Beritaneka.com, Jakarta —Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2023 kepada 14 Kementerian/Lembaga (K/L) di Istana Negara pada hari ini, Kamis (1/12/2022). Jokowi juga menyerahkan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023. Dalam arahannya, Jokowi mengatakan, anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Tahun 2023 akan difokuskan pada 6 kebijakan.
Adapun 6 kebijakan yang menjadi fokus APBN 2023, yaitup penguatan kualitas SDM, akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur prioritas, pembangunan infrastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru, revitalisasi industri, serta pemantapan reformasi birokrasi dan penyerdehanaan regulasi.
Baca Juga:
- Kesetaraan dan Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia
- Pemerintah Turunkan Bunga KUR Super Mikro Jadi 3 Persen
- Presiden Ajukan Satu Calon Panglima TNI kepada DPR
- Pemutihan Pajak Selalu Ditunggu Masyarakat
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, bahwa 14 Kementerian dan lembaga negara yang menerima DIPA secara simbolis di antaranya Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek, serta Kementerian Agama.
Selanjutnya, Kementerian Pertahanan, Kepolisian Negara RI, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan serta Lembaga Administrasi Nasional.
“Mereka adalah kementerian dan lembaga yang memperoleh opini BPK dengan status WTO dalam 3 tahun terakhir 2019 hingga 2021. Mereka juga merepresentasikan bidang prioritas nasional tahun 2023 dan kementerian lembaga yang akan menerima secara simbolis adalah yang memiliki nilai kinerja anggaran yang tinggi,” kata Sri Mulyani.
Menurut dia, penyerahan DIPA dan TKDD Tahun Anggaran 2023 menandakan akan dilaksanakannya APBN 2023, artinya dengan adanya penyerahan ini Kementerian/Lembaga juga Pemerintah Daerah sudah mulai bisa melakukan kegiatan.
“Kita mengetahui bahwa APBN bekerja luar biasa sangat keras pada tahun 2020-2022 ini di dalam menangani Covid-19 selama tiga tahun berturut-turut, namun kita melihat pelaksanaan APBN telah mampu melindungi masyarakat, melindungi perekonomian dan sekarang saatnya APBN mulai disehatkan kembali,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Menkeu menyebutkan, fokus APBN 2023 pun bergeser dari dampak pandemi ke risiko global, terutama dengan kenaikan barang-barang yang berhubungan dengan pangan dan energi yang menyebabkan inflasi global melonjak tinggi hingga berimbas pada pengetatan moneter dan kenaikan suku bunga.
“Ini tentu menimbulkan 3 potensi krisis yang harus diwaspadai pada tahun 2023 yaitu krisis pangan, krisis energi dan potensi krisis keuangan yang di berbagai negara yang tidak memiliki fondasi yang kuat,” ujar Sri Mulyani.
Oleh karena itu, lanjut dia, Indonesia juga harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan berbagai risiko tersebut. Disisi lain, ekonomi global dengan inflasi tinggi dan pengetatan moneter diperkirakan juga akan mengalami stagflasi dan tensi geopolitik meningkatkan juga risiko dari non ekonomi. “APBN 2023 dirancang sebagai instrumen untuk tetap menjaga optimisme dan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap perubahan dari risiko global,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Beritaneka.com, Jakarta —Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan realisasi APBN hingga November 2022 tercatat mencapai Rp876 triliun. Realisasi tersebut mencapai 78,2 persen dari APBN 2022 pemerintah pusat yang sebesar Rp1.119,5 triliun.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Menurut Sri Mulyanu, jika seluruh Kementerian atau Lembaga melakukan belanja sampai akhir tahun, dengan realisasi mencapai 96 persen sama seperti pada Desember 2021, maka APBN yang akan dicairkan pada Desember 2022 sebesar Rp203 triliun dari belanja pusat.
Sementara untuk belanja daerah yang mencapai Rp1.196 triliun, realisasi per November 2022 adalah Rp818 triliun atau 68,2 persen.
Baca Juga:
Kesetaraan dan Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia
- Pemerintah Turunkan Bunga KUR Super Mikro Jadi 3 Persen
- Presiden Ajukan Satu Calon Panglima TNI kepada DPR
- Pemutihan Pajak Selalu Ditunggu Masyarakat
- Update: Korban Gempa Cianjur 327 Meninggal, 73.874 Orang Mengungsi
- Ini Dia 10 Provinsi dengan Kenaikan Upah Minimum Tertinggi Tahun Depan
Apabila mengikuti pola tahun lalu dimana realisasi APBD mencapai 93 persen, maka pada bulan Desember 2022 akan dicairkan dari APBD sebesar Rp294 triliun.
