Oleh : Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Beritaneka.com—Tahun 2020 pemerintah Jokowi dapat utang cukup banyak yakni Rp. 1002 triliun lebih menurut data Bank Indonesia. Jokowi selaku presiden berhasil mendapatkan kepercayaan kuat dari pemberi utang sehingga berhasil mendapatkan utang paling besar sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Kepercayaan kepada Pemerintah Jokowi datang dari institusi keuangan dalam negeri yakni bank pemerintah dan swasta dalam negeri dan juga kepercayaan dari Bank Indonesia (BI).
Baca juga: Investasi Asing Berbondong-bondong Kabur dari Indonesia: Bagaimana Presiden Jokowi Bertahan?
Sebagai bukti sebagian besar utang yang diperoleh Presiden Jokowi dalam membiayai pemerintahannya datang dari Surat Utang Negara (SUN)?yakni senilai Rp. 909,9 triliun lebih. Pembeli terbesar nya adalah Bank Indonesia (BI), sisanya adalah bank pemerintah dan bank swasta serta orang orang kaya di tanah air.
Hanya 10 persen dari total utang pemerintah tahun 2020 yang berasal dari pinjaman multilateral dan pinjaman bilateral atau pinjaman dari negara lain. Nilainya USD 6,37 miliar. Biasanya pemerintah bisa memperoleh 40-50 % pinjaman dari bilateral dan multilateral yang bunganya rendah tersebut.
Jumlah pinjaman bilateral dan multilateral Indonesia sebagian besar datang dari Jerman senilai USD 1,28 miliar dan Australia senilai USD 1,15 miliar. China tidak memberika n utang sepeserpun. Demikian juga Amerika Serikat juga tidak memberikan utang sepeserpun kepada Indonesia.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Sementara pinjaman multilateral paling banyak diberikan oleh Asian Developmnet bank senilai USD 798 juta dan Bank Dunia melalui IBRD senilai USD 691 juta. Keduanya sekitar 2,5% dari total utang Indoneaia tahun 2020.
Tahun 2021 utang direncanakan masih di atas Rp. 1100 triliun lebih. Utang dari lembaga keuangan multilateral tampaknya akan sama dengan tahun kemarin, bahkan bisa lebih kecil atau dibawah 10 persen total utang yang diperlukan pemerintah Jokowi. Jadi utang tetap harus dibeli BI dan bank bank nasional. Tapi ngomong ngomong uang BI itu uang apa ya? Beneran uang ya ?
Oleh : Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Beritaneka.com—Data statistik Bank Indonesia (BI) menggambarkan situasi ekonomi yang dihadapi Pemerintahan Jokowi sangat gawat. Asing berbondong bondong menarik investasinya dari Indonesia. Factor inilah yang menjadi penyebab Indonesia masih berada pada pertumbuhan negative pada kwartal I tahun 2021.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2021 masih mengalami kontraksi minus 0,74 persen. Dengan angka tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu kembali ke zona positif, setelah mengalami kontraksi 4 kali berturut-turut sejak kuartal II-2020. Kala itu, ekonomi RI minus 5,32 persen. “Kalau dibandingkan posisi kuartal I-2020, ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 masih mengalami kontraksi 0,74 persen,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (Kompas.com5/5/2021).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen: Antara Mimpi dan Ilusi
Bagaimana tidak? Investasi kabur dari Indonesia sebagai tanggapan atas situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil dan regulasi yang tak pasti. Lebih dari USD 911 juta investasi langsung asal Eropa kabur sepanjang tahun 2020. Dua negara yang paling banyak menarik investasinya adalah Italia dan Inggris masing masing 377 juta dolar dan 493 juta dolar.
Sementara investasi dari USA menurun separuh dibandingkan tahun 2019. Investasi asal jepang menurun 75% dengan penurunan senilai USD 6,24 miliar dibandingkan tahun 2019. Selanjutnya investasi asal Singapura menurun 27% atau mengalami penurunan senilai USD 1,7 miliar.
Secara keseluruh investasi langsung di Indonesia berdasarkan negara asal menurun senilai USD 5,3 miliar yang merupakan penurunan terendah selama lima tahun terakhir sejak tahun 2015. Negara negara yang merupakan penanam modal langsung terbesar di Indonesia memilih kabur dari negeri ini.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Meskipun ada peningkatan investasi dari Hongkong senilai USD 2,7 miliar dan Taiwan USD 694 juta, namun namun tidak bisa menggantikan investasi yang kabur. Sementara investasi asal China sepanjang tahun 2020 hanya USD 810 juta dolar, lebih rendah dar tahun lalu dan menurun 76% dibandingkan dengan investasi tahun 2018.
Sulit bagi Indonesia melakukan recovery ekonomi jika semua negara negara yang menjadi andalan pemerintah mendapatkan investasi asing langsung justru kabur dari Indonesia. Akibatnya kwartal I tahun 2021 Indonesia masih berada di Zona resesi. Pertanyaannya siapa yang mau bisnis di negara RESESI?