Beritaneka.com—Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan memberikan apresiasi terhadap ikhtiar anak bangsa dalam memenuhi kebutuhan vaksin untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Amirsyah mengaku telah mengonfirmasi berita terkait Turki memesan Vaksin Nusantara buatan Indonesia. Menurut dia, vaksin nusantara buatan Indonesia akan dipesan negara Turki sebanyak 5,2 juta dosis adalah benar adanya.
“Sekali lagi saya memberikan apresiasi Vaksin Nusantara yang digagas dr Terawan Agus Putranto dan Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Unair Prof drh Chairul Anwar dan Siti Fadilah Supari,” kata Sekjen MUI dalam keterangan pers yang kami kutip hari ini.
Secara pribadi, Buya Amirsyah, mengucapkan syukur Alhamdulillah bahwa dr Terawan dan para ahli kita dapat membuat vaksin sendiri.
Amirsyah memberikan penghargaan atas dukungan para ahli seperti Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Unair. Ia berharap Vaksin Nusantara sebagai solusi tepat, untuk Pandemi Covid-19
Baca Juga: Ekspor Produk Pertanian Bangkitkan Ekonomi Indonesia
Menurut Buya Amirsyah, salah satu langkah yang dilakukan para ahli, di antaranya, melakukan riset terhadap titer antibodi tenaga kesehatan yang sudah divaksin menggunakan vaksin. Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, telah mengakui Vaksin Nusantara yang digagas dr Terawan Agus Putranto.
Vaksin Nusantara ini menurut Buya Amirsyah, masih menunggu izin resmi dari BPOM. Oleh karena itu dia berharap BPOM segera memberikan izin. Secara ilmiah kata Buya Amirsyah kita bisa baca pada Jurnal terkait Vaksin Nusantara berjudul “Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-Covid-19, in Subjects Not Actively Infected With Covid-19”.
Di dalamnya, mengulas uji vaksin dari dendritik sel yang ada di Vaksin Nusantara secara bertahap intinya telah berhasil melakukan uji klinis,” katanya.
Beritaneka.com—Vaksin Nusantara tetap melakukan uji klinis fase 2 meskipun BPOM belum memberi izin. Seolah menantang, uji klinis ini diikuti sejumlah tokoh nasional, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan beberapa anggota Komisi IX DPR RI.
Para peneliti vaksin Nusantara tampak mengabaikan keputusan BPOM. Padahal BPOM dengan tegas menilai uji klinik fase 1 belum memenuhi banyak kaidah tahapan uji klinik.
Sebagai peneliti, idealnya merespon penilaian BPOM tersebut. Telaah ilmiah dari perspektif medis yang dikemukakan BPOM seyogyanya direspons dengan cara yang sama.
Baca Juga: Jamiluddin Ritonga: Perilaku Azis Syamsuddin Tidak Beretika
Ironinya, peneliti vaksin Nusantara tetap melanjutkan uji klinis dengan melibatkan relawan orang-orang pesohor di Indonesia, khususnya Anggota Komisi IX DPR RI. Keikutsertaan mereka ini patut disayangkan, karena sudah mengabaikan BPOM sebagai lembaga yang punya otoritas menetapkan layak tidaknya suatu vaksin untuk diuji lebih lanjut.
Tindakan sebagian Anggota Komisi IX DPR itu secara langsung sudah merendahkan BPOM. Celakanya, tindakan mereka itu tidak atas dasar pertimbangan medis.
Karena itu, keikutaertaan para Anggota Komisi IX DPR ini terkesan sangat politis. Mereka tidak menyangkal temuan BPOM dari sisi medis, namun keikutsertaannya itu menunjukkan keberpihakan kepada vaksin Nusantara tanpa argumentasi medis yang jelas.
Tindakan demikian seharusnya tidak perlu dilakukan Anggota Komisi IX. Mereka sebenarnya bisa mempertemukan BPOM dan peneliti vaksin Nusantara untuk mendengarkan pertimbangan medis dari masing-masing pihak.
Baca Juga: Jamiluddin Ritonga: Reshuffle Kabinet, Semua Wakil Menteri Ditiadakan
Dari argumentasi medis itulah idealnya Komisi IX DPR bersikap dan bertindak tetap mendukung atau tidak melanjutkan uji klinis vaksin Nusantara. Jadi idealnya pertimbangannya semata kaidah medis.
