Beritaneka.com, Jakarta —Bank Indonesia (BI) berupaya mempersiapkan UMKM untuk bertransformasi menuju UMKM hijau. Tujuannya agar UMKM dapat meningkatkan daya saing dan berkontribusi dalam perekonomian di tengah gejolak ekonomi global.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P. Joewono menyampaikan, sebagai langkah awal, BI menyusun kajian model bisnis pengembangan UMKM hijau, yang akan dilanjutkan dengan pelaksanaan pilot project dari pengembangan UMKM hijau, khususnya di sektor pertanian dan kerajinan.
“Implementasi dari UMKM hijau ini kami mengacu tetap pada tiga pilar kami yaitu korporatisasi, peningkatan kapasitas, dan pembiayaan,” kata Doni dalam Seminar Kajian Model Bisnis Pengembangan UMKM Hijau, Senin (12/12/2022).
Baca Juga:
- Peran Pemerintah dalam Membangun Koperasi
- Pemerintah Prioritaskan Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan Tahun 2023
- Presiden Serahkan 1,55 Juta Sertifikat Tanah untuk Rakyat
- Hadapi Krisis Global 2023, Presiden: Optimistis Namun Tetap Waspada
- Fokus APBN Beralih dari Pandemi ke Krisis Global
Pengembangan UMKM hijau sendiri merupakan salah satu implementasi dari framework kebijakan ekonomi dan keuangan hijau BI. Lebih lanjut Doni mengatakan, upaya dan proses transformasi hijau diterapkan BI baik dari sisi kebijakan maupun kelembagaan.
Dari sisi kebijakan misalnya. BI mendorong terciptanya pembiayaan yang berwawasan lingkungan melalui penerbitan peraturan rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV). Kemudian, ada pula green ratio, dan rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM).
BI sendiri juga tengah mengembangkan instrumen pasar uang hijau dan beberapa ketentuan makroprudensial yang saat ini masih dalam tahap kajian atau pembahasan. Ini termasuk rencana untuk menyiapkan kalkulator karbon dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait untuk memberikan insentif dan kemudahan bagi masyarakat, lembaga, hingga perusahaan dalam melakukan kalkulasi emisi karbon yang dihasilkan.
Selanjutnya, dari sisi kelembagaan, BI berupaya untuk melanjutkan reformasi dari aspek tata kelola, manajemen risiko, strategis, serta performa dari indikator hijau. Ini, kata Doni, menunjukkan komitmen BI untuk mengawal transformasi hijau dari semua aspek.
Dia berharap adanya kajian model bisnis pengembangan UMKM hijau dapat menjadi dasar dalam implementasi pengembangan UMKM hijau binaan BI.
Selain itu, kajian tersebut nantinya dapat menjadi rekomendasi dan referensi bagi kementerian/lembaga, pemda, dan pemangku kebijakan dalam mengambil kebijakan dan implementasi dari program-program pengembangan UMKM hijau.
Beritaneka.com, Jakarta —Bank Indonesia (BI) memperpanjang kebijakan mengenai uang muka atau down payment (DP) 0 persen untuk kredit pembiayaan kendaraan bermotor dan properti. Kebijakan ini berlaku efektif sampai 31 Desember 2023.
“Sejumlah pelonggaran kebijakan makroprudensial dilakukan di tengah keputusan naiknya suku bunga acuan acuan BI-7 day reverse repo rate menjadi 4,75 persen. Bank Indonesia berikan berbagai insentif untuk terus mendorong perbankan menyalurkan kredit. Langkah tersebut dilakukan sebagai lanjutan implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara virtual, dikutip hari ini.
Baca Juga:
- Sebanyak 156 Obat Sirup Boleh Diresepkan
- Setoran Pajak Kripto Capai Rp159,12 Miliar hingga September 2022
- Indonesia Komitmen Dukung Terus Perjuangan Kemerdekaan Palestina
Kebijakan DP 0 persen diberikan untuk pembiayaan semua jenis kendaraan bermotor baru. Kebijakan Bank Indonesia ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Sementara untuk properti, Bank Indonesia melanjutkan pelonggaran rasio Loan To Value/Financing To Value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen. Hal itu berlaku untuk semua jenis properti, yakni rumah tapak, rumah susun, serta ruko.
“Pelonggaran tersebut akan menyebabkan bank yang memenuhi kriteria rasio kredit atau pembiayaan macet atau Nonperforming Loan/Nonperforming Financing (NPL/NPF) tertentu bisa memberikan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi paling sedikit 0 persen kepada masyarakat. Kebijakan ini juga diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” kata Perry.
