Beritaneka.com, Jakarta —Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali membongkar 10 entitas yang melakukan penawaran investasi tanpa izin pada periode Juni 2022. Adapun rinciannya lima entitas melakukan money game, satu entitas melakukan kegiatan forex dan robot trading tanpa izin, tiga entitas melakukan kegiatan perdagangan aset kripto tanpa izin dan 1 entitas lain-lain.
SWI telah memanggil dan meminta penghentian kegiatan serta pengembalian dana masyarakat yang telah dihimpun kepada beberapa entitas yang diduga telah melakukan penawaran investasi tanpa izin dari regulator, di antaranya PT Enel Kekuatan Hijau yang diduga telah melakukan money game/skema ponzi dan Advance Global Technology/AGT yang diduga melakukan penawaran investasi tanpa izin dari regulator dengan modus jasa periklanan.
Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, pemberantasan terhadap investasi ilegal sangat tergantung pada peran serta masyarakat.
“Diharapkan masyarakat tidak terigur dengan penawaran bunga tinggi dan harus mempertimbangkan aspek legalitas dan kewajaran dari entitas dan produk yang ditawarkan,” kata Tongam dalam keterangannya, Jumat (29/7/2022).
Baca Juga:
- Bursa Kripto Ditargetkan Beroperasi Tahun Ini
- Belanja Negara Bertambah Guna Tahan Kenaikan BBM, Listrik dan Gas Capai Rp350 Triliun
- Hingga Juni 2022, Transaksi Aset Kripto Capai Rp212 Triliun
- NIK Jadi NPWP, Begini Cara Pakainya
Dia menambahkan, masyarakat dapat melakukan pengecekan legalitas dengan mengunjungi website dari otoritas yang mengawasi atau melakukan pengecekan dalam list entitas yang dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi.
Tidak hanya itu, Satgas Waspada Investasi kembali menemukan 100 pinjaman online ilegal, sehingga sejak tahun 2018 sampai dengan 2022, jumlah pinjaman online ilegal yang telah ditutup menjadi sebanyak 4.089 entitas pinjol ilegal.
Cyber patrol dan pemblokiran harian bersama-sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI terus dilakukan untuk mempersempit ruang gerak dari pelaku pinjaman online ilegal, meskipun telah ribuan ditutup, praktek pinjaman online ilegal di masyarakat tetap marak.
Satgas Waspada Investasi mendorong penegakan hukum kepada para pelaku pinjaman online ilegal ini dengan terus menerus juga melakukan pemblokiran situs dan aplikasi agar tidak diakses oleh masyarakat. “Kami berharap masyarakat mewaspadai segala bentuk modus baru yang dilakukan oleh para pelaku untuk menjerat korban,” katanya.
Beritaneka.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya mendorong penyaluran pinjaman fintech lending atau pinjaman online (Pinjol) kepada sektor produktif, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Per Maret 2022, total outstanding penyaluran pinjaman fintech lending ke UMKM telah mencapai Rp13,2 triliun atau 36% dari total outstanding pinjaman fintech lending,” tulis OJK di Instagram resminya, dikutip hari ini.
Jika dirinci, jumlah outstanding pinjaman Rp36,6 triliun berasal dari perseorangan Rp31,3 triliun dengan UMKM Rp9,5 triliun dan Non UMKM Rp21,8 triliun. Kemudian badan usaha Rp5,3 triliun dengan UMKM Rp3,7 triliun dan non-UMKM Rp1,6 triliun.
Baca Juga:
- Presiden Jokowi: Masyarakat Boleh Tidak Menggunakan Masker di Luar Ruangan
- Aplikasi Digital Penyaluran Minyak Goreng Curah Rp14.000 Per Liter Resmi Diluncurkan
Selain itu, jumlah rekening penerima pinjaman tercatat 12,8 juta rekening. Rinciannya, perseorangan 12,8 juta rekening dengan UMKM 3,1 juta rekening dan non-UMKM 9,7 juta rekening.
