Beritaneka.com—Direktur Advokasi dan Kerja Sama Desa dan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Muhammad Fachri jadi narasumber dalam acara Ngobrol Pintar pada Selasa (10/8/2021).
Dalam acara yang dipandu oleh Badriyanto itu, Muhammad Fachri menjelaskan beberapa permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan lahan di Indonesia.
Fachri mengatakan, ada beberapa masalah yang melibatkan banyak lembaga terkait dalam penyelesaiannya. Diantaranya adalah persoalan lahan, modal untuk memanfaatkan lahan, jaminan keberhasilan dalam memanfaatkan lahan, pendampingan produksi, dan pasar sebagai ruang penjualan barang-barang komoditas yang diproduksi.
“Permasalahan-permasalahan ini terjadi hampir di seluruh Indonesia, tidak hanya luar Jawa namun juga di desa-desa yang ada di Pulau Jawa,” kata Fachri.
Baca juga: Kemendes Petakan Potensi BUMdes Dukung Indonesia Spice Up
Sejumlah pihak terlibat dalam penyelesaian permasalahan ini, yaitu Kemendes PDTT dan pihak terkait Dinas Kehutanan, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, juga masyarakat desa itu sendiri.
Saat ini Kemendes PDTT tengah melakukan advokasi agar masyarakat desa dapat memanfaatkan lahan-lahan non produktif sehingga memberikan pemasukan di desa.
“Status lahan di desa kan macam-macam. Ada bengkok, ada kawasan hutan bahkan milik pribadi. Misal orang Jakarta punya lahan 10 hektar selama puluhan tahun tidak diapa-apakan. Ini bisa dimanfaatkan tergantung komunikasi. Kita dorong desa untuk membuat konsensi untuk memiliki lahan-lahan agar bisa dikelola sehingga bisa produktif untuk dimanfaatkan masyarakat tapi tidak untuk dimiliki. Ini yang sedang kita advokasi ke lapangan,” jelas Muhammad Fachri.
Lebih lanjut Muhammad Fachri menjelaskan, Kemendes PDTT sedang serius melakukan identifikasi semua masalah di lapangan yang akan dilanjutkan dengan fasilitasi dan pendampingan sampai ke tahap penjualan komoditas yang diproduksi.
Baca juga: Kemendes Percepat Pencairan BLT, Hingga 15 Juli Tersalurkan Rp5,9 Triliun.
Harapannya hasil produksi pemanfaatan lahan tidak hanya terjual di dalam negeri tapi juga bisa diekspor ke negara-negara lain.
“Tahun ini kita melakukan identifikasi sampai kita buatkan panduan fasilitasinya. Akhir tahun atau tahun depan kita sudah mulai fasilitasi ke desa-desa yang memiliki potensi lahan yang cukup besar tapi belum dimanfaatkan dengan baik,” paparnya.
“Ini dengan skema kolaboratif mengajak berbagai pihak. Kami juga berharap desa bisa membuka diri untuk dilakukan pendampingan-pendampingan aktif seperti bagaimana cara menanam, komoditas apa yang tepat untuk di struktur tanah tersebut. Kemudian mengarahkan bagaimana menjadikan komoditas-komoditas itu layak pasar atau bahkan layak ekspor. Impian kita kesana,” tutup Fachri.
Beritaneka.com—Kementerian PPN/Bappenas membahas pembangunan SDM yang menjadi satu dari lima arahan utama Presiden RI Joko Widodo dan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dalam Rapat Tingkat Menteri secara virtual, Senin (14/6/2021). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator mengukur capaian pembangunan SDM, dengan pendidikan sebagai salah satu dimensinya.
“Kita ingin memastikan intervensi kementerian/lembaga terkait Rencana Kerja Pemerintah, terutama IPM di sektor pendidikan. Kita tahu peran pendidikan luar biasa dan kesenjangan antar wilayah cukup tajam. Kita ingin memastikan diskusi hari ini terkait dengan perhitungan IPM ini dan intervensi yang dilakukan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terkait IPM ini,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Baca juga: Bappenas Jalankan Tiga Tahapan Pembangunan Energi Terbarukan di NTT
Menteri Suharso mengatakan, pendidikan diharapkan menjadi pendorong meningkatkan IPM di Indonesia. “Nanti kita kejar angkanya. Kita padukan dengan program Mas Menteri kalau kita bisa cover dengan ruang fiskalnya di tempat Mas Menteri,” tegas Ketua Umum PPP itu.
Terdapat dua komponen pembentuk IPM, yakni Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah. Dalam sepuluh tahun terakhir, RLS di Indonesia terus meningkat. Pada 2010, RLS Indonesia 7,46 meningkat menjadi 8,48 di 2020. Meski demikian, capaian ini masih rendah, salah satunya disebabkan belum meratanya akses pendidikan. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko mengatakan tajamnya kesenjangan partisipasi sekolah antar wilayah menjadi isu yang harus diatasi.
“Untuk peningkatan IPM, kita menempuh dengan upaya meratakan akses kepada pendidikan, percepatan wajib belajar 12 tahun, ini ada permasalahan kita belum tuntas untuk wajib belajar 12 tahun. Penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan bagi penduduk usia dewasa paket A, B, dan C. Peningkatan tingkat penyelesaian pendidikan, yang sudah masuk sekolah ya harus lulus, ini juga menjadi target RPJMN juga,” ujar Deputi Subandi.