Dia menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga Bank Indonesia sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting) dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023 sekaligus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dollar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, kredit perbankan pada Agustus 2022 tumbuh relatif stabil 10,62 persen secara tahunan, utamanya ditopang oleh kredit jenis modal kerja yang tumbuh sebesar 12,19 persen secara tahunan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan, secara bulanan, nominal kredit perbankan naik sebesar Rp 20,13 triliun menjadi Rp 6.179,5 triliun.
“Kredit perbankan pada Agustus 2022 tumbuh relatif stabil 10,62 persen yoy (year on year). Adapun, secara mtm (month to month), nominal kredit perbankan naik sebesar Rp 20,13 triliun menjadi Rp 6.179,5 triliun,” kata Dian dalam Rapat Dewan Komisioner OJK, belum lama ini.
Sementara itu, laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Agustus 2022 tercatat sebesar 7,77 persen menjadi Rp 7.608 triliun. Laju pertumbuhan ini melambat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,59 persen secara tahunan, yang utamanya didorong perlambatan giro.
“Di tengah tren turunnya likuiditas sebagai dampak pengetatan kebijakan moneter baik melalui kenaikan GWM (Giro Wajib Minimum) maupun kenaikan suku bunga, likuiditas industri perbankan pada Agustus 2022 terpantau masih dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang terjaga. Profil risiko perbankan pada Agustus 2022 masih terjaga dengan rasio NPL perbankan sebesar 0,79 persen,” tutur Dian.
Posisi Devisa Neto (PDN) pada Agustus 2022 tercatat sebesar 1,60 persen, di bawah threshold 20 persen. Sedangkan Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan pada Agustus 2022 meningkat menjadi 25,21 persen.
Beritaneka.com, Jakarta —Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan rupiah digital. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan rupiah digital ini berteknologi Blockchain system, lebih tepatnya menggunakan Distributed Ledger Technology (DLT) Blockchain.
“Kami menyiapkan rupiah digital. mengintegrasikan sistem pembayaran dengan infrastruktur pasar uang. Saat ini BI sedang mendorong digitalisasi di semua sektor, termasuk di dalamnya mata uang,” kata Perry dalam acara peluncuran Core Banking System (CBS) dan E-Licensing serta Peresmian BI sebagai Agen Penata Usaha SBSN Valas Global secara virtual, Kamis (15/9/2022).
Perry mengatakan, bank dan sektor keuangan saat ini sudah terintegrasi, interoperable, dan interconnected. “Pada Agustus lalu, proses penerbitan rupiah digital sudah masuk dalam tahap pemilihan bank atau sistem pembayaran yang akan diberikan mandat untuk distribusi,” ungkapnya.
Fungsi dari rupiah digital, lanjut dia, akan sama dengan uang kertas yang selama ini sudah beredar. Meskipun berbentuk digital, tetapi rupiah digital ini akan menjadi alat pembayaran yang sah.
“Kami sedang dalam memproses semua desain, fitur, keamanan yang hanya dimiliki rupiah digital untuk menjadi alat pembayaran resmi yang sah di negara ini. Dan kami akan menggunakannya sebagai referensi untuk menyimpan nilai aset digital. Baik digunakan dalam perbankan digital, e-niaga, atau bahkan di metaverse dengan rupiah digital,” katanya.
Oleh Anthony Budiawan –
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Beritaneka.com, Jakarta —Bank Indonesia (BI) pertahankan tingkat suku bunga acuan di 3,5 persen pada bulan Juli ini. Meskipun inflasi tahunan (total) sampai dengan Juni 2022 sudah mencapai 4,35 persen. Bahkan, inflasi pangan mencapai 9,1 persen. Namun demikian, tingkat inflasi tersebut tidak membuat BI khawatir.
Karena BI lebih mempertimbangkan tingkat inflasi INTI, yang menurut BI masih sangat rendah. Hanya 2,65 persen. Karena itu, BI tidak menaikkan suku bunga acuan. Inflasi INTI adalah komponen inflasi dengan pergerakan persisten, artinya tidak termasuk komponen inflasi yang bersifat fluktuatif seperti pangan dan energi (yang bisa tiba-tiba naik dan turun).
Sebelumnya, awal minggu ini, BI menjual SBN (Surat Berharga Negara) di pasar sekunder senilai Rp390 miliar, untuk mengurangi jumlah uang beredar, dan tentu saja untuk menekan inflasi (INTI). Artinya, BI berpendapat, inflasi INTI yang merambat naik ke 2,65 persen disebabkan jumlah uang beredar meningkat.