Adapun untuk badan usaha 21,7 ribu rekening dengan UMKM 2,5 ribu rekening dan non-UMKM 19,2 ribu rekening. Sehingga total jumlah rekening UMKM sebanyak 3,1 juta rekening atau 24% dari total rekening.
Penyaluran pinjaman fintech lending ke luar Jawa juga mencapai 24% dari total pinjaman sepanjang bulan Maret 2022. Rinciannya, untuk jumlah penyaluran pinjaman fintech lending di Jawa Rp18,5 triliun dan luar Jawa Rp4,4 triliun.
Sedangkan untuk jumlah penerima pinjaman di Jawa 13,51 juta akun dan luar Jawa 3,52 juta akun. Dengan demikian, hadirnya fintech lending diharapkan menjadi salah satu alternatif pendanaan untuk mendorong UMKM dan sektor produktif di Indonesia, terutama yang berada di luar Pulau Jawa.
Beritaneka.com—Total nilai kredit warga Jawa Barat terhadap pinjaman online (pinjol) atau fintech lending hingga September 2021 tercatat mencapai Rp67,7 triliun.
Angka tersebut adalah pinjaman warga terhadap pinjol legal atau terawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 2 Jawa Barat Indarto Budiwitono mengatakan, tercatat sampai dengan Agustus 2021 dana sebesar Rp67,7 triliun telah disalurkan kepada 13,23 juta peminjam online di Jawa Barat.
“Kemudahan akses yang ditawarkan oleh fintech lending menjadi salah satu opsi masyarakat Jawa Barat yang membutuhkan pembiayaan secara cepat mengakses fintech lending,” kata Indarto dalam keterangannya kepada wartawan.
Baca Juga: BNPB: 2.208 Bencana Terjadi Sepanjang Januari-Oktober 2021
Menurut dia, jumlah outstanding pinjaman online meningkat sebesar 122,7% dengan nominal Rp6,8 triliun. Menariknya, pinjol ini memiliki porsi tertinggi sebesar 26% dari provinsi lainnya di Indonesia.
Tingginya akses warga terhadap pinjol, membuat penyaluran kredit atau pembiayaan di Jabar tumbuh positif sebesar 6,88% yoy, lebih baik dari nasional yang bertumbuh sebesar 2,21% yoy.
Indarto mengingatkan agar warga tetap berhati hati saat mengakses pinjol. Hal ini mengingat maraknya fintech lending ilegal yang dapat merugikan masyarakat dengan bunga sangat tinggi. Belum lagi adanya penyalahgunaan data pribadi.
“Masyarakat harus mencermati izin atau legalitas fintech lending yang dikeluarkan. Kami juga terus lakukan upaya agar pinjol ilegal terus diberantas. Presiden juga sudah instruksikan itu,” katanya.
Baca Juga: Harga Tes PCR Rp300 Ribu, Legislator: Perlu Dikaji Ulang
Dia meminta, apabila ada masyarakat yang mendapati pinjol ilegal atau merasa dirugikan, bisa mengunjungi nomor OJK atau hotline polisi. Saat ini, baik OJK, pemerintah, dan polisi sudah berkomitmen memberantas pinjol ilegal karena sudah sangat meresahkan.
Beritaneka.com—Banyaknya masyarakat yang tertipu dan terjerat pinjaman online (pinjol) menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar menjaga dan mengawasi ketat penyelenggaraan fintech.
“Saya juga memperoleh informasi, banyak penipuan dan tindak pidana keuangan telah terjadi. Saya mendengar masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online yang ditekan oleh berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya,” kata Presiden Jokowi dalam Sambutan OJK Virtual Innovation Day 2021 di Istana Negara, Senin (11/10/2021),
Presiden mengingatkan, gelombang digitalisasi masa pandemi Covid-19 saat ini harus disikapi pemerintah dengan cepat dan tepat. Saat ini, penyelenggara fintech, termasuk fintech syariah terus bermunculan, inovasi-inovasi finansial teknologi juga semakin berkembang, serta fenomena sharing ekonomi semakin banyak ditemukan dari ekonomi berbasis peer to peer hingga business to business.
