Beritaneka.com—Reshuffle kabinet sebaiknya meniadakan semua wakil menteri. Mereka ini praktis tidak terdengar kinerjanya. Kita tidak tahu yang dikerjakan para wakil menteri. Senyap, tanpa pemberitaan sama sekali.
Padahal rakyat berhak mengetahui apa yang dikerjakan para wakil menteri yang cukup banyak di kabinet Jokowi. Sebab, gaji mereka bersumber dari APBN. Wakil Menteri Pariwisata misalnya, kalau pun diberitakan hanya diinformasikan mendampingi Menteri Pariwisata Sandiaga Uno. Kalau tugasnya hanya mendampingi, untuk apa ada posisi wakil menteri.
Lebih baik tugas dan fungsi wakil menteri didistribusikan ke Sekjen dan dirjen. Mereka ini akan lebih mumpuni melaksanakan tugas-tugas yang diembankan kepada wakil menteri. Dengan begitu anggaran untuk wakil menteri dapat ditiadakan. Ini dengan sendirinya dapat mengurangi beban APBN yang memang sudah berat.
Hal itu juga sesuai dengan kondisi Indonesia yang sedang dilanda resesi ekonomi. Indonesia perlu melakukan pengetatan di semua bidang, termasuk meniadakan anggaran untuk wakil menteri. Agar kinerja kementerian tetap maksimal, presiden perlu mengganti menteri yang kinerjanya biasa-biasa saja. Tentu penggantinya harus memang memiliki kemampuan yang tidak biasa.
Masalahnya, apakah Jokowi cukup independen untuk mengganti para menterinya dengan orang-orang terbaik di bidangnya ? Kalau tidak, tentu reshuffle kabinet tidak akan membawa pengaruh signifikan kepada kinerja masing-masing kementerian.
Reshuffle kabinet jangan sampai hanya menjadi ajang bagi elit politik untuk bergantian menikmati kursi menteri. Kalau ini yang terjadi, maka reshuffle kabinet tidak akan meningkatkan kinerja kementerian.
M. Jamiluddin Ritonga
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul.
Penulis buku:
- Tipologi Pesan Persuasif
- Perang Bush Memburu Osama
- Riset Kehumasan
Mengajar:
- Krisis dan Strategi Public Relation
- Metode Penelitian Komunikasi
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP 1996 – 1999.
Beritaneka.com—Vaksin Nusantara tetap melakukan uji klinis fase 2 meskipun BPOM belum memberi izin. Seolah menantang, uji klinis ini diikuti sejumlah tokoh nasional, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan beberapa anggota Komisi IX DPR RI.
Para peneliti vaksin Nusantara tampak mengabaikan keputusan BPOM. Padahal BPOM dengan tegas menilai uji klinik fase 1 belum memenuhi banyak kaidah tahapan uji klinik.
Sebagai peneliti, idealnya merespon penilaian BPOM tersebut. Telaah ilmiah dari perspektif medis yang dikemukakan BPOM seyogyanya direspons dengan cara yang sama.
Baca Juga: Jamiluddin Ritonga: Perilaku Azis Syamsuddin Tidak Beretika
Ironinya, peneliti vaksin Nusantara tetap melanjutkan uji klinis dengan melibatkan relawan orang-orang pesohor di Indonesia, khususnya Anggota Komisi IX DPR RI. Keikutsertaan mereka ini patut disayangkan, karena sudah mengabaikan BPOM sebagai lembaga yang punya otoritas menetapkan layak tidaknya suatu vaksin untuk diuji lebih lanjut.
Tindakan sebagian Anggota Komisi IX DPR itu secara langsung sudah merendahkan BPOM. Celakanya, tindakan mereka itu tidak atas dasar pertimbangan medis.
Karena itu, keikutaertaan para Anggota Komisi IX DPR ini terkesan sangat politis. Mereka tidak menyangkal temuan BPOM dari sisi medis, namun keikutsertaannya itu menunjukkan keberpihakan kepada vaksin Nusantara tanpa argumentasi medis yang jelas.
Tindakan demikian seharusnya tidak perlu dilakukan Anggota Komisi IX. Mereka sebenarnya bisa mempertemukan BPOM dan peneliti vaksin Nusantara untuk mendengarkan pertimbangan medis dari masing-masing pihak.
Baca Juga: Jamiluddin Ritonga: Reshuffle Kabinet, Semua Wakil Menteri Ditiadakan
Dari argumentasi medis itulah idealnya Komisi IX DPR bersikap dan bertindak tetap mendukung atau tidak melanjutkan uji klinis vaksin Nusantara. Jadi idealnya pertimbangannya semata kaidah medis.
Karena itu, sangat disayangkan kalau vaksin Nusantara didukung karena dinilai produk lokal, apalagi dikaitkan dengan nasionalisme. Pertimbangan demikian sangat membahayakan mengingat persoalan vaksin berkaitan dengan hidup matinya manusia.
Jadi, uji vaksin seyogyanya dilihat dari kaidah medis, bukan politis. Hanya dengan begitu, kita bisa melihatnya dengan jernih dan objektif.
M. Jamiluddin Ritonga
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Penulis buku:
- Tipologi Pesab Persuasif
- Perang Bush Memburu Osama
- Riset Kehumasan
Mengajar:
- Metode Penelitian Komunikasi
- Krisis dan Strategi Public Relation
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999.