Beritaneka.com — Rencana reshuffle kabinet di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin ternyata mendapatkan dukungan dari publik. Hal ini tercermin dalam hasil survei yang dikeluarkan Charta Politika.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyampaikan, hasil survei terkait reshuffle kabinet, mayoritas publik sebesar 63,1% setuju. Sementara, hanya ada 24,3% yang tidak setuju dan 12,7% tidak tahu atau tidak jawab.
“Kalau kita membaca sekadar dari persepsi publik, di luar penilaian dari Pak Jokowi sebagai bos dari para menteri, memang dukungan atau dorongan publik untuk adanya reshuffle itu sangat besar,” kata Yunarto dalam paparannya secara virtual, Senin (13/6/2022).
Sementara itu, kata dia, dalam survei terhadap kinerja menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju, tingkat kepuasan terhadap mereka ada di angka 53,5% Sementara ada 38,8% yang merasa tidak puas dan 7,7% tidak tahu atau tidak jawab.
“Jadi, bisa dibuat sebuah hipotesa sebetulnya adalah ketika reshuffle dilakukan, ini sebetulnya berpotensi juga satu pendorong atau pendongkrak dan boosting terhadap makin menaiknya tingkat kepuasan publik ke pemerintahan Jokowi dengan catatan, reshuffle didasarkan pada kebutuhan kinerja,” ujarnya.
Untuk diketahui, survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur dengan jumlah sampel sebanyak 1.200 responden dari 34 provinsi.
Sedangkan untuk metodologi yang digunakan adalah metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ±(2.83%) pada tingkat kepercayaan 95%.
Oleh : M. Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul.
Beritaneka.com—Banyak hasil survei terkait elektabilitas tokoh yang dirilis berbagai lembaga survei. Hasilnya kerap membingungkan masyarakat.
Survei yang dilakukan Charta Politica dan Indonesia Political Opinion (IPO) misalnya, menunjukkan hasil yang berbeda. Pada Charta Politica, elektabilitas tiga besar masih dipegang Ganjar Pranomo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto. Hasil ini tidak mengejutkan karena dari berbagai survei dari lembaga survei yang kredibel tiga tokoh ini memang bergantian menempati urutan satu hingga tiga.
Berbeda halnya hasil yang dirilis IPO, tiga besar diisi Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Sandiaga Uno. Sementara elektabilitas Prabowo hanya diurutan 5 dengan hasil 7,8 persen.
Baca juga: Reformasi Dipersimpangan Jalan
Temuan IPO ini menimbulkan tanda tanya, mengingat selama ini elektabilitas Prabowo selalu tiga besar dan tidak pernah dibawah satu digit (7,8 persen). Padahal, selama periode tersebut tidak ada isu miring yang berarti yang dapat menimbulkan melorotnya elektabilitas Prabowo.
Perbedaan hasil survei seperti itu sudah kerap terjadi. Akibatnya, banyak pihak yang sudah meragukan validitas hasil survei, khususnya terkait popularitas dan elektabilitas tokoh tertentu.
Habiburokhman, salah satu Wakil Ketua Umum Gerindra, termasuk yang meragukan hasil survei eksternal. Menurutnya, Gerindra hanya percaya hasil survei internal.
Nada sumbang seperti itu sudah kerap mengemuka. Hasil survei dinilai untuk menggiring opini publik baik dalam arti positif maupun negatif.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Biarkan RRI Jadi Media Publik Sesungguhnya
Kesan seperti itu tentu berbahaya bagi eksistensi lembaga survei. Sebab, hubungan lembaga survei dengan pengguna dan masyarakat didasarkan pada kepercayaan.
Kalau kepercayaan pengguna dan masyarakat sudah hilang, akan hilang pula eksistensi lembaga survei tersebut. Setidaknya lembaga survei itu akan hidup segan mati tak mau.
Hal itu tentu tak perlu terjadi bila semua lembaga survei tetap taat asas dengan prosedur survei. Untuk itu, objektifitas harusnya tetap dijadikan etos kerja dan harga mati bagi semua lembaga survei di tanah air.
Penulis buku:
1. Riset Kehumasan
2. Tipologi Pesan Persuasif
3. Perang Bush Memburu Osama
Mengajar:
1. Metode Penelitian Komunikasi
2. Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP 1996 – 1999.
Beritaneka.com—Hasil Lembaga survei Puspoll merilis elektabilitas PDIP masih memuncaki bursa partai politik. Survei yang dilakukan periode 20 hingga 29 April 2021 itu, juga menyebut PDIP menjadi partai politik yang paling bersih dari kasus korupsi.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga sulit memahami hasil survei Puspoll yang menyatakan PDIP partai paling bersih. Sebab, kita sering membaca atau menonton media yang menginformasikan kader PDIP yang tersandung korupsi.
“Sebut saja nama Juliari P Batubara saat menjadi Menteri Sosial jadi tersangka korupsi. Begitu juga Nurdin Abdullah Gubernur Sulawesi Selatan, Wenny Bukano Bupati Banggai Laut juga mengalami hal yang sama,” ujar Jamiluddin.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Empat Tokoh Militer Layak Nyapres
Itu hanya contoh kader PDIP yang terjerat kasus korupsi. Tentu masih banyak lagi kadernya yang berurusan dengan KPK.
Berdasarkan fakta itu, hasil survei Puspoll itu sangat layak dipertanyakan. Sebab, antara hasil survei dengan realitas sangat bertolak belakang. Hasil survei semacam ini tentu akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei. Bahkan masyarakat akan memandang sebelah mata terhadap hasil survei.
“Hal itu tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan survei di tanah air. Masyarakat menilai survei hanya dijadikan pembenaran bagi pihak yang memesan penelitian,”tegasnya.
Jamiluddin menyarankan, Puspoll tampaknya perlu lebih cermat dalam melihat hasil surveinya. Jangan sampai kredibilitasnya terjun payung hanya karena ceroboh menyampaikan temuannya.
Baca juga: FBI: Tiga Alasan Utama Anies Baswedan Layak Jadi Capres 2024
Pengajar metode penelitian komunikasi itu menegaskan, prinsif objektifitas seyogyanya tak boleh ditawar-tawar. Hanya dengan objektifitasnya, survei dapat menunjukkan kebenaran ilmiah.
Kalau prinsif itu dipegang teguh semua lembaga survei dan taat azas dengan prinsif survei, barulah hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil survei inilah yang dapat dijadikan panduan bagi masyarakat dalam mengambil keputusan. (ZS)