Opini Oleh: Dr. Rino A. Sa’danoer
Beritaneka.com—Pada 30 November 2022 dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2022 di Jakarta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara (Malut) mencapai 27%, merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Pertumbuhan ekonomi yang dialami Malut tersebut merupakan pertumbuhan pada kuartal II tahun 2022, berkat industri smelter yang ada di sana sebagai wujud hilirisasi yang dijalankan pemerintah beberapa tahun terakhir. Presiden melihat ini sebagai satu prestasi program hilirisasi pemerintah untuk menciptakan nilai tambah pada komoditas yang dimiliki Indonesia.
Sebaliknya, Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba berpendapat lain. Sanggahan terhadap pernyataan presiden ini disampaikan bahwa, “pertumbuhan ekonomi tersebut tidak berpengaruh kepada masyarakat Malut” (detikFinance, 21 Desember 2022).
Gubernur Malut tentu punya alasan atas pernyataan ini, karena sebagai gubernur beliau tentu tahu benar akan kenyataan di lapangan. Pertanyaannya adalah, mengapa pertumbuhan ekonomi Malut yang dikatakan “tertinggi di dunia” itu tidak berpengaruh terhadap masyarakat Malut? Bagaimana seharusnya supaya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah bisa dinikmati oleh rakyatnya?
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator “peningkatan” kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa ekonomi. Ini berarti ada kegiatan produksi yang cukup intens di wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi dipicu oleh investasi. Investasi selanjutnya akan menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga memicu kenaikan pendapatan bagi masyarakat di wilayah tersebut. Selain itu, investasi juga akan menghasilkan “arus pendapatan” bagi para investornya.
Seperti yang disampaikan oleh Gubernur Malut, pertumbuhan Malut tidak berdampak kepada masyarakatnya. Artinya, investasi yang membawa pertumbuhan itu tidak berdampak kepada peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Ada dua kemungkinan hal ini bisa terjadi, investasinya merupakan investasi padat modal (capital intensive), sehingga memang tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Atau investasi yang memang banyak membutuhkan tenaga kerja tapi tidak melibatkan tenaga kerja yang berasal dari wilayah tersebut. Artinya, lapangan pekerjaan tidak terbuka untuk penduduk lokal.
Industri smelter merupakan industri yang juga bersifat padat karya, disamping membutuhkan modal yang cukup besar. Dikabarkan untuk membangun industri smelter, tenaga kerja yang dibutuhkan bisa mencapai 9.000 orang. Ini hanya pada masa konstruksi. Jika sudah beroperasi, tenaga kerja yang dibutuhkan bisa mencapai 45.000 orang. Total nilai investasi pabrik smelter di Malut sekitar Rp39 triliun. Khusus untuk Malut, pemodal industri smelter di sana berasal dari China dan saat ini dikabarkan mayoritas masih menggunakan tenaga kerja China. Bisa dimengerti mengapa pertumbuhan Malut tidak dinikmati oleh masyarakat setempat, karena lapangan pekerjaan dan “cash flow” dari hasil investasi tersebut dinikmati oleh tenaga kerja dan pemodal China.
Untuk menjawab pertanyaan, bagaimana seharusnya supaya pertumbuhan ekonomi Malut bisa dinikmati oleh rakyatnya? Jawabannya adalah, pemerintah perlu mengubah kebijakan hilirisasinya, terutama dalam menarik investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Permodalan dan tenaga kerja untuk kebutuhan industri smelter harus diberikan porsi kepada pemodal dan tenaga kerja lokal, sehingga “cash flow” dari investasi dan lapangan pekejaan akan diisi dan dinikmati oleh penduduk lokal.
Diasumsikan, jika setengah dari kebutuhan modal dan setengah dari kebutuhan tenaga kerja industri smelter di Malut berasal dari Malut, maka investasi yang berasal dari Malut adalah sekitar Rp19,5 triliun, dan ada sekitar 22.000 tenaga kerja lokal yang bisa dipekerjakan. Jika setiap warga Malut berinvestasi sebesar Rp. 1.000.000,-, maka ada sebanyak 19.500.000 penduduk yang bisa menikmati “cash flow” investasi tersebut. Selanjutnya ada 22.500 tenaga kerja lokal Malut yang akan menikmati pendapatan dari hasil investasi tersebut.