“Sehingga total operasi APBN dan APBD untuk perekonomian akan mencapai Rp537,2 triliun untuk bulan Desember ini,” kata Menkeu Sri Mulyani, dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (1/12/2022).
Menkeu menyebutkan, pemerintah akan terus mendukung Kementerian/Lembaga melaksanakan APBN 2022 sebagai cara untuk terus meningkatkan momentum pemulihan ekonomi, namun tetap harus akuntabel dan bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian.
Menkeu juga mengingatkan Kementerian/Lembaga dan Pemda untuk mengikuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar APBN 2023 harus dipakai untuk fokus utama, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) hingga pengembangan ekonomi hijau.
Dia menyampaikan, belanja negara juga difokuskan pada penyelesaian proyek-proyek strategis nasional infrastruktur untuk mendukung transformasi ekonomi dan pengembangan ekonomi hijau termasuk pembangunan IKN.
“Kita juga terus memperluas dan memperkuat dan mereformasi jaring pengaman sosial seperti yang disampaikan oleh bapak presiden dengan memperbaiki dan memperbarui data-data kemiskinan masyarakat rentan melalui survey register ekonomi dan sosial,” ungkap Sri Mulyani
Adapun layanan kepada masyarakat terus ditingkatkan dengan reformasi di birokrasi dan reformasi di tingkat Kementerian/Lembaga. Untuk tahun 2022 ini yang sekarang sudah mendekati bulan terakhir, pihak Kementerian Keuangan juga melihat bahwa untuk belanja negara 2022 harus diselesaikan.
Sedangkan untuk 2023, Sri Mulyani berharap para Kementerian/Lembaga dan juga pemerintah daerah sudah mulai bisa menyiapkan pelaksanaan secara dini, sehingga APBN pada awal tahun juga bisa langsung dilaksanakan dan memberi manfaat pada masyarakat dan mengurangi risiko global yang cenderung melemahkan perekonomian secara keseluruhan. Pada APBN 2023, pemerintah dan DPR sepakat menganggarkan belanja negara senilai Rp3.016,17 triliun. Angka tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp2.246,45 dan TKD Rp814,71 triliun.
Beritaneka.com, Jakarta —Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan, saat ini ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Berdasarkan laporan World Economic Outlook IMF, pertumbuhan ekonomi global diproyeksi berada di level 3,2 persen pada tahun 2022 dan 2,7 persen untuk tahun depan. Namun, kondisi ekonomi Republik Indonesia (RI) masih relatif resiliensi dan kuat dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 tetap di angka 5,3 persen dan 5 persen pada tahun depan. Keyakinan ini utamanya didukung oleh realisasi penerimaan pajak yang tinggi hingga akhir September 2022.
“Kinerja APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) hingga kuartal III-2022 masih positif, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih kuat didukung oleh neraca perdagangan, konsumsi rumah tangga, dan investasi sebagai penopang utama. Penerimaan pajak juga masih tinggi. Semuanya memperlihatkan pemulihan ekonomi yang terus terjaga, kontribusi harga komoditas yang masih di level relatif tinggi serta dampak positif dari berbagai kebijakan pemerintah,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangannya, dikutip hari ini.
Berdasarkan Laporan APBN Kita Edisi Oktober 2022, penerimaan pajak hingga September 2022 telah mencapai Rp1.310,5 triliun atau 88,3 persen dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp1.485 triliun. Menkeu Sri Mulyani menyebutkan, mayoritas jenis pajak juga menunjukkan kinerja positif, beberapa di antaranya sudah hampir mendekati target 100 persen dari pagu.
Baca Juga:
- Ekonomi Indonesia Tahan Resesi, JK: Jangan Pesimis!
- Mentan Minta Industri Serap Jagung dan Produk Petani Lokal
- Pameran Indo Defence 2022, Presiden Apresiasi Perkembangan Industri Pertahanan
- Sebanyak 20,5 Juta Pelaku UMKM Sudah Masuk Ekosistem Digital
“Di Perpres 98 Tahun 2022 kita sudah menaikkan targetnya, tapi mungkin akan tetap lebih tinggi lagi. Optimisme penerimaan pajak yang sangat tinggi ini menggambarkan harga komoditas masih bagus, pertumbuhan ekonomi Indonesia momentumnya menggeliat yang menimbulkan penerimaan pajak, dan juga implementasi dari Undang-Undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) kita yang cukup baik,” kata Menkeu.
Menkeu Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah masih tetap memerlukan penguatan koordinasi dalam mewaspadai perkembangan risiko global, termasuk menyiapkan respons kebijakan.
