Oleh : Haidir Fitra Siagian
Beritaneka.com—Sembilan tahun lalu tepat pada tanggal yang sama dengan hari ini, 9 Januari 2013, akun media sosial saya mengingat beberapa kenangan yang indah. Di antaranya adalah dalam rangka penelitian untuk penyelesaian disertasi pada Pusat Pengajian Media dan Komunikasi FSSK UKM Malaysia, dibawah bimbingan Prof. Mohd. Yusof Hj. Abdullah, Prof. Normah Mustaffa, dan Prof. Fauziah Ahmad. Saat itu, saya harus berkeliling naik motor ke penjuru Kota Makassar juga sebagian wilayah Kabupaten Gowa.
Pagi-pagi sekali saya sudah berangkat ke kampus UIN Alauddin, Samata. Kemudian ke kampus Unismuh Makassar. Lalu berturu-turut ke kantor ICMI Sulsel di Jalan Sunu, kampus UMI, kampus Unhas, kantor Pengurus Wilayah NU Sulsel, hingga ke perumahan dosen Unhas Tamalanrea. Terakhir pada sore hari berada di kantor MUI Sulsel, kompleks Masjid Raya Makassar. Saya ke sana untuk menemui para responden menyerahkan soal selidik untuk diisinya. Juga mewawancarai beberapa informan mengenai subyek penelitian.
Penelitian ini terkait dengan partisipasi dan kesan tokoh masyarakat kala berkomunikasi dengan aktivis politik pun pejabat pemerintah di Sulawesi Selatan. Mereka yang menjadi responden dan informan dalam penelitian saya adalah para opinion leader atau pemuka pendapat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan Islam tingkat Provinsi Sulawesi Selatan. Mulai dari pengurus MUI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Wahdah Islamiyah, ICMI, Aisyah dan Muslimat NU.
Baca juga: Surat Izin Memancing (SIM) Ala Negeri Kangguru
Selama hampir dua bulan saya mengunjungi mereka satu per satu. Jumlahnya kurang lebih 92 orang. Tentu ada suka dan dukanya. Yang lebih banyak adalah sukanya, misalnya oleh informan saya ditraktir makan siang dan mendapat buku dari mereka. Hikmah lainnya adalah semakin banyak kenalanku dari orang-orang penting yang sebagian di antaranya adalah pejabat publik dan tokoh penting dalam organisasi kemasyarakat Islam.
Bahkan ada di antara mereka yang kemudian menjadi tetangga kami di Kompleks Bakung Balda Sakinah Gowa, yakni Ustaz Dr. H. Qasim Saguni, yang sekarang menjadi pimpinan tertinggi Dewan Pengurus Pusat Wahdah Islamiyah.
Yang dukanya juga ada, namun ringan-ringan saja. Misalnya ketika saya sudah ke rumahnya, ternyata soal selidiknya belum diisi. Dia lupa taruh dimana. Jadi saya berikan lagi lembaran survey atau soal selidiknya, lalu disuruh datang kembali beberapa hari kemudian. Ada juga yang tidak berkenan menjadi responden dengan satu dan lain hal. Padahal saya sudah datang ke rumahnya berhujan-hujan naik motor. Tapi bagi saya itu tidak apa-apa, anggaplah bagian dari proses yang mesti dilalui.
Untuk mendapat lembaran soal selidik yang diisi, ada kalanya saya harus menunggu hingga beberapa jam. Sebab informan sedang rapat atau ada urusan bersama koleganya. Saya menunggu di ruang tunggu depan kantornya. Pernah juga saya disarankan untuk mengikuti rapat rutin pengurus Ormas atas persetujuan pengurusnya.
Baca juga: Kondisi Membaik, Muslim Australia Diperbolehkan Shalat Berjamaah Lima Waktu
Setelah rapat saya berdiskusi dengan beberapa pengurus. Pada saat akan pulang, staf Ormas tersebut menyodorkan amplop kepada saya. Isinya biaya transportasi sekian puluh ribu Rupiah. Ternyata sudah menjadi kebijaksanaan organisasi, siapa saja yang hadir rapat, diberikan biaya pengganti ongkos atau semacam pengganti pembeli bensin.