Simulasi ini hanya menunjukkan bagaimana perubahan kebijakan hilirisasi pemerintah dapat membawa manfaat ekonomi kepada masyarakat. Model simulasi ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setempat, sehingga mencapai jumlah yang optimal untuk nilai investasi per warga maupun kebutuhan tenaga kerja. Model ini hanya ingin menunjukkan bahwa melalui dua pendekatan itu, kemakmuran ekonomi daerah bisa “ditangkap” oleh masyarakat lokal.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana bisa melibatkan begitu banyak masyarakat untuk berinvestasi dalam jumlah yang kecil? Investasi semacam ini akan melibatkan pekerjaan adminstrasi yang tidak sederhana, karena banyak urusan administrasi yang harus dituntaskan yang melibatkan banyak orang. Sedangkan untuk melibatkan tenaga kerja lokal, pemerintah cukup menegosiasikan syarat-syaratnya dengan pemodal asing yang akan mengisi sebagian porsi investasi lainnya. Di sini koperasi sangat berperan untuk melibatkan masyarakat yang berminat untuk berinvestasi dalam jumlah kecil. Sebelumnya pemerintah perlu memberikan ruang kepada koperasi untuk “berperan” dengan menetapkan kebijakan dan aturan main bahwa investasi untuk mensukseskan program hilirisasi perlu melibatkan koperasi.
Pengorganisasian investasi yang bernilai kecil akan mudah dilakukan melalui koperasi. Masyarakat yang berminat untuk berinvestasi akan menjadi anggota koperasi dan menyetorkan “modal penyertaan” sebesar satu juta rupiah (misalnya, untuk kasus industri smelter di Malut). Total modal penyertaan anggota ini (Rp19,5 triliun) akan menjadi porsi investasi koperasi pada industri smelter tersebut. “Cash flow” investasi setelah smelter beroperasi akan dinikmati pula oleh anggota koperasi yang sudah menyetorkan modal penyertaan tersebut. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi bisa dinikmati oleh masyarakat setempat melalui investasi mereka.
Koperasi dikenal dengan “dual identity”nya, di mana anggota koperasi sebagai “penikmat” jasa koperasi sekaligus “pemilik” koperasi itu. Sebagai pemilik, anggota ikut mengawasi dan “mengendalikan” jalannya koperasi. Sebagai “penikmat” jasa koperasi, anggota ikut menikmati “cash flow” sebagai imbalan dari investasi mereka. Di sini perbedaan mendasar antara koperasi dan badan hukum usaha lainnya.
Pengguna jasa atau pelanggan sebuah Perseroan Terbatas (PT) belum tentu juga sebagai pemilik PT tersebut. Sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa (atau pelanggan), koperasi bisa mengendalikan jenis dan jumlah investasinya. Jadi masyarakat yang menjadi anggota koperasi benar-benar mempunyai kendali atas keberuntungan ekonominya.
Model keterlibatan koperasi dalam berinvestasi bukan saja bisa diterapkan dalam program hilirisasi pemerintah, tapi juga bisa dilibatkan dalam banyak skema investasi di Indonesia. Melalui koperasi akan banyak masyarakat terlibat dalam investasi jumlah kecil, sehingga masyarakat juga bisa menikmati pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.
Beritaneka.com, Jakarta —Pertumbuhan ekspor menjadi roda penggerak perekonomian Indonesia. Pada triwulan III tahun ini, ekspor Indonesia tumbuh positif 5,72 persen. Hal ini diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan.
Dalam keterangan tertulis yang kami kutip hari ini, Mendag Zulkifli mengungkapkan pada triwulan III 2022, pertumbuhan ekonomi didukung ekspor barang dan jasa yang naik 21,64 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dengan kontribusi mencapai 26,23 persen. Angka ini meningkat dari kontribusi pada triwulan II dengan persentase sebesar 24,74 persen.