Baca Juga: OJK Targetkan Seluruh Anak Sekolah Punya Tabungan Digital
Kemunculan berbagai perbankan dan asuransi berbasis digital serta e-payment saat ini pun harus mendapatkan dukungan pemerintah. “Karena itu, perkembangan yang cepat ini harus dijaga, harus dikawal, sekaligus difasilitasi untuk tumbuh secara sehat untuk perekonomian masyarakat kita,” kata Presiden Jokowi.
Presiden yakin, jika perkembangan fintech ini mendapatkan pengawasan dan pengawalan yang tepat dari pemerintah, maka Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi raksasa digital setelah China dan India. Indonesia pun bisa menjadi negara dengan ekonomi terbesar dunia ke-7 pada 2030.
Karena itu, Presiden meminta momentum ini harus dimanfaatkan dengan membangun ekosistem keuangan digital yang kuat dan berkelanjutan. Ekosistem keuangan digital ini harus bertanggung jawab dan memiliki mitigasi risiko terhadap timbulnya permasalahan hukum dan permasalahan sosial untuk mencegah kerugian serta meningkatkan perlindungan kepada masyarakat.
Selain itu, Presiden meminta agar pembiayaan fintech harus didorong untuk kegiatan produktif, memberikan kemudahan akses bagi masyarakat yang tidak terjangkau layanan perbankan, membantu pelaku UMKM agar lebih banyak melakukan transaksi digital, serta membantu UMKM untuk naik kelas.
Baca Juga: Data Pandora Papers Terbuka, Ketua DPP PKS: Membuka Konglomerat dan Pejabat Penghindar
Presiden Jokowi berpesan agar OJK dan para pelaku usaha dalam ekosistem ini memastikan inklusi keuangan diikuti dengan percepatan literasi keuangan dan literasi digital. Sehingga kemajuan inovasi keuangan digital bisa memberikan manfaat bagi masyarakat luas serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Acara ini turut dihadiri Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Beritaneka.com—Pimpinan DPR meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan moratorium terhadap aktivitas pinjaman online (pinjol). Permintaan itu merujuk pada kian maraknya praktik pinjaman online ilegal yang sangat merugikan masyarakat.
“Tiap hari kita disodori berita yang menyedihkan dari masyarakat yang terbelit masalah akibat praktik tidak sehat dari pengelola pinjaman online. Bahkan ada yang bunuh diri karena tidak bisa membayar cicilan utang yang membengkak secara luar biasa. Pinjam satu-dua juta, tapi pengembaliannya bisa sampai puluhan juta. Ini kan tidak masuk akal. Untuk melindungi masyarakat, saya minta OJK melakukan moratorium. Setop dulu,” ujar Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, keterangan tertulisnya, Rabu (15/9/2021).
Pinjol sendiri dilahirkan untuk meningkatkan inklusivitas sektor keuangan. Namun dalam praktiknya terlihat ada ketidaksiapan dari berbagai lembaga terkait. Inilah yang kemudian membuat munculnya praktik tidak sehat, bahkan menjamurnya pengelola pinjol ilegal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Seperti diberitakan di berbagai media, rakyat kecil banyak terjerat pinjol. Mereka teriming kemudahan pinjol tapi kemudian tak mampu membayar karena bunganya yang berlipat. Padahal mereka sedang kesusahan, seperti kemiskinan maupun kehilangan pekerjaan. “Kalau praktik pinjol seperti ini maka mereka menjadi seperti rentenir,” tegas Gobel.
