Beritaneka.com — Leni Maryani, mahasiswa program pascasarjana IPB University terpilih menjadi peneliti dunia di bidang perbaikan perikanan. Ia adalah salah satu dari 22 peneliti yang mendapatkan pendanaan dari Marine Stewardship Council’s (MSC).
Leni mendapatkan pendanaan riset terkait perikanan rajungan. “Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Marine Stewardship Council’s (MSC) dan para pihak yang terlibat dalam penggelolaan perikanan rajungan yang berkelanjutan,” ujar Leni dalam keterangan pers, Senin (25/4/2022).
Menurutnya, dengan pendanaan ini, ia dapat menciptakan metode baru yang akurat untuk menilai status stok perikanan rajungan. Leni menggunakan tools molekuler yang mendukung penerapan aturan pengendalian panen hingga dapat terciptanya perikanan rajungan yang berkelanjutan.
“Karena kurangnya pengetahuan, struktur umur akan berpengaruh terhadap lingkungan hidup, interaksi, persebaran, pertumbuhan dan perkembangan, mortalitas, reproduksi dan kerentanan makhluk hidup serta konservasi. Perlu adanya upaya perbaikan agar dapat terus di lestarikan,” ujarnya.
Baca Juga:
- Kemenag Nyatakan Hilal 1 Syawal Terlihat 1 Mei 2022
- Pengumuman! Pemudik Istirahat di Rest Area Dibatasi 30 Menit
- Korupsi Ekspor CPO dan Minyak Goreng Tidak Manusiawi, Kejaksaan Agung Wajib Usut Tuntas
- Atasi Macet Mudik Lebaran, Transaksi di Gerbang Tol Palimanan Dialihkan
- PPKM Level 1 Boleh Gelar Halalbihalal dengan Tamu 100%
Leni Maryani mengatakan bahwa program Marine Stewardship Council’s ini memberinya kesempatan untuk terus memajukan kelestarian perikanan rajungan. Ia juga dapat bekerja sama dengan para ilmuwan untuk melakukan penelitian yang akan mendukung laut yang sehat.
Topik penelitian yang diangkat Leni adalah metode inovatif untuk menilai status stok perikanan rajungan menggunakan tools molekuler yang mendukung penerapan aturan pengendalian panen di Pulau Madura.
Penelitian ini dibimbing oleh Dr Hawis H Madduppa, dosen dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University. Dr Hawis juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI). “Sebagai generasi muda, kita harus bersemangat untuk menjaga perikanan laut yang berkelanjutan. Karena kita berkewajiban untuk menjaga lingkungan,“ katanya.
Beritaneka.com—Dua Tim Mobile Legends IPB University berhasil meraih juara 1 dan 2 di ajang Atma Jaya Esport Festival Week 2022, pekan lalu. Kedua tim tersebut bertemu di babak final setelah mengalahkan tim lain dari 30 universitas se-Indonesia.
Tim IPB Semangat yang dipimpin oleh Sholahudin Aditya Al Ayyubi bersama Humam Daffa Muhammad, Muhammad Bunayya Hanif Shulhan, Yoga Prima Dwi Prasetyo dan Muhammad Ilham Febrian Lontaan berhasil menjadi juara pada laga final melawan tim IPB Helium dengan skor akhir 3-0.
“Hasil pertandingan ini sesuai dengan target kami. Sebelumnya tidak menyangka di final akan bertemu dengan tim dari IPB University juga. Tapi cukup senang bahwa juara 1 dan 2 didapatkan oleh tim IPB University,” terang Sholahudin.
Baca juga: Lewat Tefa, Sekolah Vokasi IPB Hadirkan Aura Industri di Kampus
Di sisi lain, Tim IPB Helium yang diketuai oleh Herdika Shidqi Wibowo serta empat anggota lainnya yaitu Aldani Putra M, Muhammad Al Hafiz, Bagas Lizhar Cahya Permana, Kukuh Rio Permana Aji, mengakui keunggulan Tim IPB Semangat.