Kinerja ekonomi Indonesia terus membaik selama 2022. Pada triwulan III 2022, ekonomi Indonesia tumbuh positif lebih tinggi dari capaian triwulan I sebesar 5,02 persen dan triwulan II yang tumbuh 5,45 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ini tentunya juga didukung peningkatan kinerja ekspor nasional,” kata Mendag Zulkifli.
Baca Juga:
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia: UMKM Setia Jaga Perekonomian Nasional
Koperasi dan Kesenjangan Ekonomi
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan sebesar 21,64 persen, tertinggi kedua setelah impor barang dan jasa yang tumbuh 22,98 persen.
Peningkatan kinerja ekspor tahun ini didukung oleh beberapa faktor. Salah satunya fenomena peningkatan harga komoditas ekspor dunia (supercycle commodity).
Selain itu, perbaikan kinerja industri dalam negeri yang tecermin dari perbaikan angka Purchasing Manager Index (PMI) industri manufaktur Indonesia juga turut mendorong ekspor manufaktur Indonesia hingga triwulan III 2022 dengan kontribusi mencapai 46,21 persen terhadap total ekspor Indonesia.
Menurut Mendag, beberapa komoditas yang mengalami peningkatan harga pada 2022 antara lain batu bara, kelapa sawit, nikel, dan kopi. Sementara untuk angka PMI manufaktur Indonesia tercatat selalu berada di atas 50. Adapun pada September lalu mencapai angka tertinggi sepanjang 2022, yakni sebesar 53,7.
Mendag Zulkifli menyampaikan, nilai ekspor Indonesia pada triwulan III merupakan nilai ekspor triwulanan tertinggi selama dua tahun terakhir. Pada triwulan III 2022, total ekspor Indonesia mencapai 78,20 miliar dollar AS, atau meningkat 27,30 persen secara tahunan. Kinerja ini ditopang oleh ekspor nonmigas yang mencapai 73,84 miliar dollar AS dengan pertumbuhan 26,28 persen.
Mendag Zulkifli juga menjelaskan, produk utama ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan III 2022 adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15), besi dan baja (HS 72), mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), serta kendaraan dan bagiannya (HS 87). Khusus untuk batu bara (HS 27), pada triwulan III tercatat meningkat pesat dari 8,84 miliar dollar AS pada triwulan III 2021 menjadi 15,72 miliar dollar AS di triwulan III 2022.
Baca Juga:
Hadapi Resesi Global, Kemnaker Dorong Perusahaan Pilih Efisiensi Daripada PHK
Ekonomi Indonesia Tahan Resesi, JK: Jangan Pesimis!
Dari sisi tujuan, lanjutnya, kinerja ekspor nonmigas Indonesia juga mencatatkan kinerja positif terhadap negara mitra dagang utama. Tiongkok masih menempati posisi pertama sebagai negara mitra dagang Indonesia dengan nilai ekspor sebesar 17,34 miliar dollar AS pada triwulan III 2022. Nilai ekspor ini berkontribusi sebesar 23,49 persen dari ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan III 2022 dan mengalami peningkatan 29,70 persen.
“Selain Tiongkok, ekspor ke India juga tumbuh pesat pada triwulan III dengan membukukan nilai sebesar 6,48 miliar dollar AS atau tumbuh 61,18 persen,” jelas Mendag Zulkifli.
Mendag menambahkan, meskipun kinerja ekspor Indonesia menunjukkan kinerja yang baik, Kementerian Perdagangan tetap mewaspadai perlambatan ekonomi yang sudah terjadi di beberapa mitra dagang Indonesia. Negara mitra dagang tersebut di antaranya Arab Saudi, Singapura, Hong Kong, dan Uni Eropa.
Dalam memitigasi risiko perlambatan tersebut, kata Mendag, Kementerian Perdagangan melakukan sejumlah langkah strategis di antaranya peningkatan akses pasar ekspor ke pasar nontradisional, khususnya di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah baik melalui promosi, misi dagang, maupun perjanjian kerja sama.
