Beritaneka.com—Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja bersama Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) RI. Dalam paparannya, Ketua KPU Ilham Saputra menjelaskan alasan pihaknya mengusulkan pemungutan suara Pemilu 2024 digelar pada 21 Februari 2021.
“Kenapa kami mengusulkan tanggal pemilu jadi 21 Februari 2024. Tentu dengan mempertimbangkan memberikan waktu yang memadai untuk penyelesaian sengketa hasil pemilu dan penetapan hasil pemilu dengan jadwal pemilihan. Karena ini pertama kali kita laksanakan pemilu dan pilkada di tahun yang sama,” kata Ilham di DPR, Jakarta, hari ini Senin (6/9/2021).
Ilham menjelaskan, beban kerja para penyelenggara pemilu juga menjadi pertimbangan usulan tanggal pemungutan suara.
Baca Juga: Minum Kopi Hitam Tanpa Gula Tingkatkan Imunitas Tubuh
“Tentu perlu dipertimbangkan bagaimana nanti Parpol harus punya kursi yang disyaratkan UU 10 tahun 2016. Juga memperhatikan beban kerja badan adhoc yang beririsan dengan tahapan pemilihan,” katanya.
Ilham menyebutkan, KPU mempertimbangkan agar hari pemungutan suara Pemilu 2024 tidak bentrok dengan hari raya keagamaan.
“Kemudian agar hari pemilihan tidak bertepatan dengan hari keagamaan, kita sudah hitung Ramadan di bulan April. Kemudian rekapitulasi tidak bertepatan dengan hari raya keagamaan seperti misal Idul Fitri,” katanya.
Baca Juga: Bio Farma Punya BioSaliva, Test Covid-19 Kumur dengan Sensitivitas 95 Persen
Sementara untuk Pilgub dan Pilwalkot, KPU mengusulkan dilaksanakan pada November 2024. “Untuk pemilihan kami juga sudah hitung juga mengacu UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa pemilihan disebutkan di situ pemilihan dilakukan pada November 2024. Nah atas dasar tersebut, kami mengusulkan Pilgub, Pilkot pada November,” kata Ilham.
Beritaneka.com—Pemilihan presiden masih tiga tahun lagi. Namun, berbagai survei sudah merilis beberapa figur yang memiliki peluang besar untuk maju. Pemilihan presiden 2024 dinilai berbeda karena berada pada masa pandemi Covid-19.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, melihat ada tiga momentum yang mengiri pemilihan presiden tahun 2024 yang dilaksanakan secara serentak dengan pemilihan legislatif dan pada tahun yang sama menggelar pemilihan kepala daerah serentak .
Anggota Komisi II DPR itu menyebut, pemilu 2024 merupakan pilpres rasa pandemi. Rasa pandemi, karena, baik efek dan kejadian wabah Covid 19 diperkirakan masih terasa sampai tahun 2024. Pilpres 2024 akan banyak perubahan dibandingkan pilpres sebelumnya. Belajar dari pelaksaanaan Pilkada 2020, berjalan pada masa Covid 19, pihak-pihak yang terlibat mulai dari peserta, penyelenggara dan masyarakat tidak bisa jumpa secara langsung. Hal itu berdampak pada demokrasi yang dihasilkan.
Baca juga: M. Qodari: Ada Tiga Skenario Pilpres 2024
“Padahal, Kalau kondisi biasa, kualitas demokrasi kita lebih baik karena bisa dilaksanakan dengan tatap muka,” ungkap mantan dosen UMB ini pada webinar diskusi publik dengan tema Capres 2024: Saling Intip Partai Politik.
Pilres 2024 dimata Mardani juga memiliki rasa resesi. Kondisi perekonomian yang resesi berefek buruk bagi demokrasi karena bagi rakyat, tidak penting visi dan misi, tapi yang penting gizi, tidak kelaparan. Mardani menegaskan, demokrasi tidak baik jika perut rakyat lapar.
Disisi lain PKS mensyinyalir, ada upaya, seperti lahirnya UU Cipta Kerja, merupakan upaya menumpuk akses menuju pilpres 2024.
“Situasi diperparah dengan data kemiskinan BPS yang sudah mencapai10 persen lebih, tegasnya.
Kemudian, Mardani menyebut Pilpres 2024, merupakan pilpres rasa suksesi. Jokowi akan mengkahiri masa jabatannya. Walaupun ada upaya-upaya mendorongnya maju tiga periode, lewat amandemen UUD 1945, tapi hal itu dibantah Jokowi.
Baca juga: Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UMB Gelar Diskusi Publik, Membaca Peta Pilpres 2024
Mardani menyebut, Pilpres 2024 adalah masa transisi kepemimpinan dan pertarungan, dari kelompok tua ke kaum muda, transisisi old soldiers dengan young soldier. Untuk itu perlu diatur proses transisinya agar tidak terjadi gejolak.
