Beritaneka.com, Jakarta—Ketua Umum Perkumpulan Gerakan OK OCE Iim Rusyamsi mengatakan, OK OCE merupakan gerakan sosial penciptaan lapangan kerja berbasis wirausaha. OK OCE mendampingi para pemangku kepentingan yang bekerja sama dan masuk dalam ekosistem termasuk di DKI Jakarta.
“Pengembangan OK OCE di Jakarta diatur dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemprov DKI Jakarta dengan Perkumpulan Gerakan OK OCE Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kewirausahaan Terpadu,” kata Iim Rusyamsi dalam keterangannya, dikutip hari ini. “PKS juga dilakukan dengan pemerintah daerah lainnya untuk kolaborasi dan melakukan pendampingan kewirausahaan,” kata Iim.
OK OCE hingga saat ini sudah merambah ke seluruh Indonesia, tersebar mulai dari Aceh hingga Papua bersama para komunitas penggerak dan pemerintah daerah. Tercatat, ada sebanyak 177 Komunitas, 51 lembaga pendidikan seperti kampus, sekolah dan pesantren, serta 34 perusahaan swasta telah berkolaborasi dengan OK OCE.
Baca Juga:
FAO Sebut 1 Juta Orang Terancam Kelaparan, IFS: Semua Negara Harus Peduli
“Kami mendorong kolaborasi dengan berbagai pihak, bukan hanya dengan pemerintah, namun dengan berbagai stakeholders lainnya,” kata Iim Rusyamsi.
“Hasilnya, berdasarkan data OK OCE September 2022, kolaborasi Gerakan Sosial OK OCE melibatkan 686.807 orang dan mencetak 480.765 wirausaha yang menyerap sebanyak 1.469.937 tenaga kerja,” katanya.
OK OCE juga telah bekerja sama dengan Konsultan PajakOnline untuk menyiapkan Tax Payer Community atau komunitas penggerak pembayar pajak.
Tax payer community ini berbasis para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Kerja Sama antara Konsultan PajakOnline bersama Perkumpulan Gerakan OK OCE di Jakarta telah dilakukan pada Selasa (30/3/2021) lalu.
“Seluruh pelaku UMKM terutama anggota OK OCE tentu ingin berkontribusi kepada bangsa dan negara dengan patuh dan taat membayar pajak. Dengan membayar pajak kita turut bergotong-royong. Pajak yang kita bayar menyelamatkan ekonomi Indonesia di masa pandemi ini,” kata Ketua Umum OK OCE Iim Rusyamsi.
Baca Juga:
BMKG: Potensi Cuaca Ekstrem Masih Berlanjut, Masyarakat Tingkatkan Kewaspadaan
OK OCE bekerja sama dengan Konsultan PajakOnline berupaya meningkatkan kepatuhan pajak dengan layanan desk PajakOnline berupa edukasi, konsultasi, dan advokasi, pendampingan dalam perencanaan perpajakan atau tax planning, pengelolaan pajak perusahaan, penyelesaian sengketa hingga ke pengadilan pajak, dan pemanfaatan teknologi PajakOnline.
“Harapannya, seluruh penggerak dan anggota OK OCE di seluruh Indonesia ini bukan hanya menjadi wajib pajak, namun semuanya menjadi para pembayar pajak atau tax payer yang baik. Kita akan menjadi komunitas penggerak Tax Payer yang berkontribusi nyata dalam pemerataan pembangunan dan pemulihan ekonomi nasional,” kata Managing Director & Partners PajakOnline Consulting Group Abdul Koni.
Sementara itu, Presiden Direktur JNE Mohamad Feriadi mengatakan, pada masa pandemi ini ketika banyak korporasi besar berjatuhan, maka para pelaku UMKM menjadi backbone (tulang punggung) dan akselerator pemulihan ekonomi nasional.
“Sebab sektor UMKM terbukti tangguh di saat krisis dan pandemi ini. Perjuangan dan semangat UMKM luar biasa, tahan banting, mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap banyak tenaga kerja. JNE mendukung penuh para pengusaha UMKM untuk tumbuh, berkembang, dan semakin maju,” kata Mohamad Feriadi yang juga Ketua Umum Asperindo (Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia) Periode 2021-2025.