Beritaneka.com, Jakarta —Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 sebesar 5,3 persen. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
“Pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan sebesar 5,3 persen. Kita akan berupaya maksimal dalam menjaga keberlanjutan penguatan ekonomi nasional,” ujar Presiden.
Presiden menyampaikan, angka pertumbuhan tersebut didasarkan pada pertimbangan dinamika perekonomian nasional terkini, agenda pembangunan yang akan dicapai, serta potensi risiko dan tantangan yang dihadapi.
Baca Juga:
- Daftar Nama 68 Anggota Paskibraka 2022, Siap Bertugas 17 Agustus di Istana Merdeka
- Penumpang Kereta Api Jarak Jauh Belum Vaksin Booster Wajib PCR, Berikut Aturan Lengkapnya
- Prabowo Deklarasi Maju Capres 2024
- Konten Porno Ramai di Medsos, Pemerintah Aktifkan Lagi Gugus Tugas Cegah Pornografi
- Rapimnas Partai Gerindra Bahas Prabowo Maju Capres 2024
- Presiden Jokowi: 800 Juta Orang Akan Kelaparan, Harus Ada Solusi Krisis Pangan
Untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi tersebut, Kepala Negara melanjutkan, pemerintah akan terus mendorong ekspansi produksi yang konsisten untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
“Berbagai sumber pertumbuhan baru harus segera diwujudkan. Pelaksanaan berbagai agenda reformasi struktural terus diakselerasi untuk transformasi perekonomian. Investasi harus dipacu serta daya saing produk manufaktur nasional di pasar global, harus ditingkatkan,” kata Presiden Jokowi.
Dengan semakin kuatnya sektor swasta sebagai motor pertumbuhan, imbuh Presiden, manajemen kebijakan fiskal harus dapat lebih diarahkan untuk menciptakan keseimbangan antara perbaikan produktivitas dan daya saing. Hal itu dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal untuk menghadapi risiko dan gejolak di masa depan.
“Bauran kebijakan yang tepat, serta sinergi dan koordinasi yang semakin erat antara otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan akan menjadi modal yang kuat dalam rangka akselerasi pemulihan ekonomi nasional serta penguatan stabilitas sistem keuangan,” tambah Presiden.
Terkait inflasi, Presiden menyampaikan bahwa inflasi akan tetap dijaga pada kisaran 3,3 persen. Kebijakan APBN akan tetap diarahkan untuk mengantisipasi tekanan inflasi dari eksternal, terutama inflasi energi dan pangan.
“Asumsi inflasi pada level ini juga menggambarkan keberlanjutan pemulihan sisi permintaan, terutama akibat perbaikan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Selanjutnya, rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di sekitar Rp14.750 per Dolar AS dan rata-rata suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun diprediksi pada level 7,85 persen.
“Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada 90 US Dollar per barel. Di sisi lain, lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 660 ribu barel per hari dan 1,05 juta barel setara minyak per hari,” jelasnya.
Pulih Lebih Cepat
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa Indonesia mendapatkan apresiasi sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi dan memulihkan ekonominya dengan cepat.
“Pemulihan ekonomi Indonesia dalam tren yang terus menguat, tumbuh 5,01 persen di Triwulan I dan menguat signifikan menjadi 5,44 persen di Triwulan II 2022,” ungkap Presiden.
Sektor-sektor strategis seperti manufaktur dan perdagangan, lanjut Presiden, tumbuh secara ekspansif, didukung oleh konsumsi masyarakat yang mulai pulih serta solidnya kinerja ekspor. Sementara neraca perdagangan telah mengalami surplus selama 27 bulan berturut-turut. Sektor manufaktur yang mengalami pemulihan kuat, ujar Presiden, berperan menopang tingginya kinerja ekspor nasional.
“Hal ini mencerminkan keberhasilan strategi hilirisasi industri yang kita jalankan sejak 2015. Tingginya kinerja ekspor juga didukung oleh sektor pertambangan seiring meningkatnya harga komoditas global,” kata Presiden.
Disebutkan Presiden, sektor transportasi dan akomodasi yang paling terdampak pandemi juga mulai mengalami pemulihan. Masing-masing tumbuh 21,3 persen dan 9,8 persen pada Triwulan II 2022.
