Beritaneka.com—Komunitas relawan bernama Jokowi – Prabowo (Jok – Pro) 2024 menginginkan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto berpasangan pada Pilpres 2024. Tujuannya untuk mencegah polarìsasi ekstrem di Indonesia Pasca Pilpres sebelumnya.
Aalasan mengusulkan pasangan Jok-Pro dinilai berlebihan. Kehawatiran Jok – Pro 2024 itu tampaknya sangat spekulatif. Sebab, polarisasi ekstrem pendukung Jokowi dan Prabowo yang dikenal dengan cebong dan kampret itu harusnya sudah teratasi dengan bergabungnya Prabowo ke Pemerintahan Jokowi.
“Bergabungnya Sandiaga Uno ke Pemerintahan Jokowi juga seharusnya semakin melenyapkan polarisasi tersebut,” ujar pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Biarkan RRI Jadi Media Publik Sesungguhnya
Jamiluddin menegaskan, dalam praktinya walaupun Prabowo dan Sandiaga Uno satu barisan dengan Jokowi di pemerintahan, cebong dan kampret tetap saja “bertarung” di media sosial. Cebong dan kampret terus berhadap-hadapan dalam “konfrontasi” yang terkesan tidak berujung.
Jadi, jelas pengajar Metode Penelitian Komunikasi ini, masalah polarisasi anak bangsa tidak akan selesai hanya karena menyatukan Jokowi dan Prabowo sebagai pemimpin Indonesia. Sebab, mereka saat itu memilih Jokowi bisa saja karena tidak menyukai Prabowo. Mereka memilih Jokowi semata karena tidak ada pilihan lain.
Sebaliknya, yang memilih Prabowo juga kemungkinannya sama. Mereka memilih Prabowo bisa saja karena memang tidak menyukai Jokowi.
“Karena itu, meskipun Prabowo sudah masuk kabinet Jokowi, mereka yang kerap disebut kampret tetap saja mengeritik Jokowi. Mereka tetap saja menunjukan ketidaksukaannya kepada Jokowi,” tegasnya.
Para pendukung Jokowi yang kerap disebut cebong juga sama. Mereka tetap saja mengeritik Prabowo meskipun sudah bergabung dengan Jokowi.
Jadi, kehadiran Jok – Pro 2024 tampaknya bukan dimaksudkan untuk menetralisir polarisasi ekstrim di Indonesia pasca Pilpres 2024. Hal itu hanya tameng untuk menggolkan presiden tiga periode.
Baca juga: Reformasi Dipersimpangan Jalan
Kelompok-kelompok tertentu berupaya presiden tiga periode terwujud, karena mereka belum dapat capres yang bisa memberikan kenikmatan politik seperti sekarang ini. Mereka ini bermental saudagar yang selalu mengedepankan transaksi.
Para opportunis ini dengan segala cara akan terus berupaya menggolkan presiden tiga periode. Mereka ini sudah nyaman menikmati konpensasi berupa kenyamanan ekonomi atas dukungannya selama ini terhadap rezim yang berkuasa.
Karena itu, para reformis harus berhati-hati atas semua sikap dan tindakan para oportunis. Jika para reformis lengah, presiden tiga periode akan jadi kenyataan.
“Hak itu akan menjadi petaka bagi demokrasi di Indonsia. Masa kegelapan akan kembali menyelimuti negeri tercinta,” ungkap Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999 ini.
Beritaneka.com—Pemilihan presiden masih tiga tahun lagi. Banyak hasil survei merilis nama-nama yang memiliki peluang untuk maju menjadi calon presiden pada perhelatan politik nasional tahun 2024. Partai politik juga sudah mulai memunculkan calon presiden dari kader sendiri. Partai Amanat Nasional (PAN), melalui Ketua Umum Zulkifli Hasan, menyebut mantan partai berlambang matahari itu, Soetrisno Bachir akan diusung untuk calon pilpres 2024.