Ada juga responden yang mengajak saya diskusi panjang lebar. Memberikan nasihat dan menceritakan pengalamannya selama sekolah menuntut ilmu di luar negeri. Jadi kedatangan saya ke rumahnya, seolah-olah mengingatkannya ketika masih berjuang di negeri orang. Pada kesempatan yang berbeda, informan lain memberi petuah yang menguatkan hati saya untuk terus berjuang. Dia memahami dalam menuntut ilmu tidak mudah, apalagi untuk meraih doktor, perlu kesabaran dan ketekunan.
Di antara informan yang sempat saya datangi adalah (almarhum) AGH Sanusi Baco, di rumahnya Jalan Kelapa Tiga, Makassar. Beliau saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan. Kurang lebih setengah jam saya bersama dengan beliau. Beliau menjawab beberapa bertanyaan yang saya ajukan. Menjelang pamitan, beliau bertanya tentang keluarga saya. Saat itu istri dan anak-anak sedang berada di Adelaide Australia Selatan.
Istri mengambil program magister di University of Adelaide. “Jadi sendiri di sini?”, tanyanya. “Iya ustaz”, jawabku. “”Perpisahan sementara dengan isteri itu indah seperti memandang bunga. Coba lihatlah bungamu setiap hari, tak ada yang indah. Kalau kau tinggalkan bungamu hingga beberapa bulan, begitu kamu melihatnya, sungguh indah nan mempesona”, nasihat beliau. Insya Allah, almarhum Kiai Sanusi Baco husnul khatimah.
Di antara pengurus Ormas Islam lainnya yang menjadi responden dan informan yang sempat saya temui, saat ini telah berpulang ke rahmatullah. Sebagian yang sempat saya ingat adalah alm. Prof. Basyir Syam, almh. Dr. Hj. Nurul Fuadi, alm. Andi Hakkar Jaya, dan almh. Syamuez Sahilimah.
Baca juga: Pengalaman Ikut Vaksin di Negeri Kangguru
Kemudian ada juga alm. Dr. Abdullah Renre, alm. KH. Nasruddin Razak, dan terakhir yang baru saja berpulang adalah ustaz KH. Dahlan Yusuf. Kepada mereka semua responden dan informan penelitian saya yang telah meninggal dunia ini, semoga Allah Swt. memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya.
Dari 92 responden dan informan penelitian dimaksud, selain yang telah meninggal dunia, akun media sosial saya mengingatkan tiga nama yang tercatat dan masih hidup sampai sekarang. Ketiganya adalah Prof. Mustari Mustafa, Nurhidat Said, dan Prof. Irwan Akib. Seingat saya, mereka bertiga ikut mengisi survey penelitian dalam status sebagai pengurus ICMI dan atau pengurus MUI Sulawesi Selatan.
Kepada mereka saya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Ucapan yang saya pun kembali saya sampaikan kepada semua informan dan responden maupun pihak lain yang namanya tidak dapat disebut satu per satu.
Wollongong, 18 Januari 2022
Penulis adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar / Ketua PRIM NSW Australia
Beritaneka.com—Memancing adalah satu kegemaran sebagian lelaki di negara mana saja berada. Dari budaya maupun kebiasaan yang berbeda. Mereka rela berjam-jam menjaga pancingannya sampai ikan menyentuh umpannya. Tidak hanya siang hari, bahkan sampai malam hari, atau terkadang sampai subuh.
Seorang teman di Sydney, pernah mengatakan bahwa mereka memancing mulai sore sampai subuh. Satu keluarga termasuk dengan empat buah hatinya yang masih kecil. Sambil mendirikan tenda di pinggir laut. Setiap liburan dia selalu luangkan waktu memancing, apakah dengan teman-teman atau keluarganya sendiri.
Saya pernah mendapatkan ikan hasil pancingan dari seorang teman warga Indonesia kelahiran Padang Sumatera Barat. Dia memancing di Pantai Utara Wollongong mulai subuh sampai siang. Sebagian ikannya diberikan kepada kami. Dengan hati gembira kami ambil ikannya dengan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya.
Baca juga: Kondisi Membaik, Muslim Australia Diperbolehkan Shalat Berjamaah Lima Waktu
Saya sendiri tidak terlalu suka memancing. Di kampung halaman dulu waktu kecil di Sipirok Tapanuli Selatan Sumatera Utara pernah memancing kalau bulan Ramadhan, tapi tak sering. Saat ini meskipun di rumah ada satu set alat pancing hadiah dari Pak Hendris, seorang Nasrani yang sudah balik ke Indonesia. Dia menyelesaikan doktornya dalam bidang atom beberapa bulan lalu. Tapi pancing itu belum pernah sama sekali saya pakai. Selain karena tidak terlalu suka, juga karena saya belum punya surat izin memancing!