Meskipun masih sangat rendah, BI berpendapat inflasi INTI harus ditekan, melalui pengetatan uang beredar. Tetapi, untuk inflasi NON-INTI, yaitu inflasi pangan dan energi, sepertinya BI tidak bisa berbuat banyak, menyerahkan global untuk mengatasinya.
BI sangat paham dampak dan konsekuensi dari bauran kebijakannya ini. BI berpendapat ekonomi Indonesia mampu menghadapi konsekuensi tersebut.
Pertama, kurs rupiah akan menghadapi tekanan cukup serius. Karena perbedaan suku bunga di AS dan Indonesia menjadi sangat kecil, sehingga dapat memicu arus dolar keluar dari Indonesia. Apalagi kalau suku bunga the FED naik lagi pada awal minggu depan, maka arus dolar bisa lebih deras lagi mengalir ke luar negeri. Rapat dewan gubernur the FED akan diselenggarakan pada 26-27 Juli mendatang.
Kedua, penjualan SBN sebesar Rp293 miliar sepertinya hanya kebijakan basa-basi saja. Jumlah ini sangat tidak signifikan. Hanya untuk pengaruhi faktor psikologis pasar saja. Kecuali kalau kebijakan ini akan berlanjut terus, dan menjadi signifikan. Maka, dampaknya, pertumbuhan ekonomi akan tertekan.
Kebijakan penjualan SBN ini terlihat tidak konsisten. Kalau BI menganggap inflasi INTI masih rendah, seharusnya BI tidak perlu memperketat uang beredar, yang akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat. Kalau kebijakan ini hanya untuk pengaruhi faktor psikologis pasar saja, maka kebijakan ini tidak berarti sama sekali dalam melawan inflasi (INTI).
Kebijakan moneter BI seperti digambarkan di atas mengandung risiko cukup besar, sulit terukur, dan bisa dikatakan mengandung unsur “spekulatif”?
Sepertinya BI sangat yakin jumlah cadangan devisa cukup besar untuk bisa memenuhi arus dolar keluar dari Indonesia, tanpa mengganggu kurs rupiah. Artinya, BI sangat yakin intervensi kurs rupiah akan efektif, dapat menahan kurs rupiah di sekitar Rp15.000.
Apakah keyakinan ini akan menjadi kenyataan? Bagaimana konsekeunsinya kalau meleset? Apakah kebijakan BI masih bisa beradaptasi tepat waktu terhadap perubahan ekonomi global yang sangat cepat?
Kalau meleset agak jauh, mungkin bisa berakibat fatal bagi perekonomian Indonesia: Kurs rupiah dan cadangan devisa bisa tergelincir.
Beritaneka.com, Jakarta — Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun 2022 ini akan lebih tinggi dari pertumbuhan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,69% yoy.
Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di kisaran 4,5% yoy hingga 5,3% yoy, atau tak berubah dari perkiraan BI pada bulan lalu.
“Perekonomian dalam negeri ini terus membaik seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan juga peningkatan kinerja ekspor,” kata Perry dalam pembacaan hasil rapat Dewan Gubernur BI Juni 2022, belum lama ini.
Perkembangan tersebut tercermin dari berbagai indikator dini pada Mei 2022 dan hasil survei BI terakhir yang menunjukkan berlanjutnya perbaikan permintaan domestik seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan ekspansi Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur, seiring dengan peningkatan mobilitas dan pembiayaan dari perbankan.
Baca Juga:
Hari Ini Uji Coba Rekayasa Lalin di Bundaran HI
MUI Fatwakan Haram Vaksin Cansino China
Kinerja ekspor juga tetap kuat, khususnya pada komoditas batu bara, besi baja, dan bijih logam, di tengah risiko tertahannya permintaan akibat perlambatan perekonomian global.
“Secara spasial, kinerja positif ekspor terjadi di seluruh wilayah, terutama Kalimantan dan Sumatera. Perbaikan ekonomi juga tercermin pada kinerja beberapa sektor utama, seperti Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi yang terus membaik.
Ke depan, perbaikan perekonomian domestik diprakirakan terus berlanjut didukung oleh peningkatan mobilitas, sumber pembiayaan, dan aktivitas dunia usaha, di tengah tetap positifnya kinerja ekspor,” jelas Perry.
Dia menyebutkan, perekonomian global terus diwarnai dengan meningkatnya inflasi di tengah pertumbuhan yang diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Berlanjutnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, yang disertai dengan pengenaan sanksi yang lebih luas dan kebijakan Zero Covid-19 di China, menahan perbaikan gangguan rantai pasokan.