“Pada Juli 2022, Indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) meningkat menjadi 51,3 persen, mencerminkan arah pemulihan yang semakin kuat pada Semester II,” pungkasnya.
Beritaneka.com—Laporan World Economic Outlook (WEO) International Monetary Fund (IMF) edisi Januari 2022 menunjukkan bahwa setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,9% di 2021. Sedangkan perekonomian global diprediksi mengalami moderasi ke level 4,4% di 2022 atau turun -0,5 percentage points dibandingkan WEO Oktober 2021 dan 3,8% di 2023.
“Kuatnya Perekonomian Indonesia yang sudah terlihat di Tahun 2022 dan berlanjut ke 2023 adalah bukti bahwa penanganan pandemi berbuah signifikan pada relatif cepatnya pemulihan ekonomi Indonesia. Kebijakan penanganan pandemi dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang efektif di 2021 dan diperkuat dengan fokus penciptaan tenaga kerja selain kesehatan dan perlindungan masyarakat di 2022 tentunya menjadi faktor penting. Kita perlu jaga momentum pemulihan ke depan dengan tetap waspada terhadap berbagai risiko,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam keterangan pers yang kami kutip hari ini.
Febrio menjelaskan pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan turun dari 5,6% di 2021, menuju 4,0% di 2022, dan 2,6% di 2023. Dalam periode yang sama, proyeksi pertumbuhan Tiongkok adalah 8,1%, 4,8% dan 5,2%, sedangkan di Eropa sebesar 5,2%, 3,9%, dan 2,5%. India diproyeksikan tumbuh tinggi sebesar 9,0% di 2021 dan 9,0% di 2022, dan kemudian mengalami moderasi menjadi 7,1% di 2023.
Baca Juga:
- Pertumbuhan Ekonomi 2022 Ditargetkan Tumbuh 5,2%
- Aneka Jenis Surat Berharga Negara (SBN) di Indonesia
Sementara di Kawasan ASEAN-5, pertumbuhan ekonomi diperkirakan justru berada dalam tren meningkat. Dalam periode 2021-2023, Indonesia diramalkan akan bertumbuh kuat sebesar 3,3%, 5,6%, dan 6,0%, sedangkan Malaysia 3,5%, 5,7%, dan 5,7%. Dalam periode yang sama, pertumbuhan PDB Thailand akan berada pada 1,3%, 4,1%, 4,7%, sedangkan Filipina 4,6%, 6,3%, dan 4,9%.
Dalam laporan WEO Januari 2022 tersebut, sebut Febrio, IMF juga memberikan beberapa rekomendasi penguatan kerangka kebijakan yang komprehensif untuk negara-negara, yaitu memperkuat kebijakan di sektor kesehatan, termasuk pemerataan vaksin, perubahan kebijakan moneter yang harus didukung dengan komunikasi yang efektif, memperkuat posisi dan kesinambungan fiskal, memperkuat kerja sama internasional, dan melanjutkan reformasi struktural dan kebijakan perubahan iklim.
Beritaneka.com—Pengendalian pandemi yang efektif terbukti menjadi kunci bagi pemulihan ekonomi. Pandemi yang terkendali mendorong confidence dan mobilitas penduduk yang kemudian membuat perekonomian Indonesia tetap tumbuh positif.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 ditargetkan dapat tumbuh hingga 5,2%. Hal ini disampaikan dalam acara Indonesia Economic Outlook 2022 yang diselenggarakan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) bersama Asosiasi Pemerintah Seluruh Kabupaten Indonesia (APKASI) secara virtual pada Selasa (25/01).
“Penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi akan menentukan pencapaian target tersebut. Oleh karenanya, kerja sama para stakeholder sangat diperlukan dan ini menjadi kunci bagi pemulihan dan mendorong pembangunan ke depan,” tegas Menko Airlangga.
Baca juga: Menko Airlangga, Tokoh Zakat Nasional Penerima BAZNAS Award tahun 2022
Selanjutnya, untuk menghadapi situasi ekonomi global dengan berbagai tantangannya, Menko Airlangga mengajak para pengusaha dan stakeholder untuk merespon situasi tersebut secara fleksibel dan adaptif.