Akses pendidikan juga masih belum merata, terlihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang SMA/sederajat masih rendah. Untuk anak keluarga 20 persen termiskin, APK jenjang SMA sebesar 71,35, lebih rendah dibanding kelompok 20 persen terkaya dengan APK mencapai 92,96.
“Ini perlu mendapat perhatian kita karena coverage untuk Program Indonesia Pintar (PIP) ini sudah diberikan untuk seluruh anak tidak mampu kita. Keterjangkauan mereka ini yang perlu afirmasi kita selanjutnya. Kalau kita lihat, memang APK menurut pendapatan, compile yang paling rendah, aksesnya sangat rendah. Afirmasi melalui PIP, baik di sekolah maupun madrasah,” tutur Deputi Subandi. Hal ini sejalan dengan RPJMN untuk memperkecil gap angka partisipasi anak dari keluarga termiskin dengan anak dari keluarga terkaya.
Baca juga: Bappenas Paparkan Konsep Besar Pengembangan UMKM
Pemerintah akan melaksanakan intervensi untuk mendorong pembangunan pendidikan. Selain PIP untuk pendidikan formal dan nonformal, Dana Alokasi Khusus Fisik untuk memenuhi sarana dan prasarana pendidikan hingga perluasan akses pendidikan nonformal untuk penduduk tidak sekolah menjadi program andalan.
“Strategi ini, bantuan pendidikan untuk penduduk kurang mampu tetap ada alokasi anggarannya melalui Program Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah, peningkatan kapasitas satuan pendidikan melalui pembangunan ruang kelas barudan rehabilitasi kelas rusak. Bantuan afirmasi meningkatkan akses pendidikan bagi penduduk berkebutuhan khusus. Peningkatan ketersediaan satuan pendidikan terutama di kecamatan yang belum memiliki satuan pendidikan dengan assessment kebutuhan yang tajam untuk membuka sekolah atau madrasah baru,” ucap Deputi Subandi.
Beritaneka.com—Pemilihan presiden masih tiga tahun lagi. Namun, berbagai survei sudah merilis beberapa figur yang memiliki peluang besar untuk maju. Pemilihan presiden 2024 dinilai berbeda karena berada pada masa pandemi Covid-19.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, melihat ada tiga momentum yang mengiri pemilihan presiden tahun 2024 yang dilaksanakan secara serentak dengan pemilihan legislatif dan pada tahun yang sama menggelar pemilihan kepala daerah serentak .
Anggota Komisi II DPR itu menyebut, pemilu 2024 merupakan pilpres rasa pandemi. Rasa pandemi, karena, baik efek dan kejadian wabah Covid 19 diperkirakan masih terasa sampai tahun 2024. Pilpres 2024 akan banyak perubahan dibandingkan pilpres sebelumnya. Belajar dari pelaksaanaan Pilkada 2020, berjalan pada masa Covid 19, pihak-pihak yang terlibat mulai dari peserta, penyelenggara dan masyarakat tidak bisa jumpa secara langsung. Hal itu berdampak pada demokrasi yang dihasilkan.
Baca juga: M. Qodari: Ada Tiga Skenario Pilpres 2024
“Padahal, Kalau kondisi biasa, kualitas demokrasi kita lebih baik karena bisa dilaksanakan dengan tatap muka,” ungkap mantan dosen UMB ini pada webinar diskusi publik dengan tema Capres 2024: Saling Intip Partai Politik.
Pilres 2024 dimata Mardani juga memiliki rasa resesi. Kondisi perekonomian yang resesi berefek buruk bagi demokrasi karena bagi rakyat, tidak penting visi dan misi, tapi yang penting gizi, tidak kelaparan. Mardani menegaskan, demokrasi tidak baik jika perut rakyat lapar.
Disisi lain PKS mensyinyalir, ada upaya, seperti lahirnya UU Cipta Kerja, merupakan upaya menumpuk akses menuju pilpres 2024.
“Situasi diperparah dengan data kemiskinan BPS yang sudah mencapai10 persen lebih, tegasnya.
Kemudian, Mardani menyebut Pilpres 2024, merupakan pilpres rasa suksesi. Jokowi akan mengkahiri masa jabatannya. Walaupun ada upaya-upaya mendorongnya maju tiga periode, lewat amandemen UUD 1945, tapi hal itu dibantah Jokowi.
Baca juga: Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UMB Gelar Diskusi Publik, Membaca Peta Pilpres 2024
Mardani menyebut, Pilpres 2024 adalah masa transisi kepemimpinan dan pertarungan, dari kelompok tua ke kaum muda, transisisi old soldiers dengan young soldier. Untuk itu perlu diatur proses transisinya agar tidak terjadi gejolak.
“ Tidak bisa menyiapkan pulau baru dengan peta yang lama,” ungkapnya.
PKS sendiri memiliki tiga strategi menuju pilpres 2024. Strategi penokohan. Partai kader itu membangun ketokohan. Strategi Narasi.PKS menyadari memerlukan modal sosial dan modal intelektual, untuk jauh melompat. Perlu strategi melahirkan presiden yang mampu menjawab semuja persoalan bangsa dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, PKS menggunakan strategi pemetaan pemilih. Data yang ada, 40 persen pemilih adalah kaum muda. Tidak didukung kelas menengah. Pengalaman PKS di pemilu di DKI, kedekatan dengan pemilih sangat menentukan. Kemudian Big Data sangat diperlukan untuk memenangkan pertarungan pilpres 2024.