Baca juga: Demi Masa Depan Bangsa, DPR Sayangkan Dana Abadi Pesantren Tidak Dikabulkan
Otoritas keuangan, menurut Rachmat perlu melakukan evaluasi serius terhadap keberadaan pinjol. Mereka perlu membuat pemetaan dari berbagai masalah yang muncul selama ini dan bagaimana mengatasinya. Termasuk bagaimana mengatasi perusahaan pinjol yang beroperasi dari luar negeri. Ini harus segera dilakukan, agar situasi tidak semakin memburuk.
Menurut data Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penegakan hukum penanganan pinjol masih menghadapi banyak masalah, terutama yang ilegal. Mereka sulit ditangani karena pemilik pinjol ilegal hanya 22 persen yang memiliki server di Indonesia. Sedangkan, 44 persen lainnya tidak terdeteksi dan sisanya berada di luar negeri.
Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) ini mengatakan, maraknya pinjol juga harus menjadi indikator bagi otoritas keuangan untuk perlu instrospeksi bagi lembaga-lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).
“Maraknya pinjol tidak terlepas dari ketidakmampuan bank, koperasi dan PNM menjangkau orang-orang yang sedang kesusahan tersebut,” kata wakil rakyat dapil Gorontalo itu.
Karena itu, Gobel berpendapat, pemerintah dan otoritas keuangan segara memperkuat perbankan untuk rakyat kecil, koperasi, dan PNM. “Berikan prosedur yang lebih mudah dan perkuat jejaringnya agar bisa menjangkau ke seluruh pelosok negeri,” tukasnya.
Baca juga: Selisih Anggaran PEN Sangat Besar, Anggota DPR PAN: Memprihatinkan
Menurut survei Bank Indonesia (BI), pelaku usaha kecil yang sudah mendapat aliran kredit dari bank sebenarnya baru mencapai 30,5 persen dari total UMKM yang ada di dalam negeri. Sedangkan sisanya 69,5 persen belum mendapat akses kredit dari bank. Dari jumlah tersebut, sekitar 43 persen dinilai sangat membutuhkan kredit dengan potensi bisa mencapai Rp1.600 triliun.
“Jadi kesenjangan kredit masih tinggi. Oleh karena itu, tidak boleh menyalahkan masyarakat jika mereka tergiur dengan pinjol. Mereka sangat membutuhkan pembiayaan, tapi bank, koperasi dan PNM tidak mampu melayani kebutuhan itu. Kondisi inilah yang harus dibenahi,” tutur Gobel.
Dari sisi regulasi, menurut Gobel, perlindungan terhadap masyarakat belum kuat karena kehadiran perusahaan pinjol baru diatur berdasarkan Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016. Selain itu, sampai saat ini RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum juga bisa disahkan karena pemerintah tidak setuju dibentuknya lembaga pengawas yang bersifat independen.
Terkait dengan aktivitas keuangan digital seperti pinjol, Indonesia membutuhkan UU Financial Technology (Fintech) dan UU PDP. Namun sampai saat ini UU Fintech masih menjadi wacana, sementara untuk pembahasan UU PDP belum ditemukan kata sepakat antara DPR dan pemerintah.
Beritaneka.com—Dalam sistem keuangan sosial Islam, wakaf dan infak termasuk sedekah di dalamnya diyakini dapat menjadi ujung tombak dalam melawan sistem ribawi yang dirasa justru memberatkan masyarakat. Masyarakat saat ini, khususnya ummat Islam sulit untuk terhindar dari riba.
Hal ini yang mendorong Arsitek Platform Wakaf Infak, Hairul Anas Suaidi bersama rekan sesama alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) mendirikan Yayasan Wakaf dan Infak Insan Tauhid Bermanfaat (WI-ITB), sebuah pergerakan pengembangan social islamic finance yang penuh rahmat bagi sesama.
