Beritaneka.com—Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto membenarkan pernyataan Adian Napitupulu yang menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta perpanjangan masa jabatan sebagai presiden menjadi 3 periode. Namun, hal itu ditolak PDIP.
Hasto pun membenarkan hal tersebut. Dia mengaku memang ada permintaan dari beberapa ketua umum partai, bahkan menteri yang tergabung dalam kabinet Indonesia Maju. Permintaan itu disebut sesuai dengan perintah ‘Pak Lurah’.
“Jadi, saya sendiri mengalami itu, jadi ketika saya sedang nyekar di makam Bung Karno, di Blitar, tiba-tiba muncul berita salah satu menteri yang mengatakan berdasarkan Big Data-nya, itu ada cukup banyak yang mendorong perpanjangan jabatan atau tiga periode,” kata Hasto kepada awak media di Jakarta, Jumat (27/10/2023).
“Sebelumnya saya bertemu dengan menteri tersebut, dan dikonfirmasi bahwa sikap-sikap ketua umum beberapa partai yang menyuarakan itu, saat itu dikatakan sebagai permintaan Pak Lurah,” katanya.
Hasto menegaskan, PDIP berpegang teguh dan tegak lurus pada hukum yang berlaku di Indonesia. Ia juga menyebut PDIP senantiasa berupaya membangun demokrasi yang sehat. “Kami mendengar itu, maka kemudian karena PDIP ini juga lahir dengan suatu semangat untuk membangun demokrasi yang sehat, yang taat pada konstitusi, maka PDIP bersama rakyat indonesia memilih tegak lurus pada konstitusi, itu sikap yang diambil oleh PDIP,” kata Hasto.
Kemudian, Hasto menjamin pernyataannya itu benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia kembali menegaskan, PDIP menolak adanya sikap pengkhianatan terhadap konstitusi.
“Jadi, berbagai upaya yang dilakukan berbagai ketum, saat itu yang saya dapat informasinya, ini bisa dicrosscheck, saya pertanggungjawabkan secara politik, hukum, dan juga di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan rakyat Indonesia, bahwa itu memang ada, melalui pihak-pihak lain yang kemudian juga disuarakan ke PDIP, tetapi sikap kami adalah konsisten di dalam menempatkan konstitusi sebagai rule of the game yang sangat fundamental yang harus kita ikuti,” kata Hasto.
Beritaneka.com—Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDI-P Adian Napitupulu mengungkapkan sebab musabab konflik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan PDIP. Menurut Adian, persoalan bermula dari PDI-P yang tidak mengabulkan permintaan Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden menjadi tiga periode dan menambah masa jabatan.
“Nah, ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui,” kata Adian dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/10/2023).
Menurut Adian, PDI-P menolak permintaan tersebut karena tidak ingin mengkhianati konstitusi. Ia juga menegaskan, PDI-P ingin menjaga konstitusi karena terkait dengan keselamatan bangsa dan negara serta rakyat Indonesia.
“Kemudian, ada pihak yang marah ya terserah mereka. Yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi. Menjaga konstitusi adalah menjaga republik ini. Menjaga konstitusi adalah menjaga bangsa dan rakyat kita,” kata Adian.
“Kalau ada yang marah karena kita menolak penambahan masa jabatan tiga periode atau perpanjangan, bukan karena apa-apa, itu urusan masing-masing. Tetapi memang untuk menjaga konstitusi. Sederhana aja,” sambungnya.
Anggota Komisi VII DPR ini lantas mengaku tidak antipati dengan Jokowi. Namun, dia menyesalkan perubahan Jokowi yang begitu cepat terhadap PDIP.
Padahal, menurutnya, partai banteng moncong putih itu sudah memberi segalanya untuk Jokowi dan keluarganya mulai dari menjadi Wali Kota Surakarta dua periode, Gubernur DKI Jakarta dan presiden dua kali. “Ada sejarah begini, dulu ada yang datang minta jadi wali kota dapat rekomendasi, minta rekomendasi, dikasih. Minta lagi dapat rekomendasi, dikasih lagi. Lalu, minta jadi gubernur, minta rekomendasi dikasih lagi. Lalu, minta jadi calon presiden, minta rekomendasi dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi,” kata Adian.
“Lalu, ada lagi minta untuk anaknya dikasih lagi. Lalu, ada diminta untuk menantu lalu dikasih lagi. Banyak benar,” katanya lagi.
Kini, Adian mengaku sama sekali tidak peduli pada Jokowi beserta keluarganya. Sebab, mereka disebut berpaling dari PDIP. Saat ini, dia mengatakan, PDIP hanya memikirkan bagaimana memenangkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai bakal pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dia mengaku bahwa status Gibran di PDI-P akan diserahkan pada DPP dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. “Tugas saya menggalang suara, menggalang kekuatan untuk memenangkan Ganjar. Bagaimana Gibran tidak saya pikirkan. Bagaimana Jokowi enggak saya pikirkan. Yang saya pikirkan adalah bagaimana menambah suara satu, satu, satu terus setiap hari untuk Ganjar,” kata Adian.
