Beritaneka.com—Pemerintah menyatakan utang sebesar Rp6.000 Triliun masih aman dan terkendali. Utang tersebut sebagai utang produktif dengan rasio utang normal di bawah 60% dari produk domestik bruto (PDB).
“Utang adalah proyek-proyek dari pemerintah yang strategis. Itu di mana-mana dilakukan, Jadi kalau utang kita Rp6.000 triliun, selama itu adalah utang produktif dan bisa membangun dan rakyat menikmatinya dan kita bisa kembalikan kenapa jadi masalah,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers secara virtual kami kutip hari ini, Kamis (16/12/2021).
Baca Juga: Update Vaksin Booster dan Program Vaksinasi Anak 6-11 Tahun
Luhut menjelaskan, bahwa utang tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat sehingga kalau ada yang mengkritisi utang besar sekali itu perlu data-data valid agar tidak salah paham. “Kritiklah pemerintah dengan data-data yang jernih, agar tidak salah paham dan tidak membuat kabar atau berita-berita yang tidak baik,” katanya.
Luhut menyebutkan, ekonomi Indonesia terus bangkit didorong transformasi digital ekonomi dan terus berbenah yang awalnya bergantung pada komoditas menuju ke industri bernilai tambah. “Berbagai progress program hilirisasi akan memperkuat struktur perekonomian Indonesia, lebih tahan menghadapi tantangan ekonomi global dan lebih merata,” katanya.
Oleh : Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Beritaneka.com—Tahun 2020 pemerintah Jokowi dapat utang cukup banyak yakni Rp. 1002 triliun lebih menurut data Bank Indonesia. Jokowi selaku presiden berhasil mendapatkan kepercayaan kuat dari pemberi utang sehingga berhasil mendapatkan utang paling besar sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Kepercayaan kepada Pemerintah Jokowi datang dari institusi keuangan dalam negeri yakni bank pemerintah dan swasta dalam negeri dan juga kepercayaan dari Bank Indonesia (BI).
Baca juga: Investasi Asing Berbondong-bondong Kabur dari Indonesia: Bagaimana Presiden Jokowi Bertahan?
Sebagai bukti sebagian besar utang yang diperoleh Presiden Jokowi dalam membiayai pemerintahannya datang dari Surat Utang Negara (SUN)?yakni senilai Rp. 909,9 triliun lebih. Pembeli terbesar nya adalah Bank Indonesia (BI), sisanya adalah bank pemerintah dan bank swasta serta orang orang kaya di tanah air.
Hanya 10 persen dari total utang pemerintah tahun 2020 yang berasal dari pinjaman multilateral dan pinjaman bilateral atau pinjaman dari negara lain. Nilainya USD 6,37 miliar. Biasanya pemerintah bisa memperoleh 40-50 % pinjaman dari bilateral dan multilateral yang bunganya rendah tersebut.
Jumlah pinjaman bilateral dan multilateral Indonesia sebagian besar datang dari Jerman senilai USD 1,28 miliar dan Australia senilai USD 1,15 miliar. China tidak memberika n utang sepeserpun. Demikian juga Amerika Serikat juga tidak memberikan utang sepeserpun kepada Indonesia.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Sementara pinjaman multilateral paling banyak diberikan oleh Asian Developmnet bank senilai USD 798 juta dan Bank Dunia melalui IBRD senilai USD 691 juta. Keduanya sekitar 2,5% dari total utang Indoneaia tahun 2020.
Tahun 2021 utang direncanakan masih di atas Rp. 1100 triliun lebih. Utang dari lembaga keuangan multilateral tampaknya akan sama dengan tahun kemarin, bahkan bisa lebih kecil atau dibawah 10 persen total utang yang diperlukan pemerintah Jokowi. Jadi utang tetap harus dibeli BI dan bank bank nasional. Tapi ngomong ngomong uang BI itu uang apa ya? Beneran uang ya ?