Apa maksudnya surat izin memancing? Ya, di Australia khususnya Negara Bagian New South Wales, tidak boleh sembarangan menangkap ikan, baik di laut, sungai, ataupun danau tempat lainnya. Termasuk tentunya dengan cara memancing. Harus memiliki surat izin. Setiap orang yang memancing tanpa izin, bisa kena denda. Tidak boleh menangkap ikan dengan cara setrom, menuba atau membom. Itu adalah satu tindakan yang sangat dilarang.
Untuk mendapatkan surat izin memancing, cukup mudah. Mendaftar saja secara online di portal pemerintah setempat. Isi formulir dan bayar. Bukti pembayaran sudah bisa jadi surat izin sementara. Surat izin asli akan dikirim via pos dalam beberapa hari. Bentuknya surat izinnya seperti SIM lengkap dengan masa berlakunya.
Baca juga: Pengalaman Ikut Vaksin di Negeri Kangguru
Masa berlaku tergantung berapa pembayarannya. Bisa sehari, seminggu, sebulan atau setahun. Biayanya sekitar tiga Dollar per hari. Tapi akan jauh lebih murah jika diambil pertahun. Hanya sekitar tiga puluh Dollar atau tiga ratus ribu Rupiah. Cukup murah ya, dibandingkan dengan cara membeli ikan tertentu per ekor bisa mencapai lima hingga delapan Dollar. Beberapa hari sebelum masa berlaku habis, petugas yang menanganinya akan mengirim email pemberitahuan, apakah akan memperpanjang atau tidak.
Pembayaran biaya memancing ini masuk sebagai sumber pendapatan asli pemerintah daerah. Dengan adanya surat izin ini, seseorang bisa memancing dimana saja dalam wilayah New South Wales. Jika pergi ke negara bagian lain, tentu akan mengikuti aturan yang berlaku oleh pemerintah setempat.
Apakah dengan adanya surat izin ini, bisa leluasa memancing? Dari segi waktu dan lokasi, jawabannya adalah ya. Namun dari segi ukuran ikan dan jenis ikannya, ada pembatasan. Biasanya untuk jenis ikan yang langka, maka tidak boleh diambil. Harus dilepas kembali.
Baca juga: Pengalaman Pertama diperiksa Polisi Australia
Demikian juga dari ukuran ikannya. Untuk ikan tertentu, panjang ikan yang boleh diambil adalah sekitar dua puluh centimeter. Jika kurang panjangnya, harus dilepas kembali. Pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenai denda. Bagaimana caranya? Sewaktu-waktu petugas akan mendatangi orang yang memancing dan memeriksanya.
Itulah sebabnya, para pemancing bisanya membantu mistar atau alat ukur. Sementara itu, hampir di seluruh lokasi pemancingan terdapat papan informasi. Berisi tentang jenis-jenis ikan langka yang tidak boleh ditangkap, beserta petunjuk lainnya.
Dengan cara inilah pemerintah menjaga kelestarian ikan-ikan di laut atau sungai. Pun untuk memastikan generasi yang akan datang masih bisa memancing atau menikmati ikan-ikan yang beraneka ragam. Selain itu, tentu saja juga untuk menambah pemasukan untuk kas negara.
Sore ini kami ke Windang, New South Wales. Sekitar 10 km dari pusat Kota Wollongong. Di sini banyak orang yang memancing. Lokasi memancing di sini ada dua. Bisa ke pantai laut lepas atau danau yang bersambung dengan air laut. Beberapa warga keturunan Timur Tengah datang ke sini memancing ikan, bersama dengan keluarganya.
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Kontributor Beritaneka di Windang, NSW, Australia
Oleh : Haidir Fitra Siagian, Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar
Beritaneka.com—Hampir tidak ada yang tahu celah negatif seorang alm. Prof. Baharuddin Lopa, mantan Menteri Kehakiman era Presiden Abdurrahnan Wahid. Sebaliknya yang banyak adalah kita ketahui dari berbagai literatur tentang kejujuran dan keberanian beliau. Juga keseriusan dan kesederhanaannya.
Suatu ketika, seorang wartawan pernah bertanya kepada almarhum. Mengapa begitu jujur dan berani? Singkat saja jawabannya saat itu : “karena saya orang Mandar”!