“Hasil yang tim kami dapatkan cukup baik walaupun tidak sesuai dengan target yaitu menang. Tapi memang harus tim kami akui bahwa tim lawan lebih unggul dari segi permainan,” ujar Herdika.
“Perang saudara” dalam laga final Mobile Legends di Atma Jaya Esport Festival Week 2022 ini membuktikan ketangguhan tim IPB University. Menurut M Ridho, Founder IPB E Sport, kedua tim ini adalah tim unggulan di IPB University yang sering ikut berbagai kejuaraan E-Sport khususnya Mobile Legends.
“Ini merupakan langka awal yang bagus untuk kami menjalani tahun 2022 yang penuh dengan target. Jadi kami akan terus mendukung dan akan terus berusaha untuk mencapai target-target kami di tahun ini. Khususnya peningkatan prestasi baik di tingkat nasional dan internasional,” ujarnya.
Baca juga: IPB Kembangkan Krimer Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam
Sementara itu, Dr Beginer Subhan selaku Asisten Direktur Pembinaan Karakter, Direktorat Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir (Ditmawa PK) mengucapkan selamat kepada tim IPB E-Sport.
“Tim IPB E-Sport selalu memberikan kebanggaan kepada IPB University, khususnya dalam bidang E-Sport yang terus berprestasi. Harapannya ini menjadi awal yang baik untuk para mahasiswa untuk terus berprestasi,” ujarnya.
Ia menambahkan agar IPB E-Sport bisa terus meningkatkan kualitas komunitasnya agar dapat berkontribusi untuk membuktikan prestasinya baik di tingkat nasional ataupun internasional.
Apresiasi juga disampaikan Dr Alim Setiawan Slamet selaku Direktur Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir IPB University.
“Kami ucapkan selamat dan semoga terus konsisten dalam berprestasi melalui E-Sport ini. Kami yakin potensi mahasiswa yang ada di IPB University mampu untuk menorehkan banyak prestasi untuk kampus dan Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Beritaneka.com—Kehadiran Teaching Factory (Tefa) bagi perguruan tinggi hari ini sangat penting. Pasalnya, Tefa menjadi wadah bagi para mahasiswa untuk mengenal industri sekaligus kebaruan teknologi yang tersedia.
Hal ini diungkapkan Rektor IPB University, Prof Arif Satria dalam kegiatan Peresmian Student Center dan Precision Horticulture Sekolah Vokasi (SV) IPB University sekaligus Groundbreaking Teaching Factory, yang dinamai Gedung Epsilon.
Baca juga: IPB Kembangkan Krimer Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam
Menurut Prof Arif, kehadiran Tefa penting bagi kompatibilitas antara pendidikan dengan industri. Dengan cara ini, pendidikan mampu up to date, sesuai dengan perkembangan zaman. Pun Sekolah Vokasi IPB University saat ini terus memperkaya fasilitas teaching factory di kampus.
“Kita ingin lulusan vokasi ketika masuk ke industri, apa yang dihadapi sama. Mahasiswa yang kuliah di vokasi, dengan fasilitas Tefa yang smart ini, begitu lulus, tidak kaget. Tefa bertujuan mengenalkan industri kepada mahasiswa dan menghadirkan aura industri di dunia kampus,” ujar Prof Arif Satria.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Sekolah Vokasi IPB University, Dr Arief Daryanto menerangkan, Tefa merupakan wahana pembelajaran untuk kegiatan pendidikan, inovasi dan riset. Baik bagi mahasiswa, dosen maupun mitra industri.
“Teaching Factory SV IPB University akan terus berkembang, karena sifatnya multi discipline approach. Ini satu kebanggaan kami. Dan ini melengkapi learning center yang ada IPB University saat ini,” terangnya.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Menurutnya, IPB University sendiri saat ini memiliki banyak learning center di berbagai daerah. Di antaranya Kebun Percobaan Cikabayan, Sadifa Farm, Sabisa Farm, Agribusiness Technology Park, Kebun Percobaan Sukamantri untuk Tanaman Hias, Kebun Percobaan Pasir Sarongge, dan yang terluas terletak di Jonggol, bernama IPB-Jabar Innovation Valley.
