneka.com—Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan paling tidak terdapat potensi permasalahan dalam kebijakan importasi garam saat ini yang dapat mengarah pada penguasaan pasokan garam oleh importir tertentu. Untuk itu KPPU meminta Pemerintah agar mewajibkan penyerahan data penggunaan garam impor oleh importer garam kepada Pemerintah.
“Hal ini ditujukan agar Pemerintah dapat memantau hubungan realisasi impor garam industri dan penggunaannya untuk kepentingan industri, sehingga dapat memastikan bahwa impor dilakukan untuk keperluan industri dan mencegah masuknya garam industri tersebut di pasar garam rakyat,” ujar Yudi Hidayat, Anggota KPPU.
Sebagai informasi, Pemerintah telah memutuskan kenaikan impor garam industri menjadi 3 juta ton, dari proyeksi 4.6 juta ton kebutuhan. Importasi tersebut memang tidak dapat dihindari, karena kualitas produksi garam rakyat yang belum mampu memenuhi kualitas kebutuhan industri. Masalahnya, impor garam industri ini dilaksanakan di tengah masih tersedianya stok garam nasional dalam jumlah yang signifikan, yakni di atas 1 juta ton.
Sementara kebijakan baru dikeluarkan saat ini, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, khususnya pasal 291, mengatur bahwa importir garam harus memprioritaskan penyerapan garam hasil produksi petambak garam yang tersedia di gudang garam nasional dan/atau gudang garam rakyat untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Saat ini impor garam untuk keperluan industri menggunakan model kuota per importir. Ini rentan mengarah kepada penguasaan pasokan garam di pasar oleh pelaku usaha yang terbatas. Kebijakan ini dapat mendorong supernormal profit melalui penjualan garam industri ke garam konsumsi seiring dengan perbedaan harga yang tinggi diantara keduanya. KPPU mencatat adanya paling tidak tiga potensi permasalahan dalam kebijakan importasi garam.
Pertama, adanya potensi garam industri dari impor yang tidak terpakai masuk ke pasar garam konsumsi, sebagai akibat kesalahan dalam mengestimasi kebutuhan impor. Sebagai informasi, kebutuhan garam nasional tahunan saat ini berada di sekitar 4,6 juta ton, dengan hampir 84% atau 3,9 juta ton diantaranya berasal dari kebutuhan garam industri.
Hanya sekitar 7% untuk kebutuhan rumah tangga. Stok garam lokal sekitar 1,3 juta ton. Analisis Pemerintah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi dan sektor industri pengolahan tahun 2021 menunjukkan estimasi 2,49-3,01, masih berada di bawah level pertumbuhan 2019, yakni sebesar 3,8. Sehingga kemungkinan sektor yang paling banyak membutuhkan garam industri (CAP dan aneka pangan) juga mengalami pertumbuhan kebutuhan di bawah tahun 2019. Sehingga apabila kebutuhan impor garam sektor 2,5 juta ton (2019) dengan pertumbuhan sektor pengolahan 3,8, maka kebutuhan impor garam industri di 2021 tidak akan mencapai 3 juta ton. Dengan demikian kebutuhan garam industri tahun 2021 tidak sebesar tahun 2019, dan berpotensi overestimasi.
Permasalahan kedua adalah realisasi importasi yang mungkin tidak tercapai sepenuhnya. Importir melakukan impor dilakukan sesuai alokasi kuota yang ditetapkan Pemerintah untuk kebutuhan internal. Berdasarkan data, realisasi impor yang dilakukan per April 2021 mencapai 412 ribu ton atau 19,67% dari total rekomendasi dikeluarkan yang mencapai 2,1 juta ton. Apabila dihitung dari alokasi impor sebesar 3 juta, maka realisasi impor per April baru mencapai 13,38 %. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi impor garam mencapai 1,8 juta ton.
Sehingga terdapat potensi impor yang tidak dilaksanakan. Atau dilaksanakan, namun tidak digunakan sebagaimana peruntukan garam industri. Permasalahan ketiga adalah lemahnya pengawasan pasca importasi. Saat ini tidak terdapat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan garam impor oleh importir. Sehingga tidak tertutup kemungkinan terdapat sisa stok garam impor yang tidak terpakai oleh industri dan berpotensi masuk ke pasar garam rakyat, apalagi dengan disparitas harga yang tinggi.
Potensi masuknya kelebihan garam impor ke pasar garam rakyat menjadi semakin besar apabila importir tidak melaporkan penggunaan serta penyaluran garam impor kepada Pemerintah. Potensi tersebut semakin besar apabila importir tersebut tidak menggunakan garam tersebut dalam proses produksinya, namun bertindak sebagai importir untuk memenuhi kebutuhan garam untuk industri lain di dalam negeri.
Untuk itu, KPPU berpendapat bahwa Pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap industri pengguna garam impor serta importir garam, khususnya dengan mewajibkan penyerahan data penggunaan garam impor kepada Pemerintah. Serta melakukan perbaikan mekanisme penujukan importer guna memastikan agar stok garam impor tidak jatuh pada penguasaan kelompok tertentu dalam porsi yang signifikan.
Selain itu KPPU juga merekomendasikan agar Pemerintah mengutamakan penyerapan stok garam rakyat yang masih ada untuk pasar domestik dan memastikan stok garam impor digunakan sesuai dengan peruntukan rencana awal tahun dan tidak terjadi rembesan ke pasar garam rakyat sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021. (ZS)