Siapa orang Mandar itu? Dalam satu kesempatan, mantan Camat Sendana Majene, Irhamnia Muis Mandra, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang Mandar adalah orang yang sudah pernah tinggal di tanah Mandar, makan makanan orang Mandar, dan meminum airnya dari Mandar, maka itu berhak mengaku sebagai orang Mandar.
Baca juga: Pengalaman Pertama diperiksa Polisi Australia
Tetapi tidak berhenti sampai di situ. Orang Mandar adalah orang jujur dan berani dalam kebenaran, menghormati nilai-nilai budaya, kesopanan dan pengalaman ajaran-ajaran agama Islam. Jadi sesungguhnya inilah ciri khas orang Mandar yang dapat membedakannya dengan orang lain dari budaya yang berbeda.
Tentang kejujuran orang Mandar, ada tiga kasus yang akan saya utarakan di sini. Baik yang tidak terkait dengan saya, maupun yang terkait dengan saya, yang baru saja kualami.
Sekitar tahun 2002, terjadi kecelakaan mobil mewah yang ditumpangi oleh pejabat penting dari Kabupaten Bulukumba bersama keluarganya. Mobil tersebut meluncur ke sungai di Kecamatan Sendana. Tenggelam hingga ke dasar sungai. Tak lama kemudian, warga datang beramai-ramai hendak membantu.
Karena memang sungai cukup dalam, jadi terdapat kesulitan dalam mengevakuasi korban. Singkat cerita, semua korban dapat dikeluarkan dari mobil. Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Jika tidak salah ingat, semua penumpang mobil itu meninggal dunia. Kira-kira 4-5 orang terdiri dari ayah yang seorang pejabat penting, istrinya, anaknya dan sopirnya.
Setelah itu, semua korban dibawa kembali ke Bulukumba. Beberapa waktu kemudian, datangnya perwakilan keluarga korban menemui warga desa setempat. Mengucapkan terimakasih karena telah membantu mengevakuasi korban. Hal yang paling indah kedengaran adalah menurut pihak keluarga, semua harta: perhiasan, emas, uang, jam tangan dan lain-lain utuh ditemukan, tak ada satupun yang hilang. Satu kejujuran orang Mandar!
Kedua, sekitar lima tahun lalu disebuah rumah sakit di kota Majene. Seorang ibu dari keluarga yang cukup berada dirawat dalam satu kamar kelas. Setelah sembuh, mereka pulang dengan membawa semua barang-barangnya. Lalu seorang anak muda yang baru menikah, yang berprofesi sebagai petugas kebersihan, menemukan sebuah tas perempuan, yang ternyata berisi uang puluhan juta Rupiah. Lalu sang anak muda ini justru melaporkan keberadaan tas itu kepada pimpinan rumah sakit.
Singkat cerita, sang pemilik tas tersebut dipanggil. Dia menghitung uangnya yang tertinggal bersama tasnya. Lengkap, tak ada selembarpun yang hilang. Lalu dia ingin memberikan sebagian uang kepada anak muda yang pertama kali menemukan tas tersebut. Ternyata anak muda itu menolaknya. “saya tidak ingin mendapat hadiah” katanya. Yang penting uangnya kembali dalam keadaan lengkap, saya sudah senang lanjut anak muda tersebut.
Baca juga: Warga Australia Ramaikan Halal bi Halal Diaspora Indonesia di Wollongong
Kejujuran yang ketiga. Ini saya alami sendiri, hari ini, beberapa saat lalu. Ketika saya hendak shalat dhuhur, saya sengaja mencari masjid kampung yang jauh dari kota Malunda. Sekitar lima kilometer saya naik motor mencari masjid. Akhirnya saya dapati masjid mungil dan sederhana.
Walaupun waktu dhuhur sudah masuk, tak ada yang datang. Saya azan sendiri, iqamah sendiri dan shalat pun sendiri. Setelah shalat, saya kembali ke rumah lagoku tempat saya nginap di Malunda. Setelah makan siang dengan ibu mertua, saya merasa ada sesuatu yang janggal.
Mana hapeku? Cari sana sini tak ditemukan. Coba dipanggil, ada nada dering tapi tak dijawab. Saya sudah agak pasrah. Mungkin terjatuh di jalanan. Tapi masih ada znada dering. Mungkin tertinggal di masjid yang kosong itu?
Satu jam lebih mencari dalam rumah, tak ditemukan. Alhamdulillah, tiba-tiba hape adik yang dipakai tadi bunyi. Tampak dalam layar namaku. Ternyata betul, seseorang telah menemukan hapeku dalam masjid. Dia meminta saya datang mengambilnya, di rumah persis samping masjid.