Partai Golkar tidak mau ketinggalan. Partai Golkar berpeluang mengusung Ketua Umumnya Airlangga Hartarto pada Pilpres 2024. Melalui salah satu kader seniornya, Firman Soebagyo, yang juga menjabat salah satu Ketua DPP Golkar, mendukung penuh Airlangga untuk maju dan tak bisa ditawar lagi.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Blunder Jokowi Berulang
Penegasan Firman Soebagyo itu sejalan dengan hasil Munas Partai Golkar 2019 yang salah satunya menyatakan, Partai Golkar mengusung kader terbaiknya menjadi calon presiden pada pilpres 2024.
Sebagai Ketua Umum tentu Airlangga dapat dikatakan salah satu kader Golkar terbaik. Namun, Airlangga sebagai Ketua Umum, dinilai hanya populer di kalangan elit partainya saja. Dia tidak mengakar di akar rumput.
“Jadi, bisa saja suara elit Golkar ngotot mendorong Airlangga nyapres, tetapi hal itu tidak tercermin pada kadernya di akar rumput,” ujar M. Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul.
Lebih jauh Jamiluddin menjelaskan, popularitas Airlangga di internal partainya juga bersaing ketat dengan Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang saat ini menjabat Ketua MPR RI. Bahkan kalau dilakukan survei di internal partai, bisa jadi dukungan terhadap Bamsoet lebih baik daripada Airlangga.
Prestadi Airlangga di pemerintahan juga biasa-biasa saja. Hal itu terlihat saat Airlangga menjadi Menteri Perindustrian pada Kabinet Kerja dan saat ini sebagai Menko Koordinator Bidang Perekonomian di Kabinet Indonesia Maju.
Kalau prestasi Airlangga moncer di pemerintahan, maka dipastikan elektabilitasnya akan tinggi. Nyatanya, elektabilitas Airlangga sangat rendah. Survei yang dilakukan Parameter Politik Indonesia pada 23 – 28 Mei 2021 memperlihatkan elektabilitas Airlangga hanya 0,4 persen.
“Jadi, kalau Airlangga berprestasi di pemerintahan, tentu mustahil elektabilitasnya hanya 0,4 persen. Ini mengindikadikan, elektabilitas Airlangga memang sulit untuk didongkrak,” ungkap Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999 ini.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Biarkan RRI Jadi Media Publik Sesungguhnya
Melihat tren elektabilitas Airlangga selama ini, penulis buku Riset Kehumasan ini, jelas sulit bagi Golkar untuk menaikkan elektabilitasnya. Apalagi kalau berharap elektabilitas Airlangga sejajar dengan Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Jamiluddin menilai, melihat kapasitas Airlangga tampaknya lebih cocok untuk cawapres. Dia berpesan, realitas politik inilah yang harus disadari oleh elite Golkar. Kalau tetap memaksakan diri untuk menjadikan capres, dikhawatirkan partai lain akan enggan berkoalisi dengan Golkar. (ZS)
Beritaneka.com—Hasil Lembaga survei Puspoll merilis elektabilitas PDIP masih memuncaki bursa partai politik. Survei yang dilakukan periode 20 hingga 29 April 2021 itu, juga menyebut PDIP menjadi partai politik yang paling bersih dari kasus korupsi.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga sulit memahami hasil survei Puspoll yang menyatakan PDIP partai paling bersih. Sebab, kita sering membaca atau menonton media yang menginformasikan kader PDIP yang tersandung korupsi.
“Sebut saja nama Juliari P Batubara saat menjadi Menteri Sosial jadi tersangka korupsi. Begitu juga Nurdin Abdullah Gubernur Sulawesi Selatan, Wenny Bukano Bupati Banggai Laut juga mengalami hal yang sama,” ujar Jamiluddin.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Empat Tokoh Militer Layak Nyapres
Itu hanya contoh kader PDIP yang terjerat kasus korupsi. Tentu masih banyak lagi kadernya yang berurusan dengan KPK.
Berdasarkan fakta itu, hasil survei Puspoll itu sangat layak dipertanyakan. Sebab, antara hasil survei dengan realitas sangat bertolak belakang. Hasil survei semacam ini tentu akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei. Bahkan masyarakat akan memandang sebelah mata terhadap hasil survei.
