Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Beritaneka.com—Setiap negara mempunyai Konstitusi. Konstitusi Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar (UUD). Tapi, apa sebenarnya arti konstitusi, dan apa gunanya? Apakah hanya untuk melengkapi keperluan dokumen negara, dan berfungsi sebagai hiasan belaka? Atau hanya untuk gagah-gagahan saja?
Menurut kamus Merriam-Webster, Konstitusi adalah dokumen yang mengatur prinsip dasar dan hukum dari sebuah negara, yang di dalamnya mengatur wewenang dan tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara negara di satu sisi, dan juga mengatur kewajiban pemerintah untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak rakyat di lain sisi.
Jadi, Konstitusi adalah pertama, mengatur pemerintah (presiden) dalam menjalankan tugas pemerintahan dengan batasan-batasan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kedua, memberi tanggung jawab kepada pemerintah (presiden) untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak rakyat.
Baca juga: Sikap ABS Menyeruak di Istana Negara
Misalnya hak merdeka (kebebasan) menyampaikan pendapat dan menentukan pilihan, hak untuk memilih dan dipilih, hak mendapatkan keadilan, baik keadilan hukum atau keadilan ekonomi, dan lainnya.
Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah tidak boleh bertindak melampaui wewenang yang diberikan di dalam konstitusi. Kalau pemerintah melanggar, maka rakyat mempunyai hak untuk memberhentikan dan mengganti.
Tugas untuk mengawasi pemerintah agar menjalankan tugasnya sesuai wewenang yang diberikan di dalam konstitusi, maka rakyat menunjuk perwakilan rakyat, yang dinamakan DPR dan MPR dalam konstitusi Indonesia, atau House of Representatives dan Congress di Amerika Serikat.
Kalau pemerintah melanggar ketentuan konstitusi, melanggar ketentuan UUD, maka perwakilan rakyat wajib memberhentikan pemerintah (presiden). Karena untuk tujuan itu lah DPR dan MPR dibentuk. Meskipun presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Sebagai pembanding, presiden Amerika Serikat juga dipilih secara langsung oleh rakyat. Tetapi, House of Representatives dan Congress dapat memberhentikan presiden kalau melanggar konstitusi.
Dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat dikatakan:
“….. That whenever any Form of Government becomes destructive of these ends, it is the Right of the People to alter or to abolish it, and to institute new Government, ….”
Intinya, …. rakyat mempunyai hak untuk memberhentikan dan mengganti presiden kalau melanggar konstitusi …
Selain itu, tugas inti DPR lainnya adalah membuat undang-undang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, demi kepentingan rakyat umum, bukan untuk kepentingan sekelompok rakyat tertentu.
Bagaimana kalau wakil rakyat, DPR dan MPR, tidak menjalankan tugasnya sesuai konstitusi, atau melanggar konstitusi?
Bagaimana kalau DPR membuat peraturan dan undang-undang yang merugikan rakyat umum dan berpihak kepada sekelompok kecil masyarakat yang dinamakan oligarki?
Bagaimana kalau DPR dan MPR membiarkan pemerintah (presiden dan aparat hukum) melanggar konstitusi? Yang artinya DPR dan MPR juga melanggar konstitusi?
Atau bagaimana kalau DPR menyerahkan (sebagian) hak legislatifnya kepada pemerintah (presiden) sehingga DPR kehilangan (sebagian) fungsi legislatif dan tidak bisa melakukan pengawasan lagi?
Dalam hal ini, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, sesuai yang dinyatakan dalam konstitusi UUD, khususnya Pembukaan UUD yang mengatakan Kedaulatan ada di tangan rakyat, mempunyai hak untuk memberhentikan semua perwakilan rakyat yang melanggar UUD. Artinya, rakyat berhak membubarkan DPR dan MPR yang melanggar UUD.
Baca juga: Pertamina Sulit Berkembang karena Dibebani Pungutan Segunung
Ketentuan ini berlaku bagi semua pihak, tanpa kecuali. Juga termasuk bagi partai politik yang melanggar UUD, wajib bubar. Misalnya, partai politik minta atau menentukan mahar politik bagi calon pimpinan nasional, baik calon presiden, calon kepala daerah, atau calon anggota DPR. Atau bahkan membatasi hak seseorang untuk menjadi pimpinan nasional dengan menetapkan threshold.
Kalau semua pihak yang melanggar konstitusi bersekongkol dan tidak mau mundur, maka rakyat harus mempunyai kesempatan untuk melaksanakan hak daulatnya, dengan membubarkan semua institusi perwakilan rakyat dan pemerintah, untuk kemudian mengadakan pemilihan umum kembali.
Artinya, konstitusi bukan untuk hiasan saja sebagai pelengkap dokumen negara. Tetapi untuk dilaksanakan oleh semua pihak yang disebut di dalam konstitusi. Pihak yang melanggar konstitusi harus diberhentikan atau dibubarkan.
Penegakan konstitusi seperti digambarkan di atas menjadi prasyarat mutlak untuk Indonesia bisa maju. Penegakan konstitusi menjadi bagian dari penegakan hukum, yang mana menjadi prasyarat untuk demokrasi bisa berjalan baik.
