Beritaneka.com—Manusia tidak hadir tanpa permulaan akan tapi hadirnya manusia melalui proses yang sangat panjang dan merupakan hasil seleksi. Prof Arief Boediono, Guru Besar IPB University dari Fakultas Kedokteran Hewan menyebut awal kehidupan manusia dimulai dari proses gametogenesis. Yaitu proses pembentukan spermatozoa dan oosit. Dalam perjalanannya, sperma yang dihasilkan laki-laki yang jumlahnya jutaan berlomba untuk mencapai sel telur. Akan tetapi hanya satu sperma yang dapat masuk dan terjadi fertilisasi dan ini merupakan bentuk seleksi.
Pertemuan sel sperma dan sel telur menyebabkan terjadinya fertilisasi serta nantinya akan berlanjut pada serangkaian proses yang kompleks. Mulai dari pembelahan sel, pembentukan embrio hingga proses pembentukan organ. Hal ini menurutnya sudah dijelaskan dalam Al-Quran sekitar 14 abad yang lalu.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al-Mukminun: 12-14). Yang diceritakan dalam Al-mukminun 12-14 ini adalah intisari embriologi, bagaimana perkembangan sejak proses pembentukan gamet sampai terbentuknya organ,” ungkapnya.
Baca juga: Pakar Gizi IPB University: ASI Ekslusif dan Program Menyusui Dua Tahun dapat Turunkan Angka Stunting
Upaya menghasilkan salinan genetik yang identik dari suatu entitas biologi juga dapat dilakukan secara aseksual, hal ini dikenal dengan istilah kloning. Pada teknologi ini perkembangan sel telur dilakukan tanpa sperma.
“Kloning bisa terjadi secara alamiah atau secara introduksi teknologi. Secara alamiah sudah terjadi pada hewan tingkat rendah atau pada bakteri dimana mereka menduplikasi tanpa proses seksual. Kembar identik adalah contoh Klon yang paling simpel,” ungkap Prof Arief.
Pada proses ini yang diperlukan adalah sel donor. Selain itu diperlukan resipien sel telur sebagai tempat berkembangnya. Dari sisi teknologi, hal ini menunjukkan betapa pentingnya sel telur, tanpanya tidak memungkinkan dilakukan teknologi ini.
“Melihat ini maka ketika Rasulullah menyampaikan tentang panggilan ibu dan ayah secara bersamaan maka kita dianjurkan untuk mengutamakan merespon ibu, ibu, ibu baru kemudian ayah,” ujarnya.
Baca juga: Shelvy Eightiarini, Difabel Netra Juara Lomba Menulis Surat untuk Kartini Kementerian Kominfo 2021
Dalam dunia peternakan, teknologi kloning sangat bermanfaat. Embrio yang telah dibuahi berasal dari induk yang diinginkan dapat dilakukan pemotongan sehingga menjadi dua embrio. Selanjutnya embrio tersebut dikembangkan pada sapi resipien sehingga akan menghasilkan dua kembar yang identik.
Lalu ada pertanyaan menggelitik, apakah penciptaan Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam itu adalah teknologi kloning?
Menurut Prof Arief, tidaklah begitu. “Kalau itu kloning dari Nabi Adam karena genetiknya sama mestinya Siti Hawa harusnya seorang laki-laki. Tetapi Siti Hawa adalah seorang perempuan jadi dari sisi ilmiahnya tidak mungkin,” jelasnya.
Di akhir ia mengutip sebuah ayat dari ayat suci Al-Qur’an, “Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.” (QS. Al Kahfi: 109). (ZS)