Ketika saya tiba di depan masjid, seorang anak muda yang baru seusai anak SMA keluar dari rumah. Tanpa ABC, dia langsung menyerahkan hapku. Alhamdulillah. Saya senang menemukan kembali hapeku, bukan soal harganya tapi banyak data di dalamnya yang sangat penting bagi saya.
Lebih dari itu, saya justru lebih senang lagi. Karena baru saja menemukan mutiara Mandar. Anak muda Mandar yang jujur atas nama agama dan budaya. Anak muda yang masih memegang teguh kehormatan. Kehormatan orang Mandar sebagaimana diperagakan alm. Prof. Baharuddin Lopa.
Oleh: Haidir Fitra Siagian, Koresponden Beritaneka.com di Fairy Meadow, Australia
Beritaneka.com—Selama dua tahun lebih berada di Australia, baru kali ini saya ditahan polisi, tepatnya diperiksa polisi. Malam ini, ba’da Isya, dalam perjalanan dari rumah ke sebuah supermarket.
Menemani nyonya belanja sembako. Harus malam ini belanja, karena tidak sempat tadi siang. Dia sibuk dengan pelajarannya. Esok ada acara KKSS di Sydney, jadi harus bawa makanan.
Jarak dari rumah ke supermarket ini, cukup dekat, kurang dari dua setengah kilometer. Saya bahkan kalau pergi ke sana siang hari, jalan kaki saja. Melewati jalanan ke arah sekolah anak-anak kami. Berada di Suburb Fairy Meadow, bersebelahan dengan tempat tinggal kami di Suburb Keiraville.
Baca juga: Warga Australia Ramaikan Halal bi Halal Diaspora Indonesia di Wollongong
Sesaat sebelum tiba di lokasi, dari jauh saya lihat tanda-tanda polisi menyalakan lampu kedap-kedip. Beberapa polisi tampak berjaga-jaga. Seorang perempuan polisi, mengarahkan kami ke pinggir. Nyonyaku bilang, minggir dan berhenti. Tunggu polisinya datang ke mobil, jangan turun.
Jangan turun, katanya beberapa kali. Buka kaca jendela dan dengarkan perintahnya. Di sini memang demikian. Bila distop oleh petugas polisi, tidak boleh turun. Berbahaya jika turun.
Dalam keadaan demikian, Polisi berhak menembak orang yang turun dari mobil. Aturannya tetap di mobil, buka kaca jendela, tunggu sampai polisnya datang. Saya pernah dengar dulu, ada seorang mahasiswa Indonesia hampir ditembak karena dia turun dari mobil. Untungnya dia segera masuk ke mobil.
Beberapa saat kemudian pak Polisi datang mendekat ke pintu samping kanan saya. Menanyakan apa kalian minum? Tidak. Coba hitung satu sampai sepuluh, katanya sambil mendekatkan alat pendeteksi ke mulutku.
Sepersekian detik kemudian, selesai, silahkan jalan, katanya. Lalu kami berlalu dan kini sudah tiba di supermarket. Dengan demikian saya bebas dari pendeteksian alat tadi. Sekiranya saya minum minuman keras dengan dosis lebih, maka alatnya akan bunyi. Karena alat pendeteksinya tidak bunyilah sehingga kami dibiarkan berlalu.
Karena ini adalah pengalaman pertama, saya sempat was-was. Meskipun semua persyarakatan kendaraan terpenuhi, tetap saja ada rasa khawatir. Di sini saya menggunakan SIM A dari Indonesia, tetapi harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh lembaga resmi. SIM saya diterjemahkan oleh KJRI Sydney, dengan biaya dua ratus lima puluh ribu Rupiah.
Tidak semua negara bagian Australia memberlakukannya. Tergantung kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah setempat. Termasuk yang memberlakukannya adalah New South Wales, tempat kami berada.
Ternyata tadi Pak Polisi hanya mengadakan pemeriksaan rutin bagi kendaraan yang lewat. Biasanya adalah pada malam Jumat atau hari-hari tertentu. Orang-orang menerima gaji tadi siang. Di sini gajian sekali seminggu, yakni pada hari Kamis. Jadi mereka suka keluar berkendaraan untuk belanja atau minum-minum. Terutama anak-anak muda.