Karena itu, sangat disayangkan kalau vaksin Nusantara didukung karena dinilai produk lokal, apalagi dikaitkan dengan nasionalisme. Pertimbangan demikian sangat membahayakan mengingat persoalan vaksin berkaitan dengan hidup matinya manusia.
Jadi, uji vaksin seyogyanya dilihat dari kaidah medis, bukan politis. Hanya dengan begitu, kita bisa melihatnya dengan jernih dan objektif.
M. Jamiluddin Ritonga
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Penulis buku:
- Tipologi Pesab Persuasif
- Perang Bush Memburu Osama
- Riset Kehumasan
Mengajar:
- Metode Penelitian Komunikasi
- Krisis dan Strategi Public Relation
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999.
Beritaneka.com—Pembuatan Vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta telah memunculkan pro dan kontra. Agar tidak memunculkan kegaduhan dan polemik yang berkepanjangan yang bisa meresahkan masyarakat, Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal Andika Perkasa diminta perlu bersikap tegas.
Permintaan itu datang dari Ind Police Watch (IPW). Lembaga swadaya masyarakat ini menilai sikap tegas Kasad diperlukan agar tidak muncul keresahan dan kegaduhan di masyarakat atas polemik Vaksin Nusantara.
“Dengan adanya sikap tegas Kasad nasib Vaksin Nusantara makin jelas dan publik tidak ragu ragu lagi, meski ada pihak pihak yang meragukannya,” ujar Neta S Pane, Ketua Presidium Ind Police Watch kepada beritaneka.
Sikap tegas Kasad itu, kata Neta diperlukan setelah adanya surat Kepala RSPAD Dr. A. Budi Sulistya yang ditujukan ke Kasad dengan tembusan Wakasad, Irjenad, Asintel Kasad, Kapuskesad, Waka RSPAD, dan Kadispenad. Vaksin Nusantara menjadi viral setelah sejumlah tokoh dan anggota DPR datang ke RSPAD untuk diberi vaksin temuan Dr Terawan tersebut.
Melihat fenomena ini sejumlah kalangan, termasuk BPOM mengkritisinya. Tak pelak kegaduhan pun muncul. Agar kegaduhan tidak berkembang menjadi keresahan masyarakat, Neta menyarankan, DPR perlu bersikap, mengingat sejumlah anggotanya ikut hadir di RSPAD untuk mendapatkan Vaksin Nusantara.
“DPR mesti terbuka kepada rakyat, apa sesungguhnya yang terjadi dengan para anggotanya setelah hadir di RSPAD,” tegasnya.
Sikap terbuka perlu juga disampaikan Kasad mengingat RSPAD di bawah kendali Kasad dan adanya surat dari Kepala RSPAD.
Info yang diperoleh IPW, Surat Kepala RSPAD yang ditujukan ke Kasad itu berisikan empat poin. Yakni;
1. Sehubungan dengan info info di medsos berkaitan dengan pemberian Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto perlu kami laporkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Penelitian Fase ke-2 tengah dalam proses penyiapan. Ethical clearance sedang dalam proses pembahasan di Komite Ethic RSPAD Gatot Soebroto.
b. Mempedomani petunjuk Bapak KASAD, Sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto kami sudah menekankan kepada Tim Peneliti untuk mengikuti tahapan penelitian serta strick pada kriteria inklusi dan eksklusi penelitian demi validitas penelitian.
2. Banyak pejabat publik, anggota DPR dan masyarakat yang meyakini bahwa vaksin tersebut bagus (padahal masih dalam proses penelitian).
3. Apabila ada pejabat publik, politisi dan masyarakat yang akan diambil darahnya besok atau lusa berarti hal tersebut baru pengambilan sampel dan bukan pemberian vaksin nusantara. Proses dari pengambikan sampel sampai pemberian sel dendritik rerata 7-8 hari. Sampel yg diambil dan tidak memenuhi kriteria inklusi kami tekankan kepada peneliti untuk tidak dimasukkan dalam sampel penelitian.
4. Mohon menjadi maklum dan mohon petunjuk.
Terakhir, Neta meminta, dengan adanya surat Kepala RSPAD dan datangnya sejumlah tokoh ke RSPAD, serta munculnya polemik, Kasad perlu bersikap agar tidak muncul keresahan di masyarakat dan keyakinan publik pada Vaksin Nusantara temuan dokter perwira TNI AD itu makin solid. (zs)