“Pertumbuhan penerimaan pajak tumbuh 28 persen, angka ini terbilang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan empat bulan terakhir levelnya tergolong rendah. Tren yang menurun ini juga patut untuk diwaspadai. Potensi risiko juga perlu diantisipasi dan dimitigasi untuk menjaga peran APBN 2022 yang waspada, antisipatif, dan responsif dalam menghadapi ancaman dan risiko global yang tidak pasti,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Beritaneka.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan defisit APBN tahun 2021 sekitar 5,1-5,4 % dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka tersebut jauh lebih rendah dari target APBN 2021 yakni 5,7% dari PDB. “Tahun ini anggaran dirancang dengan defisit 5,7%. Tetapi karena pemulihan yang kuat serta dari pendapatan dan ledakan komoditas, kami memperkirakan defisit akan antara 5,1-5,4%, jauh lebih rendah dari yang kami rancang sebelumnya,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam video virtual, Kamis (16/12/2022).
Sedangkan tahun 2022, Menkeu mengatakan, defisit dirancang pada level 4,8% dari PDB. Namun, angka tersebut belum mempertimbangkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berpotensi memberikan tambahan penerimaan dan program pemulihan ekonomi tahun 2021 yang berdampak positif di berbagai sektor.
Baca Juga: Update Vaksin Booster dan Program Vaksinasi Anak 6-11 Tahun
“Namun, desain ini belum memperhitungkan beberapa reformasi di bidang perpajakan dan sisi fiskal,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Dengan desain tersebut, pemerintah akan terus bekerja makin baik untuk memulihkan ekonomi Indonesia pada tahun 2022. Menkeu meyakini peran kebijakan fiskal masih sangat penting, terutama di masa pandemi Covid-19.
APBN tahun 2022 akan mendukung proses pemulihan dengan memprioritaskan belanja untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan, kesehatan, dan belanja sosial. “Mudah-mudahan, tingkat pertumbuhan akan pulih di atas 5%. Dalam APBN 2022, kami menempatkan 5,2% untuk pertumbuhan ekonomi hingga 2022,” katanya.
Beritaneka.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan dua peraturan tentang bea meterai. Pertama, aturan pembayaran bea meterai menggunakan meterai elektronik. Kedua, aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang pengadaan, pengelolaan, dan penjualan meterai.
Pembayaran bea meterai menggunakan meterai elektronik dilakukan dengan membubuhkan meterai elektronik pada dokumen yang terutang bea meterai melalui sistem meterai elektronik.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menjelaskan, meterai elektronik sendiri memiliki kode unik berupa nomor seri dan keterangan tertentu yang terdiri atas gambar lambang negara Garuda Pancasila, tulisan “METERAI ELEKTRONIK”, serta angka dan tulisan yang menunjukkan tarif bea meterai.
Baca Juga: Perkuat Kelembagaan BAZNAS, DPR Dorong Optimalisasi Anggaran dari APBN
Pembubuhan meterai elektronik dapat dilakukan melalui Portal e-Meterai pada tautan https://pos.e-meterai.co.id terlebih dahulu membuat akun pada laman tersebut. Dalam hal terjadi kegagalan pada sistem meterai elektronik, pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Tampilan meterai elektronik dapat dilihat pada gambar di atas.
Selain mengatur tentang pembayaran bea meterai dengan meterai elektronik, aturan ini juga mengatur tentang ciri umum dan ciri khusus pada meterai tempel, meterai dalam bentuk lain, penentuan keabsahan meterai, serta pemeteraian kemudian.
Peraturan ini sekaligus menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.03/2021. Terkait dengan aturan pengadaan, pengelolaan, dan penjualan meterai, Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) melaksanakan pencetakan meterai tempel serta pembuatan dan distribusi meterai elektronik melalui penugasan dari pemerintah.
Perum Peruri dalam melaksanakan distribusi meterai elektronik dapat bekerja sama dengan pihak lain melalui proses yang transparan, akuntabel, serta memberi Nomor SP- 31/2021 kesempatan yang sama. Di sisi lain, untuk distribusi dan penjualan meterai tempel dilaksanakan oleh PT Pos Indonesia.
Kedua peraturan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam pembayaran bea meterai yang terutang atas dokumen berbentuk elektronik serta memberikan kepastian hukum mengenai pelaksanaan pencetakan meterai tempel, pembuatan dan distribusi meterai elektronik, serta distribusi dan penjualan meterai tempel melalui penugasan.
Baca Juga: Komisi IX DPR Desak Kemenkes Evaluasi Pengadaan Obat dan Alkes
Ketentuan lebih lanjut tentang pembayaran bea meterai dengan meterai elektronik dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 yang berlaku sejak 1 Oktober 2021.