Polisi memeriksa apakah pada saat mengemudikan mobil, sambil menenggak minuman keras melebihi ambang batas yang dilegalkan. Atau sedang memakai narkoba. Itu saja. Dia tidak memeriksa sama sekali SIM dan STNK. Itu bukan bagian dari pemeriksaan yang mereka lakukan.
Sebagai tambahan, di Australia, adalah melegalkan minuman keras. Toko-toko bebas menjual minuman keras kepada orang dewasa saja. Tetapi pada beberapa kawasan, dilarang minum minuman keras. Terutama di tempat-tempat umum, seperti pantai, kebun bunga atau fasilitas bermain untuk anak-anak.
Baca juga: Di Masa Pandemi Petani Binaan IPB University Bisa Ekspor
Pemeriksaan pengemudi yang beralkohol di sini sangat penting. Lebih penting daripada memeriksa surat-surat mobil. Sebab berkendaraan sambil menenggak minuman keras dengan dosis yang berlebihan, tentu sangat berbahaya. Bukan hanya pada dirinya sendiri, melainkan kepada orang lain.
Sebenarnya pada awal-awal saya datang di sini, pun pernah hampir diperiksa polisi pada satu malam. Saat itu kami baru pulang dari menghadiri acara penerimaan hadiah untuk putriku. Menjelang satu belokan di jalan poros, beberapa polisi sudah menunggu kami.
Saat mobil kami sudah dekat, seorang polisi mengatakan terus saja jalan. Sedangkan mobil yang lain diperiksa. Kami tak tahu kenapa Pak Polisi tidak menahan atau memeriksa kami. Mungkin karena saya pakai jilbab, kata nyonyaku. Barangkali Pak Polisi menyadari, bahwa seorang Muslim tidak akan meminum minuman keras. Wallahu’alam.
Beritaneka.com— Tidak seperti kebanyakan di negara kita, yang namanya telepon umum koin sudah lama tidak berfungsi. Hal ini antara lain sebagai dampak dari kemajuan teknologi komunikasi khususnya dengan kehadiran jaringan internet termasuk lahirnya telepon seluler. Sudah sulit kita menemukan telepon umum yang berfungsi dengan baik, bahkan kebanyakan sudah rusak atau sudah dibongkar tak berbekas lagi.
Berbeda dengan di Australia, sebagai sebuah negara yang sangat maju, terlebih dalam hal teknologi komunikasi. Ternyata keberadaan telepon umum koin masih ada, dipertahankan dan dirawat. Meskipun tentu, jumlah dan tingkat penggunaannya, tidak sama dengan masa-masa awal berlakunya.
Memang kalau diperhatikan, kunjungan warga untuk menggunakan telepon umum ini, boleh dikatakan sangat jarang. Bisa jadi dapat dihitung jari dalam satu bulan. Bahkan dalam satu tahun pun, tidak banyak yang menggunakannya.
Padahal lokasinya berada sangat strategis, murah, bersih, dan signalnya bagus. Orang tak gunakan lagi ini, karena pada umumnya sudah memiliki handphone pribadi. Jaringan internet di rumahnya bagus dan lancar. Jadi untuk apa pergi ke telepon umum?
Lalu kenapa Pemerintah Australia masih mempertahankan keberadaan telepon umum? Hal ini lebih kepada fungsi keamanan dan kepentingan sosial. Telepon umum koin ini di satu sisi, bisa menjadi semacam satpam atau securiti. Maksudnya adalah, pada setiap lokasi tertentu, terdapat telepon umum, agar memudahkan orang lain menghubungi pihak terkait dalam keadaan darurat.
Di sisi lain, telepon umum koin ini pun bisa berfungsi sosial. Misalnya jika seseorang kehabisan pulsa atau paket internet, sementara dia tak punya akses untuk masuk ke wifi. Maka dia bisa mendekati telepon umum koin.
Dalam radius dua hingga tiga meter dari lokasi telepon tersebut, terdapat signal wifi gratis. Tanpa mendaftar tanpa mengisi password, langsung tersambung secara otomatis ke jaringan seluler kita.
Demikian inilah salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah Australia dalam melayani rakyatnya. Terutama dalam hal sangat mendesak, memerlukan pertolongan, dan kondisi yang sangat darurat. Di sinilah fungsinya pemerintah, memberikan kemudahan kepada rakyatnya bahkan sebelum segala sesuatunya terjadi.
Haidir Fitra Siagian, Pakar Komunikasi
Kini tinggal di Keiraville, Australia