Akhir-akhir ini hubungan Jokowi dan keluarganya dengan PDIP disebut-sebut kurang baik. Hal ini karena Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto, yang bukan didukung PDIP. Karena PDIP sudah menjagokan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk Pilpres 2024.
Beritaneka.com, Jakarta—Pengamat politik Eros Djarot mengatakan apabila PDI Perjuangan mengusung Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024, maka berpotensi besar untuk mengalahkan Koalisi Kebangsaan. Apalagi jika menggandengkan Ganjar dengan sosok yang merepresentasikan sebagai pemberantas korupsi, Mahfud MD.
Menurut Eros, duet Ganjar dan Mahfud akan menjadi pasangan yang sulit dikalahkan. Ganjar menjadi sosok pemimpin tertinggi yang diidamkan masyarakat lewat terobosan dan sifat merakyatnya. Sementara Mahfud bisa menjadi pelengkap untuk mewujudkan pemerintahan yang tegas dan bersih.
“Saat ini Indonesia memerlukan sosok pemimpin seperti itu. Mau berhadapan dengan Koalisi Kebangsaan maupun koalisi sebesar apapun, pasangan ini saya yakin akan jadi pemenang. Track record keduanya jelas kok. Clear,” kata Eros, kepada awak media, dikutip hari ini.
Jika track record Ganjar bisa dilihat dari kepuasan masyarakat lewat lembaga-lembaga survei, maka Mahfud MD kata Eros memiliki riwayat sangat tegas dalam pemberantasan korupsi. Eros kemudian mengisahkan keberanian Mahfud MD membuka skandal di Kementerian Keuangan.
Bahkan, dia juga menyebut ketegasan Mahfud MD saat berhadapan dengan anggota legislatif. “Karakter seperti itulah yang cocok mendampingi Ganjar.
Jika Ganjar mampu mewujudkan clean government maka kekuatan itu perlu ditambah dengan keberanian pemberantasan korupsi,” katanya. Meski selama ini elektabilitas Mahfud MD masih rendah, Eros tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut. Menurutnya, konsistensi yang ditunjukkan Mahfud itu akan dengan sendirinya mendongkrak elektabilitasnya. Apalagi setelah dideklarasikan.
“Ditambah keduanya tidak memiliki beban sejarah apapun. Sosok seperti itulah yang tepat untuk menata Indonesia ke depan, katanya.
Eros mengatakan Ganjar dan Mahfud MD membawa optimisme di masa mendatang. Ada dua alasan yang disebut oleh Eros. Pertama lewat clean government, dan yang kedua pemberantasan korupsi. “Jika PDI Perjuangan mau kembali tampil sebagai pemenang Pilpres, maka pasangan Ganjar-Mahfud yang harus diusung,” katanya.
Beritaneka.com—Berbagai pihak mendorong Gibran untuk maju Pilgub DKI Jakarta pada 2024. Dorongan tersebut, untuk saat ini tampaknya berlebihan. Sebab, Gibran belum lama menjadi Walikota Solo dan prestasinya pun hingga saat ini belum terlihat.
“Kalau kinerja Gibran masih seperti saat ini, tampaknya beresiko mendorongnya maju Pilgub DKI Jakarta. Karena kapasitas Gubernur DKI Jakarta idealnya setara menter,” ujar M. Jamiluddin Ritonga, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Baca juga: Wali Kota Solo Ajak Seluruh ASN Dukung Gerakan Cinta Zakat
Kapasita Gibran, tegas Jamiluddin, untuk Walikota Solo saja masih perlu diuji. Gibran harus mampu membuktikan dahulu kinerjanya yang luar biasa sebagai walikota.
Menurut Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999, Gibran lebih baik fokus menata kota Solo hingga berakhir masa baktinya sebagai walikota. Dari situlah akan terlihat, layak tidaknya Gibran bertarung pada pilgub DKI Jakarta.
Peluang Gibran untuk Pilgub Jawa Tengah juga sama. Gibran harus tunjukan dulu kinerjanya di Solo. Kalau dipaksakan, lanjut Jamiluddin, hal itu tidak akan baik bagi Gibran sendiri.
“Ia didorong-dorong untuk posisi tertentu yang tidak sesuai kapasitasnya. Itu namanya mendorong Gibran ke jurang,” tegasnya.
Baca juga: Tempatkan PDIP Partai Paling Bersih, Lembaga Survei Harus Jaga Objektifitas
Dari pengamatan Jamiluddin, PDIP memiliki banyak kader yang layak dicalonkan pada pilgub DKI Jakarta. Anggota DPR yang juga pernah menjadi Gubernur DKI, Djarot Syaifullah, penilaian Jamiluddin layak untuk mencoba keberuntungan pada rahun 2024.
Djarot, selain punya kapasitas juga sudah pernah merasakan empuknya kursi gubernur DKI Jakarta. Karena itu, ia sudah tahu beratnya menjadi Gubernur Jakarta.
Djarot juga sudah paham karakteristik warga Jakarta. Begitu juga persoalan Jakarta, seperti kemacetan dan banjir.
“Karena itu, peluang Djarot jauh lebih besar bila maju pada Pilgub DKI Jakarta,” ungkapnya.