Selain itu, aturan tentang pengadaan, pengelolaan, dan penjualan meterai dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 yang berlaku sejak 29 September 2021.
Beritaneka.com—Penerapan single identity number (SIN) pajak untuk mengoptimalisasi penerimaan negara terutama di sektor perpajakan. Bahkan, dapat memberantas korupsi dan mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia.
Mantan Presiden Republik Indonesia Ke-5 Megawati Soekarnoputri mengatakan, pemanfaatan SIN pajak dapat mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, termasuk mencegah terjadinya kredit macet.
“Secara umum SIN pajak memiliki manfaat yang luas dari penerimaan, karena dapat mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, meningkatkan penerimaan negara secara sistemik, mewujudkan proses pemeriksaan yang sistemik, hingga mencegah kredit macet,” kata Megawati Soekarnoputri.
Baca Juga: Peningkatan Tarif PPN dan Penghapusan PPNBM Akan Memperburuk Kesenjangan Ekonomi
Dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan dengan menggunakan konsep link and match SIN pajak.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hingga saat ini pemerintah terus membangun pondasi, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan integrasi data perpajakan dengan melakukan matching dari NIK dengan NPWP.
Sementara itu, pengamat perpajakan dari PajakOnline Consulting Group Abdul Koni mengatakan, SIN pajak dapat melakukan tracking dan mengungkap data wajib pajak (WP) yang belum membayar kewajiban perpajakannya. Biasanya uang atau harta, baik dari sumber legal maupun ilegal selalu digunakan dalam tiga sektor, yakni konsumsi, investasi, dan tabungan.
Baca Juga: Mahfud MD: 92 Persen Warga Papua Pro NKRI dan Mendukung Pembangunan di Papua
“Sektor-sektor tersebut dalam SIN pajak wajib memberikan data dan interkoneksi dengan sistem perpajakan. Artinya, uang dari sumber legal maupun ilegal tersebut dapat terekam secara utuh dalam SIN Pajak.WP yang menghitung pajak dan mengirimkan SPT ke DJP dan SIN Pajak akan memetakan data yang benar dan data yang tidak benar, serta data yang tidak dilaporkan dalam SPT,” kata Koni, Managing Partners & Director PajakOnline Consulting Group.
Menurut Koni, sudah tidak ada lagi harta yang dapat disembunyikan oleh WP dengan berjalannya sistem integrasi SIN pajak. “Sehingga diharapkan WP akan patuh dan jujur melaksanakan kewajiban perpajakannya, karena tidak adanya celah penghindaran kewajiban perpajakan,” kata Koni, mantan auditor senior DJP ini.
Oleh karena itu, dengan penerapan SIN pajak tersebut diharapkan dapat menambah penerimaan negara, mencegah terjadinya korupsi, dan menciptakan kemandirian fiskal.
Beritaneka.com—Ketahanan pangan dan penyediaan nutrisi bagi seluruh masyarakat Indonesia terus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.
“Jadi bagaimana kita mengatasi masalah ini terlebih dahulu? Kami akan meningkatkan program jaring pengaman sosial secara substansi, tidak hanya dalam hal jumlah yang diterima setiap keluarga miskin tetapi juga memperluas jangkauan penerimanya,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam acara Ministerial Roundtable bertema “Financing SDG2: Addressing Hunger and Malnutrition in The Wake of Covid-19”, yang diselenggarakan secara virtual pada Kamis (1/4/2021).
Menkeu Sri Mulyani menyebutkan, telah terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin lantaran pandemi Covid-19. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya menjaga agar 40% masyarakat dalam kondisi ekonomi terbawah tidak mengalami kekurangan nutrisi.
Menkeu melanjutkan bahwa untuk jangka panjang, Pemerintah juga meluncurkan program Ketahanan Pangan Nasional yang memberi dukungan terhadap pasokan rantai makanan seperti penyediaan peralatan mesin pertanian dan peningkatan produktivitas lahan.
Dalam kesempatan itu, Menkeu Sri Mulyani juga mengatakan pentingnya partisipasi pihak swasta untuk berkontribusi dalam penyediaan anggaran untuk program ketahanan pangan di Indonesia. Untuk itu, Pemerintah melakukan perbaikan iklim investasi melalui UU Cipta Kerja.
“Oleh karena itu di Indonesia, kami mencanangkan reformasi struktural yang kaitannya dengan kemudahan berusaha melalui UU Cipta Kerja. Dengan itu, saya berharap Indonesia mampu mengatasi masalah pandemi ini, tetapi juga pada saat yang bersamaan mampu berinvestasi dalam jangka panjang baik itu untuk produktivitas maupun pengembangan sumber daya manusia,” kata Menkeu Sri Mulyani.(el)