Tentang Konsultan PajakOnline
PajakOnline Consulting Group didirikan para profesional di bidang Perpajakan dan mempunyai pengalaman sebagai auditor pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI saat masih aktif sebagai petugas Pajak. Para konsultan di PajakOnline Consulting memegang sertifikat C (the highest grade of tax consultant) dan merupakan konsultan dan pengacara pajak terdaftar.
Selain public training, Konsultan PajakOnline sering dipercaya untuk memenuhi kebutuhan pelatihan karyawan yang diselenggarakan dalam bentuk in-house training dengan materi dan jadwal yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
Layanan Konsultan PajakOnline di antaranya, menyiapkan dan melaporkan Laporan Pajak Bulanan seperti Pajak Pertambahan Nilai, PPh Pasal 21, PPh Pemotongan/Pemungutan Pihak Ketiga, Angsuran PPh Pasal 25 baik perusahaan maupun perseorangan, Menyiapkan dan melaporkan SPT Tahunan untuk PPh Badan, PPh Pasal 21, PPh Orang Pribadi.
Selain itu, Konsultan PajakOnline menangani Kuasa Klien Dalam Masalah Perpajakan di antaranya untuk permasalahan Persetujuan nilai buku proses merger, Revaluasi Aktiva Tetap, Keberatan/Pengurangan angsuran bulanan PPh baik Badan dan Perseorangan; Juga sebagai Kuasa Klien dalam Penyelesaian Sengketa Pajak saat pemeriksaan, keberatan, banding dan peninjauan kembali.
Tentang OK OCE
OK OCE adalah sebuah gerakan pembuka lapangan pekerjaan dan kewirausahaan berbasis komunitas. Gerakan ini mengusung konsep sharing ekonomi dan bisnis inkubasi. Di mana di dalamnya kelompok komunitas penggerak kewirausahaan menjadi inkubator dan akselerator untuk membina dan menciptakan wirausaha baru lainnya.
Selain itu, gerakan ini juga menjadi wadah berkumpulnya kelompok ekonomi kerakyatan khusus yang terhimpun berdasarkan cluster-cluster (kelompok bidang industry sejenis). Gerakan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, termasuk individual, lembaga maupun komunitas wirausaha yang sudah ada, untuk bisa bergabung dan berafiliasi pada gerakan nasional kewirausahaan OK OCE Indonesia.
Beritaneka.com—Penerapan single identity number (SIN) pajak untuk mengoptimalisasi penerimaan negara terutama di sektor perpajakan. Bahkan, dapat memberantas korupsi dan mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia.
Mantan Presiden Republik Indonesia Ke-5 Megawati Soekarnoputri mengatakan, pemanfaatan SIN pajak dapat mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, termasuk mencegah terjadinya kredit macet.
“Secara umum SIN pajak memiliki manfaat yang luas dari penerimaan, karena dapat mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, meningkatkan penerimaan negara secara sistemik, mewujudkan proses pemeriksaan yang sistemik, hingga mencegah kredit macet,” kata Megawati Soekarnoputri.
Baca Juga: Peningkatan Tarif PPN dan Penghapusan PPNBM Akan Memperburuk Kesenjangan Ekonomi
Dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan dengan menggunakan konsep link and match SIN pajak.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hingga saat ini pemerintah terus membangun pondasi, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan integrasi data perpajakan dengan melakukan matching dari NIK dengan NPWP.
Sementara itu, pengamat perpajakan dari PajakOnline Consulting Group Abdul Koni mengatakan, SIN pajak dapat melakukan tracking dan mengungkap data wajib pajak (WP) yang belum membayar kewajiban perpajakannya. Biasanya uang atau harta, baik dari sumber legal maupun ilegal selalu digunakan dalam tiga sektor, yakni konsumsi, investasi, dan tabungan.
Baca Juga: Mahfud MD: 92 Persen Warga Papua Pro NKRI dan Mendukung Pembangunan di Papua
“Sektor-sektor tersebut dalam SIN pajak wajib memberikan data dan interkoneksi dengan sistem perpajakan. Artinya, uang dari sumber legal maupun ilegal tersebut dapat terekam secara utuh dalam SIN Pajak.WP yang menghitung pajak dan mengirimkan SPT ke DJP dan SIN Pajak akan memetakan data yang benar dan data yang tidak benar, serta data yang tidak dilaporkan dalam SPT,” kata Koni, Managing Partners & Director PajakOnline Consulting Group.