“ Tidak bisa menyiapkan pulau baru dengan peta yang lama,” ungkapnya.
PKS sendiri memiliki tiga strategi menuju pilpres 2024. Strategi penokohan. Partai kader itu membangun ketokohan. Strategi Narasi.PKS menyadari memerlukan modal sosial dan modal intelektual, untuk jauh melompat. Perlu strategi melahirkan presiden yang mampu menjawab semuja persoalan bangsa dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, PKS menggunakan strategi pemetaan pemilih. Data yang ada, 40 persen pemilih adalah kaum muda. Tidak didukung kelas menengah. Pengalaman PKS di pemilu di DKI, kedekatan dengan pemilih sangat menentukan. Kemudian Big Data sangat diperlukan untuk memenangkan pertarungan pilpres 2024.
Beritaneka.com—Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta, Sabtu 8 Mei 2021, selama tiga jam dengan lancar dan sukses menggelar Webinar Diskusi Publik dengan tema Capres 2024: Saling Intip Partai Politik.
Even yang menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Hermawi Taslim, dan ahli komunikasi politik Universitas Mercu Buana Dr. A. Rahman, HI., M.Si., CIC
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari yang hadir sebagai pemantik diskusi, memulai pemaparannya dengan menceritakan pertemuan Ketua Umum Demokrat AHY dan Gubernur DKI, Anies Baswedan. Qodari menyebut pertemuan itu sebagai bentuk komunikasi politik paling nyata menjelang Pilpres 2024. Bukti partai politik, sudah menyusun dan mengkalkulasi figur-figur yang memiliki peluang besar untuk menang.
Baca juga: Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UMB Gelar Diskusi Publik, Membaca Peta Pilpres 2024
Qodari menyebut, calon –calon pilpres 2024 yang mau maju, tidak bisa hanya bicara dan bekerja meningkatkan elektabilitas. Namun, harus melakukan pendekatan yang intens pada partai politik, karena menurut UU No 7 tahun 2017 Tentang Pemilu, calon hanya bisa maju jika diusung partai politik yang memiliki 20 persen suara. Dari Hitungan Qodari, syarat untuk bisa maju pilpres membutuhkan 115 kursi anggota DPR. Diantara partai yang memiliki kursi di DPR, hanya PDIP bisa maju sendiri karena memiliki kursi diatas 20 persen.
“Partai politik tidak sembarangan mencalonkan, tapi melihat figur yang memiliki peluang besar,” ujar Qodari.
Lebih lanjut Qodari menjelaskan, berdasarkan data yang dilakukan beberapa lembaga survei, seperti SMRC, Charta Politika, Indikator, Litbang Kompas ada beberapa nama yang muncul diperingkat paling tinggi. Nama-nama itu, Joko Widodo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Berdasarkan data itu, Qodari memetakan tiga skenario calon presiden yang akan muncul pada pilpres 2024. Skenario Pertama, Jokowi-Prabowo versus lawan kotak kosong. Dengan catatan, jika terjadi amandemen UUD 1945 dan klausul jabatan tiga periode presiden diterima. Skenario kedua Prabowo VS Anies. Jika Prabowo didukung PDIP. Anies didukung Partai Islam seperti PKB, PP atau PAN. Sedangkan skenario 3, ada tiga calon presiden yang muncul Prabowo vs Anies vs Ganjar.
Baca juga: Dua Gugatan Moeldoko Cs Terhadap Demokrat AHY Ditolak Pengadilan
“Dari skenario yang ada itu, mungkin terjadi pasangan calon tunggal. Tidak menutup kemungkinan,” tegas Qodari.
Calon tunggal tidak tertutup kemungkinannya karena amandemen UUD 1945 memang tidak dilarang. Tiga periode yang dijabat Jokowi besar peluangnya, karena pemilih Jokowi dan Prabowo besar. Qodari menegaskan, tiga periode bagi Jokowi dan Prabowo sebenarnya menjadi solusi bagi polarisasi yang cukup lebar terjadi di masyarakat.
Variabel apa saja yang menentukan calon pilpres didukung partai politik? Qodari menyebut ideologi politik menentukan pencalonan, disamping varibel lainnya yakni kedekatan personal.
Seperti apa peluang Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang akan berkahir masa jabatanya sebagai Gubernur tahun 2022? Menurut catatan Qodari, justru akan memberikan keuntungan tersendiri jika dibandingkan calon presiden yang menjabat hingga tahun 2024. Jika pemilu presiden jadi dipercepat pada Pebruari 2024, tahapan pemilu Juli 2023 sudah dimulai. Paling diuntungkan justru Anies Baswedan. Anies baru selesai masa jabatannya Oktober 2022.
“Anies ada waktu 8 bulan keliling nusantara secara bebas karena tidak terikat dengan jabatan. Calon-calon lain kesulitan dalam hal itu. Kalau menteri sulit dan tidak leluasa,” tegasnya.