Kalau tidak ada penegakan konstitusi dan penegakan hukum sesuai hukum yang berlaku, maka yang diperoleh bangsa ini adalah tirani dan penderitaan rakyat.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Beritaneka.com—Mahkamah Konstitusi (MK) hanya urus satu hal saja, yaitu menegakkan Konstitusi yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar (UUD). MK harus menjaga agar tidak ada peraturan dan UU yang melanggar UUD.
Untuk menjalankan fungsinya, MK terdiri dari sembilan (9) hakim, jumlah yang sangat besar dibandingkan potensi jumlah pekerjaan (perkara) yang mungkin bisa dihitung dengan jari.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Ini adalah salah satu wewenang yang diberikan UUD kepada MK (Pasal 24C, ayat (1))
Berdasarkan wewenang ini, pertama, MK wajib menguji setiap UU apakah melanggar UUD, meskipun tidak ada pengaduan atau gugatan dari rakyat (masyarakat). Karena MK adalah penjaga Konstitusi.
Kedua, MK wajib menguji setiap UU apakah melanggar UUD atas permohonan rakyat, meskipun itu seseorang. MK tidak perlu bertanya lagi posisi hukum (legal standing) seorang rakyat untuk bisa minta MK menguji sebuah UU terhadap UUD.
Baca juga: Kenaikan PPN, Anthony Budiawan: Berdampak Buruk Bagi Masyarakat Bawah
Karena, posisi hukum rakyat sudah jelas di dalam Pembukaan UUD, yang menyatakan bahwa Kedaulatan ada di tangan rakyat. Artinya, rakyat mempunyai legal standing, dan mempunyai hak dan kewajiban untuk menegakkan Konstitusi, serta mencegah terjadi pelanggaran terhadap Konstitusi.
Karena, pelanggaran terhadap Konstitusi bukan hanya melanggar dan merugikan hak seorang rakyat, tetapi melanggar dan merugikan hak seluruh rakyat Indonesia.
Sehingga, kalau seseorang menggugat apakah presidential threshold melanggar UUD, maka MK tidak perlu bertanya apakah seseorang tersebut akan mencalonkan diri sebagai presiden. Hal tersebut tidak relevan. Karena, kalau presidential threshold melanggar UUD, maka wajib batal demi hukum, demi Konstitusi dan UUD: karena, semua peraturan dan UU yang bertentangan dengan UUD, wajib batal.
Kedua, MK wajib menguji setiap UU atas permohonan rakyat. MK wajib menguji, antara lain, Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No 1 Tahun 2020 (tentang Virus Corona), yang kemudian diterima dan disahkan oleh DPR menjadi UU No 2 Tahun 2020, apakah bertentangan dengan UUD, atas permohonan dari beberapa kelompok rakyat.
Karena, PERPPU yang sudah diundangkan tersebut di mata rakyat bertentangan dengan UUD, karena menghilangkan hak anggaran DPR selama 3 tahun berturut-turut sejak 2020, dan pemerintah bisa menyusun APBN tanpa persetujuan DPR, yang mana melanggar Pasal 20A ayat (1) UUD.
Selain itu, PERPPU juga melanggar prinsip kesetaraan hukum Pasal 27 ayat (1) UUD. Serta melanggar prinsip peri-kemanusiaan dan peri-keadilan yang tertulis di dalam pembukaan UUD. Karena PERPPU memberi kekebalan hukum kepada pejabat dan pengguna anggaran selama 3 tahun.
Perlu ditekankan, bahwa isi Pembukaan UUD lebih tinggi dari isi batang-tubuh UUD (yang muat pasal-pasal). Karena, isi pembukaan UUD menjadi dasar dan pedoman untuk menyusun batang-tubuh UUD, sehingga pasal-pasal dalam batang-tubuh UUD tidak boleh bertentangan dengan isi Pembukaan UUD.
“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Baca juga: Abaikan Nyawa di Masa Pandemi, Apakah Termasuk Kejahatan Kemanusiaan?
Kalimat ini bermakna, bahwa penjajahan harus dihapus di atas dunia, bukan saja di muka bumi Indonesia, karena tidak sesuai dengan peri-kemanuiaan dan peri-keadilan.
Jadi jelas, alasan utama pejajahan harus dihapus karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Sehingga, sebagai konsekuensi, apa pun yang tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan harus enyah dari muka bumi Indonesia, dan dunia. Karena ini merupakan nilai-nilai kehidupan Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pasal-pasal dalam batang-tubuh UUD, termasuk pelaksanaannya, yang tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan, serta tidak sesuai dengan butir-butir lainnya di dalam Pembukaan UUD, juga harus enyah dari muka bumi Indonesia. Sehingga cita-cita Indonesia untuk menjadi Makmur dan Adil bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Termasuk pasal-pasal yang merampas hak kedaulatan rakyat, semua harus diluruskan. Perwakilan rakyat bukan pemegang kedaulatan rakyat yang sebenarnya, dan selamanya. Karena perwakilan adalah titipan kedaulatan yang bersifat sementara, dan dapat diambil kembali oleh rakyat setiap saat.
Oleh karena itu, sebagai konsekuensi, apabila MK tidak bisa meluruskan semua UU yang bertentangan dengan Konstitusi, maka MK wajib bubar demi menyelamatkan Konstitusi dan UUD. Karena, dengan membiarkan terjadi pelanggaran terhadap Konstitusi, MK berarti melanggar Konstitusi. Dan menjadi tyranny, sebagai penjaga tyranny.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap UUD, menurut mata dan hati rakyat, akan dimuat di tulisan selanjutnya.