Oleh: Agus Soma, Penggiat ketahanan dan kedaulatan pangan
Beritaneka.com—NKRI
Negara Kesatuan republik Indonesia
76 tahun sudah Merdeka lepas dari Penjajahan Kolonial
76 tahun sudah menikmati Eforia manjadi bangsa yang bebas , bebas karena tidak harus tunduk kepada bangsa lain lagi secara fisik.
Namun,
Selama 76 tahun ini, kita masih jauh dari menjadi bangsa berdaulat, menjadi bangsa yang bermartabat, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa besar lainnya.
Bahkan kita masih sering tidak bisa menentukan Langkah sendiri.
Kenapa?
Karena kita masih banyak tergantung kepada mereka.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari hari; roti, daging, bahkan sayur dan buah, ratusan ribu ton, bahkan jutaan ton kita harus impor.
Miliaran dollar devisa dibuang..
Bahkan tahu dan tempe, makanan keseharian ratusan juta rakyat jelata, jutaan ton kedelai setiap tahun harus diimpor, miliaran dollar uang harus keluar dan triliuan rupiah terus mengalir setiap tahun memenuhi kantong para petani di luar negeri.
Petani kita dapat apa?
Lahan semakin sempit, pendapatan semakin sulit.
Daya saing produk petani melemah. Bertanam di lahan sempit sangat tidak efisien.
Ini kah cita cita proklamasi kemerdekaan ?
Sumberdaya alam yang berharga diobral habis habisan oleh segelintir orang, elite negeri.
Berapa banyak yang bisa dinikmati rakyat pemilik negeri ?
Untuk menjadi negara besar yang ber-jati diri, ber-harga diri dan ber-martabat karena ber-daulat,
Mari kita mulai berpaling kembali kedalam.
Melihat semua anugerah Ilahi yang begitu berlimpah;
Sumberdaya Alam, aneka tambang, minyak bumi, emas dan perak,
Hamparan lahan luas yang subur,
Indonesia tidak kekurangan manusia cerdas dan ulet.
Hanya wadah lembaga dan birokrasi kini, yang tandus dan kering hati nurani.
Tidak mampu menjadi ladang subur untuk tumbuh kembangnya Jiwa kreatif dan innovatif para wirausahawan sejati.
Wahai generasi muda milenial andalan;
Kalau bukan kalian siapa lagi ?
Segera syukuri, segera beraksi, berkreasi dan berinovasi
Manfaatkan semua anugerah Tuhan yang berlimpah berserakan didepan mata.
Hutan, gunung, sawah lautan, semua kekayaan..
Nilai Luhur, Kerifan lokal dan Budaya leluhur,
Itu semua modal meraih cita cita proklamasi, mengantarkan segenap rakyat Indonesia menjadi masyarakat yang sejahtera.
Tempa lah mental; jujur, disiplin , ulet, kerja keras, pantang menyerah,
Asahlah imaginasi, kreatifitas, dan inovasi,
Konversi semua potensi menjadi produk dan jasa bernilai tinggi.
Mari mulai dengan Langkah awal memupuk jadi diri, mengembalikan harga diri.
mari mulai berpaling ke jutaan lahan subur yang mangkrak tidak diolah,
Berilah petani kita kesempatan,
Mari mulai makan apa yang mereka tanam.
Maka miliaran dollar devisa tidak deras menghilang
Miliaran devisa bisa dipakai membangun irigasi dan jalan jalan,
Devisa dihemat buat memberi modal petani dan generasi muda melatih diri.
Berilah petani kita kesempatan,
Mari makan apa yang petani kita tanam
Mulailah dari hal kecil, mulailah makan tempe dari kacang kita sendiri.
Seperti nenek moyang kita ratusan tahun lalu
Salam merdeka,
berdaulat dan bermartabat.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Sulit Terselamatkan
Beritaneka.com— Kementerian Koordinador Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menegaskan bahwa pemerintah membangun Papua dengan pendekatan kesejahteraan dan dialog. Sebagian besar warga Papua juga menyatakan mendukung pembangunan di Papua dan mengharapkan Papua dibangun dengan damai.
Berdasarkan survei yang dilakukan BIN bekerjasama dengan sejumlah universitas, 92 persen warga Papua pro NKRI dan mendukung pembangunan di Papua.
“Sebanyak 82 persen setuju Otsus, 10 persen menyatakan terserah pemerintah, berarti setuju juga, dan sisanya 8 persen yang menolak,” ujar Menko Polhukam, Mahfud MD.
Baca juga: Mahfud MD Datangi KPK Minta Berkas BLBI
Suara 8 persen yang menolak itu terbagi tiga yakni bergerak di jalur politik, klandestin, dan KKB. Yang paling kecil yakni KKB ini. Inilah yang dihadapi dengan penegakan hukum berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Terorisme. Kelompok KKB yang dihadapi pemerintah yakni Egianus Kagoya, KKB Lekagak Talenggen, KKB Militer Murib, dan kelompok lain lagi.
Kepala KSP Moeldoko juga menyatakan pandangannya. Menurutnya, komitmen Presiden dalam membangun Papua sangat tinggi.
“Presiden mana yang pernah berkunjung ke Papua sampai 17 kali. Belum ada, baru di masa Presiden Jokowi ini hal itu terjadi, karena beliau sungguh ingin Papua maju dan damai,” ujar Moeldoko.
Guru besar hukum internasional Prof Hikmahanto Juwana sependapat dengan Mahfud MD, bahwa Papua bagian dari NKRI dan itu sudah final.
“Kita membangun Papua karena Papua bagian dari Indonesia,” tegasnya.
Baca juga: Menko Mahfud dan Menteri Tito Diagendakan Hadir Dalam Acara Gerbangdutas 2021
Mewakili kalangan gereja Jacklevyn Manuputty, mengatakan gereja tidak bisa dipisahkan dalam menyelesaikan permasalahan Papua. Diingatkan, pemerintah perlu memiliki narasi agar dapat menyentuh hati masyarakat Papua.
“Persoalan Papua juga persoalan gereja, sehingga gereja harus dilibatkan dalam menyelesaikan masalah papua,” ujar Jaklevyn.
Aktivis Haris Azhar mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan kondisi pengungsi di Ilaga dan Ndunga. “Perlu juga ada pendampingan dari BPK agar tidak terjadi penyelewengan anggaran,” ujar Haris. Masalah sumber daya manusia juga tak kalah pentingnya untuk mendapat perhatian pemerintah.
Sementara tokoh Papua Yorrys Raweyai mengatakan, selama Papua bergabung dengan NKRI sejak 58 tahun silam, masalah Papua terus muncul. “Berarti ini ada problem “ katanya.
Menurut Yorrys masalahnya ada pada narasi terkait Papua yang berbeda-beda, sehingga pemahaman terkait Papua, khususnya untuk generasi baru, tidak sama. “Marilah kita rapatkan barisan. Kita satukan narasi dan diksi untuk menyatukan tekad menghadapi tantangan-tantangan di Papua,” ujar Yorrys. (ZS)