“Hal itu tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan survei di tanah air. Masyarakat menilai survei hanya dijadikan pembenaran bagi pihak yang memesan penelitian,”tegasnya.
Jamiluddin menyarankan, Puspoll tampaknya perlu lebih cermat dalam melihat hasil surveinya. Jangan sampai kredibilitasnya terjun payung hanya karena ceroboh menyampaikan temuannya.
Baca juga: FBI: Tiga Alasan Utama Anies Baswedan Layak Jadi Capres 2024
Pengajar metode penelitian komunikasi itu menegaskan, prinsif objektifitas seyogyanya tak boleh ditawar-tawar. Hanya dengan objektifitasnya, survei dapat menunjukkan kebenaran ilmiah.
Kalau prinsif itu dipegang teguh semua lembaga survei dan taat azas dengan prinsif survei, barulah hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil survei inilah yang dapat dijadikan panduan bagi masyarakat dalam mengambil keputusan. (ZS)
Beritaneka.com—Ada empat tokoh militer yang layak dicalonkan pada pilpres 2024. Keempat tokoh TNI itu Prabowo Subianto, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gatot Nurmantyo, dan Andika Perkasa.
Demikian disampaikan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga. Menurut penilaian Jamiluddin, Prabowo peluangnya besar dicalonkan pada pilpres 2024 mengingat elektabilitasnya selalu menduduki peringkat tiga besar.
“Kalau Prabowo dapat mempertahankan elektabilitasnya hingga mendekati 2024, maka tidak sulit baginya untuk mendapat tiket capres,” ujar Jamiluddin.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Reshuffle Kabinet, Semua Wakil Menteri Ditiadakan
Peluang mendapat tiket capres semakin besar karena Prabowo juga menjabat Ketua Umum Gerindra. Partai Gerindra setidaknya dapat dijadikannya perahu pada pilpres 2024. Purnawirawan Jenderal bintang tiga itu, tinggal menjajaki satu atau lebih partai agar dapat mengantarkannya menjadi capres 2024.
AHY juga punya peluang besar untuk nyapres pada 2024 karena elektabilitasnya belakangan ini selalu berada pada peringkat enam besar. Kalau AHY lebih inovatif lagi mendekati rakyat, maka elektabilitasnya akan semakin moncer.
Sama dengan Prabowo, AHY juga punya perahu, yang akan mengantarkannya untuk nyapres pada 2024. Partai Demokrat yang menjadi perahunya, berdasarkan survei terakhir eleltabilitasnya sudah menyodok peringkat tiga. Peluang elektabilitas Partai Demokrat akan meningkat lagi bila tetap konsisten berkoalisi dengan rakyat.
Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, dari pengamatan penulis buku Tipologi Pesan Persuasif itu, sebetulnya tokoh TNI yang disegani. Hanya saja elektabilitas masih rendah sehingga peluang dilirik partai politik masih kecil. Gatot juga bermasalah, karena tidak punya perahu. Hal ini membuat nilai tawarnya menjadi capres makin rendah.
KAMI, organisasi yang menaunginya, tampaknya belum cukup kuat untuk menaikkan elektabilitasnya. Koalisi oposisi non partai yang coba dibangun, juga tak cukup untuk meningkatkan bargaining politik Gatot untuk nyapres.
Sedangkan Andika Perkasa, jenderal aktif dan masih menjadi KASAD, sebenarnya tokoh TNI yang cukup cemerlang. Namun, karen ia masih aktif, dan kehadirannya di TNI masih sangat dibutuhkan, maka sayang kalau ia memaksakan diri untuk nyapres.
“Melihat kapasitasnya, Andika Perkasa, justeru sangat berpeluang menjadi Panglima TNI. Di posisi ini ia sangat pas untuk mengantarkan TNI semakin dihormati di mancanegara,” ungkap Jamiluddin.