Pemerintah juga melanjutkan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) di tahun 2022 dengan alokasi anggaran sebesar Rp451,64 triliun dengan fokus pada tiga pilar yaitu Kesehatan, Perlindungan Masyarakat, dan Penguatan Pemulihan Ekonomi.
Khusus vaksinasi, Pemerintah akan terus mengakselerasi dan vaksinasi dosis primer diharapkan selesai di Q2-2022. Pemerintah juga telah menjalankan program booster vaksinasi dosis ke-3 yang telah dimulai sejak 12 Januari lalu.
Untuk pemanfaatan PEN tahun 2022, Menko Airlangga menjelaskan bahwa beberapa program akan didorong agar dilaksanakan di depan atau secara front loading di awal tahun. Program-program tersebut antara lain program subsidi bunga KUR sebesar 3% untuk Januari – Juni 2022 dan Program Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung, dan Nelayan (BT-PKLWN).
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Duet Airlangga – Ganjar Akan Layu Sebelum Berkembang
Selain itu, juga terkait insentif fiskal berupa PPN DTP untuk sektor Perumahan, yaitu 50% untuk dibawah Rp2 miliar dan 25% untuk Rp2 milyar hingga Rp5 miliar; dan PPnBM DTP untuk otomotif, terutama otomatif di bawah Rp200 juta ditanggung 3%, 2%, 1% dan 0% setiap kuartalnya, dan antara Rp200 juta hingga Rp250 juta sebesar 50% atau di kuartal pertama 7,5% dan kuartal kedua kembali sebesar 15%.
“Pemerintah juga terus mendorong perbaikan iklim investasi dengan berbagai regulasi sehingga tentunya diharapkan dapat tercipta lapangan kerja baru. Terdapat 246 bidang usaha prioritas yang terbuka bagi penanaman modal dan tentunya diberikan insentif baik fiskal maupun non fiskal. Untuk itu, kemudahan investasi tentu juga perlu didorong oleh para Pemerintah Daerah agar penciptaan lapangan kerja bisa lebih luas dan terjadi akselerasi pemulihan ekonomi untuk masyarakat,” ujar Menko Airlangga.
Sementara itu, terkait dengan Presidensi G20 Indonesia tahun ini, Indonesia memfokuskan pada tiga kegiatan yakni memperkuat arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi menuju energi berkelanjutan.
Menko Airlangga meyakinkan bahwa kesempatan ini akan mendorong pemulihan dan transformasi ekonomi yang tentunya juga pembangunan di aspek sosial dan politik.
“Salah satu yang juga akan didorong di tahun 2022 adalah Presidensi Indonesia dalam Forum G20 dan tentu Indonesia akan berada di dalam panggung dunia sehingga tentu diharapkan ini akan mengikuti peningkatan perdagangan investasi. Kita mendorong agar pemulihan sifatnya inklusif, kuat, dan berkelanjutan,” tambah Menko Airlangga.
Baca juga: Minim Prestasi, Airlangga Berat Jadi Capres 2024
Selama Presidensi G20 Indonesia, akan digelar lebih dari 150 pertemuan di 19 kota dengan sekitar 18.000 lebih delegasi yang akan hadir, diperkirakan akan medorong tumbuhnya 33.000 lapangan kerja, meningkatkan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, meningkatkan PDB nasional sebesar Rp7,4 triliun, serta akan bermanfaat sekitar 2 kali lebih besar dari penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF-WB tahun 2018 di Bali.
“Saya mengapresiasi kerja sama semua pihak. Namun tentu kita harus sadar bahwa tantangan masih banyak dan kita terus menjaga koordinasi, sinergi, dan kerja sama Pemerintah Pusat, Daerah, para pengusaha, dan masyarakat agar seluruh stakeholder dapat merasakan manfaat pemulihan perekonomian ini,” pungkas Menko Airlangga
Beritaneka.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III/2021 mencapai 4,5% seiring dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang membaik.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan prediksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya sebesar 4%. Optimisme ini juga tercermin dari pulihnya kegiatan ekonomi masyarakat seiring dengan penanganan pandemi Covid-19.