Menurut Koni, sudah tidak ada lagi harta yang dapat disembunyikan oleh WP dengan berjalannya sistem integrasi SIN pajak. “Sehingga diharapkan WP akan patuh dan jujur melaksanakan kewajiban perpajakannya, karena tidak adanya celah penghindaran kewajiban perpajakan,” kata Koni, mantan auditor senior DJP ini.
Oleh karena itu, dengan penerapan SIN pajak tersebut diharapkan dapat menambah penerimaan negara, mencegah terjadinya korupsi, dan menciptakan kemandirian fiskal.
Beritaneka.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN sebagai salah satu langkah untuk melakukan reformasi perpajakan yang sehat, adil, dan kompetitif.
Rencana ini tertuang dalam paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Musrenbangnas 2021 secara virtual belum lama ini atau pada hari Selasa (4/5/2021).
Dalam paparan menyebutkan, reformasi perpajakan mencakup inovasi penggalian potensi untuk peningkatan rasio pajak, perluasan basis perpajakan di e-commerce, cukai plastik dan menaikkan tarif PPN. Kemudian, reformasi lainnya yaitu sistem perpajakan yang sejalan dengan struktur perekonomian.
Baca Juga: Nopol Kendaraan dan SKM Kekaisaran Sunda Nusantara, Cari Sensasi?
Pemerintah menyatakan akan terus menggali dan meningkatkan basis pajak, memperkuat sistem perpajakan dan berupaya menaikkan rasio pajak (tax ratio). Hingga saat ini, tarif PPN untuk konsumen masih dipatok sebesar 10 persen.
Namun, rencana Pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) di tengah pandemi dinilai kontraproduktif dan berefek negatif bagi pemulihan ekonomi nasional oleh beragam kalangan. Kenaikan PPN turut memicu naiknya harga barang yang akan membuat daya beli masyarakat makin merosot.
“Naiknya tarif (PPN) ini akan berdampak terhadap melemahnya konsumsi rumah tangga karena harga jual barang di konsumen akhir meningkat,” kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, Kamis (6/5/2021).
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen: Antara Mimpi dan Ilusi
Menurut Bhima, semestinya pemerintah mengeluarkan kebijakan PPN ditanggung pemerintah atau DTP sebagai bagian dari stimulus fiskal untuk meningkatkan konsumsi dan gairah berbelanja masyarakat di sektor retail. Bukannya malah menaikkan tarif PPN.
Menurut Bhima, konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi minus -2,23 persen (year-on-year/yoy) di kuartal I/2021. Daya beli masyarakat juga masih rendah, ditunjukkan dari perkembangan sektor retail yang menurun minus 0,24 persen yoy pada periode yang sama. “Bila tarif PPN naik malah bisa bikin blunder ke pemulihan ekonomi,” kata Bhima.
Sementara itu, pengamat perpajakan dari PajakOnline Consulting Group Abdul Koni mengatakan, pemerintah perlu menunda rencana kenaikan PPN.
“Momentumnya belum tepat karena masih resesi di tengah pandemi, di mana daya beli masyarakat melemah. Efeknya kontra bagi perpajakan dan perekonomian nasional,” kata Koni, Managing Partners & Director PajakOnline Consulting Group kepada Beritaneka hari ini.
Koni menyebutkan, Indonesia masih resesi. mengacu pada data BPS perekonomian Indonesia masih mengalami kontraksi atau minus 0,74%. Kontraksi PDB Indonesia terus terjadi selama empat kuartal beruntun. Artinya, Indonesia masih berada dalam kondisi resesi ekonomi.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2021 Minus 0,74%, Indonesia Masih Resesi
Resesi adalah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi minus dua kuartal berturut-turut akibat menurunnya daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi minus yang dialami Indonesia sudah terjadi sejak kuartal II-2020 yaitu minus 5,32%. Kontraksi pertumbuhan ekonomi berlanjut ke kuartal III-2020 minus 3,49% dan minus 2,19% pada kuartal IV-2020.
Koni yang juga mantan auditor senior Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini mengatakan, untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah sebaiknya intens mengejar para wajib pajak besar (orang-orang kaya raya atau super kaya) yang belum patuh atau taat pajak dan terus mengejar pajak penghasilan (PPh) perusahaan platform digital asing yang telah mengambil keuntungan signifikan di Indonesia, seperti Youtube, Facebook, Google, Zoom, dan lainnya yang potensi pemajakannya mencapai triliunan rupiah. (el)