“Mudah-mudahan yayasan ini juga bisa menjadi salah satu mata rantai perjuangan ekonomi ummat Islam yang sudah terpuruk sekian lama. Juga menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi ke depan,” jelas Anas, yang menjabat Ketua Dewan Pengawas WI-ITB, Senin (6/9/2021).
Baca juga: Pasar Ekonomi Syariah masih Kecil, WI-ITB: Wakaf dan Infak Jadi Solusi
Anas menegaskan, karakteristik dari pengolaan wakaf dan infak setidaknya memerlukan sistem yang bisa memfasilitasi akses yang mudah bagi semua stake holder. Semua elemen ummat boleh bahkan wajib berperan, baik sebagai donatur maupun penerima manfaat. Legalitas dan perizinannya perlu disesuaikan sedemikian rupa agar comply dengan regulasi yang ada. Penyalurannya mesti tepat sasaran dari sisi makro hingga mikro, tidak tumpang tindih, dan dananya bisa digulirkan.
Untuk itu, pihaknya berupaya menghadirkan platform wakaf dan infak yang akan menjawab kendala selama ini. Sehingga, diharapkan dapat memberikan keterbukaan informasi dan kemudahan akses bagi penggunanya.
“Platform wakaf dan infak ini juga kita buat sedemikian rupa agar bisa lebih tepat sasaran, dengan bekerja sama kepada yang sudah berpengalaman di lapangan dalam pengelolaan dananya. Kita juga akan melakukan pengelolaan dana supaya bisa bergulir dan produktif, jadi tidak habis seketika,” kata Anas.
Anas berharap, platform wakaf dan infak ini dapat terus berkembang seiring waktu. Sehingga menjadi aset besar yang dapat membantu umat, termasuk pertumbuhan ekonomi syariah di Tanah Air.
Secara ekosistem platform, lanjut dia, setidaknya ada enam ide yang sebisa mungkin diberikan. Seperti tidak adanya potongan biaya digital yang selama ini masih diberlakukan oleh beberapa mitra digital lembaga amal yang sudah ada.
“Tidak sedikit ditemukan ketika dana sudah terhimpun ternyata ada potongan sekitar 5-10 persen atau lebih, data donatur tertutup dan masih terkena berbagai biaya platform,” katanya.
Baca juga: Wapres Ma’ruf Amin: SDM Unggul Kunci Menangkan Persaingan Global
Melalui sistem wakaf dan infak yang dibuatnya, diharapkan dapat dipakai bersama dan digunakan oleh semua lembaga wakaf dan infak. Termasuk, sharing informasi penerima manfaat, supaya tidak overlap.
Hal itu juga disebutkan akan menjadi solusi pengganti dari sistem ribawi yang menjadi salah satu andalan masyarakat saat ini. Terlebih, banyak kasus yang belakangan mencuat di media bahwa orang-orang terjerat dengan pinjaman online (pinjol) yang menjerumuskan mereka.
“Juga kita menyediakan sistem yang mengedepankan pengelolaan dana secara transparan. Ini yang memang seharusnya menjadi kewajiban setiap lembaga amal. Sistem ini juga nantinya akan menambahkan keyakinan pada pewakaf dan penginfak, karena mereka bisa menelusuri ke mana alokasi dana yang dipergunakan, termasuk mitigasi risiko yang ada. Dengan demikian amanah dari ummat benar-benar dijalankan dengan lurus dan tuntas, sehingga arus infaq dan wakaf akan semakin deras,” kata Anas.
Ketika didalami oleh Beritaneka, Anas sempat mengutip sebuah fakta spektakuler bahwa pada zaman Khalifah Abdul Hamid II (Turki Usmani), saat itu pengumpulan dana wakaf mencapai sekitar 700 kali lipat keuangan negara. Rakyatnya makmur dan sektor sosial teratasi, sehingga masyarakat sejahtera, berpendidikan tinggi, dan peradaban Islam berkembang pesat, bebas dari jerat-jerat ekonomi ribawi.