“Kinerja ekonomi kita dengan perbaikan ini memberikan suatu optimisme untuk merevisi kuartal III kita, outlook pertumbuhan ekonomi kuartal III membaik menjadi 4,5%,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/10/2021).
Baca Juga: Test PCR Penumpang Pesawat Masih Kemahalan dan Diskriminatif
Menkeu menyebutkan tren penanganan pandemi Covid-19 makin membaik setelah mengalami lonjakan kasus akibat varian Delta pada awal kuartal III/2021. Dengan tren kasus yang menurun, ketentuan mengenai mobilitas masyarakat juga berangsur dilonggarkan.
Sri Mulyani menjelaskan, berbagai indikator kegiatan ekonomi saat ini juga kompak menunjukkan perbaikan, seperti dari data Google Mobility Report, indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan ritel, dan konsumsi listrik.
Menurut Menkeu Sri Mulyani, indikator belanja masyarakat telah kembali ke level sebelum pandemi Covid-19. Kemudian, tren surplus neraca perdagangan juga terus berlanjut didorong peningkatan kinerja sektor manufaktur di dalam negeri dan terjaganya permintaan ekspor.
Menkeu menilai ekonomi kuartal IV/2021 berpotensi mengalami rebound dengan pola aktivitas yang lebih normal. Meski demikian, risiko peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah negara seperti China juga tetap harus diwaspadai.
Baca Juga: Kereta Cepat Belum Mendesak, Syarief Abdullah: Anggarannya Lebih Esensial untuk Covid-19
“Untuk pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2021, growth-nya 4,0%,” kata Menkeu Sri Mulyani. Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 tercatat 7,1% seusai terkontraksi sejak kuartal II/2020. Pertumbuhan ekonomi tersebut menandai Indonesia berhasil keluar dari resesi akibat hantaman pandemi.
Beritaneka.com—Badan Pusat Statistik (BPS) siang tadi mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal I-2021. Hasilnya, pertumbuhan perekonomian Indonesia masih minus.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tiga bulan pertama 2021 minus -0,96% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), perekonomian Indonesia mengalami kontraksi atau minus 0,74%.
Dengan demikian, kontraksi PDB Indonesia terus terjadi selama empat kuartal beruntun. Artinya, Indonesia masih berada dalam kondisi resesi ekonomi.
Baca Juga: Larangan Mudik Lebaran, Polri Tambah Pos Penyekatan Jadi 381 Lokasi
Resesi adalah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi minus dua kuartal berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi minus yang dialami Indonesia sudah terjadi sejak kuartal II-2020 yaitu minus 5,32%. Kontraksi pertumbuhan ekonomi berlanjut ke kuartal III-2020 minus 3,49% dan minus 2,19% pada kuartal IV-2020.
“Selama triwulan I, inflasi hanya 1,37% yoy. Selama pandemi terjadi pelambatan inflasi di berbagai negara, bahkan ada yang mengalami deflasi karena mobilitas berkurang dan roda ekonomi bergerak lamban sehingga berpengaruh ke pendapatan dan permintaan,” kata Suhariyanto dalam Konferensi Pers, Rabu (5/5/2021).
Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam yakni minus 13,12%. Dari sisi pengeluaran Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) menjadi komponen dengan kontraksi terdalam minus 4,53%.
Ekonomi Indonesia triwulan I-2021 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan minus 0,96% (q-to-q). Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Jasa Pendidikan minus 13,04%. Dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam minus 43,35%.
Baca Juga: Bhima Yudhistira: Target Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Terlalu Optimis
Sementara itu, ekonom senior dari Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan sebelumnya telah memperkirakan bahwa Indonesia masih dalam kondisi resesi.
“Kalau perkiraan ini benar, bahwa pertumbuhan ekonomi Q1/2021 (YoY) masih minus, maka target pertumbuhan ekonomi 5 persen untuk tahun 2021 semakin sulit tercapai,” kata Anthony, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).