“Gangguan dari sisi suplai tersebut disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara, mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global.
Berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS), merespons kenaikan inflasi tersebut dengan menempuh pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga berpotensi menahan pemulihan perekonomian global dan mendorong peningkatan risiko stagflasi,” paparnya.
Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, China, dan India diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Volume perdagangan dunia juga diperkirakan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
“Perkembangan tersebut berdampak pada ketidakpastian pasar keuangan global yang masih akan tetap tinggi sehingga mendorong terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.” pungkas Perry.
Beritaneka.com—Jakarta, Bank Indonesia (BI) menyediakan uang tunai sebesar Rp175,26 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama Bulan Suci Ramadhan dan Idul Fitri 1443 H. Jumlah tersebut naik 13,42% dari tahun sebelumnya.
Langkah BI tersebut juga dilakukan seiring momentum pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut serta untuk mengantisipasi peningkatan transaksi masyarakat sejalan dengan pandemi yang mulai terkendali.
Deputi Gubernur BI Aida S Budiman mengatakan, pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan peningkatan aktivitas masyarakat saat Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan meningkatkan aktivitas ekonomi dan pembayaran. Sehingga, membutuhkan peningkatan layanan sistem pembayaran tunai dan non tunai.
Baca Juga:
- Pemprov Jatim Gelar Pemutihan Pajak Kendaraan
- Cara Tarik Tunai GoPay via ATM BCA, BRI, dan Bank Lainnya
- BNPT-Muhammadiyah Cegah Paham Radikal Terorisme
- PPN Naik Jadi 11%, Inflasi Pasti Terjadi
- Pamerkan Mobil Terbang, IIMS 2022 Masih Banyak Kejutan
- Warga Bandung Raya dan Bodebek Bisa Bayar Pajak Kendaraan Sambil Ngabuburit
“Selain menyiapkan uang tunai, BI juga terus mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pembayaran non tunai,” katanya dalam acara Serambi Rupiah Ramadhan Tahun 2022 yang digelar secara virtual di Jakarta, hari ini Senin (4/4/2022).
Memasuki Ramadhan dan Idul Fitri 1443 H ini, BI menempuh tiga langkah strategis guna memastikan kelancaran sistem pembayaran nasional, terutama memasilitasi kegiatan perekonomian dan kebutuhan masyarakat.
Pertama, menyediakan uang layak edar dalam jumlah yang cukup dan higienis serta layanan penukaran uang di seluruh Indonesia khusus periode Ramadhan/Idul Fitri 1443 H.
Kedua, terus mendorong masyarakat untuk menggunakan transaksi pembayaran secara non tunai, antara lain QRIS, uang elektronik, BI-FAST, dan digital banking, yang dapat meminimalisir kontak fisik dalam bertransaksi.
“Ketiga, melakukan kesiapan sistem dan layanan kritikal BI untuk menjamin keberlangsungan operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan BI (tunai dan nontunai) serta sistem pembayaran yang diselenggarakan industri,” katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan transaksi di masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri 1443 H, layanan pembayaran melalui Sistem BI-RTGS, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP) dan SKNBI akan tetap beroperasi kecuali pada periode libur lebaran tanggal 2-3 Mei 2022.
Sementara itu, layanan BI-FAST tetap beroperasi sepanjang waktu (24/7). Sementara itu, bagi masyarakat yang ingin melakukan penukaran uang tunai jelang Idul Fitri, BI telah mempersiapkan dua bentuk layanan. Pertama adalah penukaran uang di perbankan pada 4-29 April 2022.
BI bersinergi dengan perbankan nasional menyiapkan 5.013 titik penukaran di bank di seluruh Indonesia, bertambah 8% dari tahun lalu. Kedua, penukaran uang di Mobil Kas Keliling BI, mulai 4 April 2022. Layanan penukaran uang melalui kas keliling BI kembali hadir setelah vakum dua tahun akibat pandemi. Guna menghindari kerumunan, masyarakat diharapkan memesan penukaran terlebih dahulu melalui aplikasi PINTAR (https://pintar.bi.go.id) sebelum hadir ke lokasi kas keliling.
“BI mengajak masyarakat untuk berperilaku belanja bijak sesuai kebutuhan, berhemat, dan merawat Rupiah guna mendorong kesadaran masyarakat untuk semakin Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah,” katanya.
Beritaneka.com—Bank Indonesia (BI) dan People’s Bank of China (PBC) secara resmi memulai implementasi kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS) antara Indonesia dan China, pada hari ini, Senin (6/9/2021).