Baca juga: Berasal dari Satu Partai, Duet Ganjar-Risma Sulit Dapat Perahu
Jadi, lanjut Jamiluddin, dari empat tokoh TNI itu, tampaknya hanya dua yang berpeluang besar untuk nyapres pada 2024. Harapan Jamiluddin, Prabowo dan AHY sama-sama nyapres tapi dari kubu yang berbeda.
Prabowo mewakili koalisi pemerintah saat ini, dan AHY dari pihak koalisi oposisi. Disini akan terjadi pertarungan antara generasi tua yang diwakili Prabowo dan AHY dari generasi muda.
“Kalau itu terjadi, maka rakyat Indonesia tinggal memilih tokoh TNI yang sudah lansia atau tokoh TNI dari milenial. Pilihan rakyat tentu akan menentukan masa depan Indonesia lima tahun ke depan,” tegasnya. (ZS)
Beritaneka.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan blunder. Kali ini Jokowi melalui video mempromosikan makanan Indonesia, yang salah satunya bipang ambawang (panggang babi) dari Kalimantan.
Sebelumnya, Jokowi juga melakukan blunder dalam kasus Perpres Miras dan pernyataannya mengenai benci produk asing.
Hal semacam itu seharusnya tidak boleh terjadi bila ring satu Presiden, termasuk Tim Komunikasinya, sangat selektif dan korektif terhadap semua hal yang keluar dari istana. Mereka harus mempertimbangkan secara komprehensif dan integratif dari setiap kebijakan yang diambil Presiden Jokowi.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Perilaku Azis Syamsuddin Tidak Beretika
Hal yang sama juga berlaku pada pidato dan pernyataan presiden yang ditujukan untuk konsumsi publik. Semuanya harus diseleksi sehingga yang keluar dari presiden sangat terukur dan dampaknya sudah dapat diperhitungkan sebelumnya.
Kasus promosi bipang ambawang misalnya, sangat tidak sesuai disampaikan di Bulan Ramadhan. Komunikasi seperti ini sangat mengabaikan empati terhadap umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa.
Karena itu, wajar kalau akhirnya munculnya reaksi keras dari masyarakat. Mereka menilai pesan promosi seperti itu tidak toleran terhadap umat Islam.
Memang ada upaya pelurusan atas apa yang disampaikan Jokowi, namun tetap saja tidak menolong. Justru hal itu dinilai masyarakat hanya sebuah pembenaran.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Reshuffle Kabinet, Semua Wakil Menteri Ditiadakan
Kalau pembenaran semacam itu terus dilakukan, dikhawatirkan akan memunculkan masyarakat lebih luas. Di sini perlu kebesaran jiwa Presiden Jokowi mengakui kesalahan dengan meminta maaf kepada umat Islam.
Jadi, kalau Presiden melakukan blunder dalam kebijakan dan pernyataan, maka dapat diduga orang-orang di ring satu dan tim komunikasi presiden bekerja tidak maksimal atau tidak menutup kemungkinan mereka memiliki agenda sendiri di luar agenda presiden.
Dalam komunikasi politik, blunder seperti itu tentu dapat menimbulkan ketidakpastian di masyarakat. Dalam setiap ketidakpastian akan memunculkan kebingungan di tengah masyarakat.
Dalam situasi demikian akan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada presiden. Padahal kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai prasyarat dipatuhinya suatu kebijakan dan diikutinya pernyataan pimpinan.
Kalau masyarakat sudah tidak percaya, dikhawatirkan kepatuhan masyarakat pada presiden akan turun drastis. Hal ini tentu sangat berbahaya manakala rakyat sudah tidak lagi mengikuti kebijakan dan pernyataan presidennya.
Untuk itu, presiden harus mengevaluasi orang-orang di ring satu dan tim komunikasinya, agar blunder seperti itu tidak terulang kembali.
M. Jamiluddin Ritonga pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Penulis buku:
- Perang Bush Memburu Osama
- Tipologi Pesan Persuasif
- Riset Kehumasan
Mengajar:
- Isu dan Krisis Manajemen
- Metode Penelitian Komunikasi
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999