Menurut Anthony, realisasi pendapatan negara jauh di bawah target. Sehingga belanja negara berpotensi turun. Bisa-bisa kontraksi dibandingkan belanja negara 2020.
Kemudian, daya beli masyarakat masih lemah. Bahkan lebih lemah dari tahun 2020. Karena bantuan tunai kepada masyarakat dikurangi.
Di sisi produksi, produksi nasional saat ini jauh di bawah kapasitas normal. “Artinya, perusahaan belum bisa ekspansi. Belum bisa investasi. Meskipun dijejali kredit, mereka tidak bisa menerimanya. Mau investasi bagaimana, penjualan masih belum pulih. Pabrik masih kosong,” kata Anthony, mantan Rektor Kwik Kian Gie School of Business ini.
Terakhir, dan ini sebenarnya sebagai salah satu kunci pemulihan ekonomi, lanjut Anthony, tetapi sayangnya sekarang menjadi penghambat. Yaitu suku bunga kredit yang masih tinggi.
Baca Juga: Pendidikan Indonesia Mau ke Mana?
Dampak suku bunga tinggi ini menghancurkan ekonomi. Sebab, menyedot uang masyarakat dan perusahaan (karena harus bayar bunga tinggi), sehingga menghambat konsumsi masyarakat, menghambat kredit konsumsi khususnya untuk barang modal. Dan akibatnya menghambat ekspansi perusahaan.
“Kalau suku bunga kredit yang tinggi membuat banyak perusahaan bangkrut, maka pertumbuhan ekonomi 2021 bisa berlabuh di teritori minus lagi,” kata Anthony.(el)
Beritaneka.com—Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh mencapai 6,9 persen hingga 7,8 persen pada kuartal II-2021. Proyeksi tersebut mengalami perubahan perkiraan sebelumnya yang hanya tumbuh 6,7 persen.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, pertumbuhan 7,8 persen bisa dicapai karena pemulihan ekonomi di kuartal II. Pemulihan terutama didorong membaiknya seluruh komponen pengeluaran. Data yang ada memperlihatkan, periode April-Juni 2021, seluruh komponen pengeluaran tumbuh positif.
Baca juga: Pemerintah Naikkan Plafon KUR UMKM hingga Rp20 Miliar
Misalnya, untuk konsumsi rumah tangga, pertumbuhannya di kuartal II diperkirakan bisa mencapai 6,9 persen hingga 7,9 persen. Faktor pendukung peningkatan konsumsi rumah disebabkan adanya kebijakan Harbolnas Ramadhan, hingga pencairan THR untuk Aparatur Sipil Negara (ASN)/PNS dan TNI/Polri.
Namun, target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang tinggi, di tengah pandemik Covid-19, di mata pengamat ekonomi terlalu percaya diri dan tidak melihat realita yang ada di tengah-tengah masyarakat.
“ Terlalu over optimis,” ujar Bhima Yudhistira Ekonom INDEF kepada Beritaneka.
Bhima menegaskan target pemerintah tersebut terlalu berlebihan, karena perkiraan yang dibuatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ke II baru 1-2%.
Selain itu, alasan pertumbuhan yang ditargetkan pemerintah sulit untuk dicapai karena beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah sendiri. Misalnya, pada bulan Ramadhan ini menjelang Idul Fitri, pergerakan perantau untuk mudik ke kampung halaman dibatasi. Kebijakan pemerintah, mulai tanggal 6 sampai 17 Mei 2021 dilarang mudik.
“Ada pelarangan mudik Lebaran. mobilitas terhambat belanja masyarakat juga rendah,” ungkap Bhima.
Bhima mengakui memang ada daya pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi ekspor. Namun, pengaruhnya kecil. Pertumbuhan positif hanya ditopang rebound ekspor komoditas yang nilai tambahnya kecil.
Kebijakan lain pemerintah yang menjadi faktor penghambat target pertumbuhan ekonomi akan sulit dicapai, jelas Bhima adalah belanja pemerintah serapannya lambat dan cenderung berkurang, misalnya THR ASN yang tidak penuh.
“Padahal support dari belanja pemerintah diperlukan,” tegasnya. (ZS)