Kerangka kerja sama tersebut meliputi penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung (direct quotation) dan relaksasi regulasi tertentu dalam transaksi valuta asing antara mata uang rupiah dan yuan. BI dalam keterangannya menyatakan, kerangka kerja sama itu disusun berdasarkan Nota Kesepahaman yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, dan Gubernur PBC Yi Gang pada 30 September 2020.
“Selain dengan Tiongkok, saat ini BI juga telah memiliki kerangka kerja sama LCS dengan beberapa negara mitra lainnya, yaitu Jepang, Malaysia, dan Thailand,” demikian keterangan tertulis BI kepada pers.
Implementasi kerja sama ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan oleh bank sentral untuk mendorong penggunaan mata uang lokal yang lebih luas dalam penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi langsung dengan berbagai negara mitra.
Perluasan penggunaan LCS diharapkan dapat mendukung stabilitas rupiah melalui dampaknya terhadap pengurangan ketergantungan pada mata uang tertentu di pasar valuta asing domestik.
Selain itu, penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi disebut memberikan sejumlah manfaat langsung kepada pelaku usaha, antara lain biaya konversi transaksi dalam valuta asing yang lebih efisien, tersedianya alternatif pembiayaan perdagangan dan investasi langsung dalam mata uang lokal.
Baca Juga: Arti Konstitusi, Pelanggaran dan Konsekuensi: Berhenti atau Diberhentikan
Kemudian, pelaksanaan LCS juga memberikan manfaat seperti tersedianya alternatif instrumen lindung nilai dalam mata uang lokal dan diversifikasi eksposur mata uang yang digunakan dalam penyelesaian transaksi luar negeri.
Untuk mendukung operasionalisasi kerangka LCS menggunakan Rupiah dan Yuan ini, BI dan PBC telah menunjuk beberapa bank di negara masing-masing untuk berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
“Bank-bank yang ditunjuk sebagai ACCD adalah bank-bank yang dipandang telah memiliki kemampuan untuk memfasilitasi transaksi rupiah dan yuan sesuai kerangka kerja sama LCS yang disepakati,” tulis BI.
Berikut ini daftar bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Indonesia:
-PT Bank Central Asia Tbk
-Bank of China (Hongkong) Ltd
-PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk
-PT Bank Danamon Indonesia Tbk
-PT Bank ICBC Indonesia
-PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
-PT Bank Maybank Indonesia Tbk
-PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
-PT Bank OCBC NISP Tbk
-PT Bank Permata Tbk
-PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
-PT Bank UOB Indonesia
Daftar bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Tiongkok:
-Agriculture Bank of China
-Bank of China
-Bank of Ningbo
-Bank Mandiri Shanghai Branch
-China Construction Bank
-Industrial and Commercial Bank of China
-Maybank Shanghai Branch
-United Overseas Bank (China) Limited
Beritaneka.com—Bank Indonesia (BI) menjelaskan mengenai mata uang digital rupiah atau Central Bank Digital Currency (CBDC) yang akan digunakan dalam transaksi keuangan di masa depan.
BI menyebutkan, saat ini Bank Indonesia tengah merumuskan pembuatan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
“Sehingga akan melihat kondisi ekonomi dan konteks digitalisasi yang sedang didorong oleh Bank Indonesia,” tulis BI dalam penjelasan resminya.
Baca Juga: Empat Bank Kenakan Tarif Cek Saldo, YLKI: Jangan Jadikan Konsumen Sapi Perah
Produk mata uang digital ini sebut saja; Digital Rupiah. Ini merupakan sebuah representasi uang digital yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency yang diterbitkan bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya.
Central Bank Digital Currency-Digital Rupiah berbentuk uang digital yang akan diterbitkan dan dikendalikan oleh bank sentral. Pasokannya bisa ditambahkan atau dikurangi oleh bank sentral untuk mencapai tujuan ekonomi.
Central bank digital currency-Digital Rupiah berbeda dengan uang elektronik. Digital Rupiah merupakan yang digital yang diterbitkan bank sentra sehingga merupakan kewajiban bank sentral terhadap pemegangnya.
Baca Juga: Indonesia Berpotensi Besarkan Ekonomi Syariah
Sedangkan uang elektronik adalah instrumen pembayaran yang diterbitkan oleh pihak swasta atau industri dan merupakan kewajiban penerbit uang elektronik tersebut terhadap pemegangnya.
Digital Rupiah juga berbeda dengan uang kripto (cryptocurrency) seperti Bitcoin. Di mana cryptocurrency tidak diregulasi oleh regulator manapun dan sebagian pasokannya terbatas.