“Mudah-mudahan dengan perkembangan sarana praktek ini bisa memberikan motivasi untuk semakin meningkatkan kualitas pendidikan, riset dan inovasi, serta menghasilkan income generating bagi institusi,” sebut Dr Arief.
Selain meresmikan Greenhouse Precision Horticulture dan Student Center, Rektor IPB University juga berkesempatan mengunjungi Teaching Factory yang tersedia di Sekolah Vokasi IPB University. Antara lain Greenhouse Precision Aquaculture dan E-Fisheries, V-Garden, Lab Culinary/Kitchen Studio dan Klinik Hewan Sekolah Vokasi.
Baca juga: Kampus Pertama di Indonesia, IPB Terima Sertifikat SafeGuard Label SIBV
Beritaneka.com—Konservasi ternak lokal sangat erat hubungannya dengan budaya setempat yang sudah mengakar selama ratusan bahkan ribuan tahun lamanya. Prof Ronny Rachman Noor, Guru Besar Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan IPB University mencontohkan keberadaan kerbau belang di Tana Toraja sangat penting bagi masyarakat setempat. Ini karena terkait dengan budaya dan kepercayaan setempat yang diwariskan secara turun menurun.
Menurut Prof Ronny, terkonsentrasinya populasi kerbau belang di Tana Toraja dalam jumlah yang cukup banyak memang sangat unik dan tidak ditemui di belahan dunia manapun.
“Bagi masyarakat Toraja, kerbau tidak saja melambangkan kesejahteraan pemiliknya namun juga merupakan bagian penting dalam upacara Rambu Solo. Ritual acara pemakaman yang telah mengakar di budaya masyarakat Toraja,” ujarnya.
Baca juga: IPB Kembangkan Krimer Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam
Dalam ritual ini, lanjutnya, kerbau dipercaya merupakan kekuatan dan wahana arwah untuk mencapai nirwana. Semakin banyak kerbau yang dikorbankan dalam ritual pemakaman ini maka dipercaya akan semakin baik kehidupan mendiang di alam baka.
“Oleh sebab itu harga seekor kerbau belang berkisar antara ratusan juta sampai 1 miliar rupiah dan sangat tergantung pada pola warna kerbau belang ini,” ujarnya.
Menurut Prof Ronny, kerbau belang yang ada di Tana Toraja memiliki pola warna yang berbeda-beda dan masing-masing memiliki nama sendiri. Salah satu pola warna yang paling penting dan berharga adalah yang dinamakan Tedong Bonga Saleko.
“Kerbau belang yang masuk kategori Tedong Bonga Saleko memiliki warna dasar hitam dengan corak warna putih dengan ciri khas pola tertentu. Jarangnya kemunculan kerbau belang dengan pola warna ini membuat harga seekor Tedong Bonga Saleko dapat mencapai 1 milyar rupiah,” ujarnya.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Menurutnya, misteri munculnya pola warna yang sangat khas pada kerbau belang ini memang sudah lama menarik perhatian ilmuwan untuk menguak rahasia ini. Namun salah satu faktor yang membuat penelitian ini tidak dapat dilakukan dengan secara mendalam adalah karena pemilik kerbau belang ini umumnya tidak memperbolehkan kerbaunya menjadi objek penelitian.
“Bagi pemiliknya, kerbau belang ini memang diperlakukan dengan sangat istimewa dan tidak boleh sembarang orang menyentuh kerbaunya,” ujar Prof Ronny.
Dalam rangka melestarikan keberadaan sumberdaya genetik ternak lokal yang sangat unik ini tim peneliti gabungan dari Fakultas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Swedish Agriculture University (Swedia) dan Uppsala University (Swedia) telah melakukan upaya untuk menguak rahasia di balik uniknya pola warna kerbau belang ini.
Baca juga: Kampus Pertama di Indonesia, IPB Terima Sertifikat SafeGuard Label SIBV
Menurut Prof Ronny, penelitian ini dinilai sangat strategis dan penting, mengingat di lapangan keberadaan kerbau belang ini terancam punah karena tingkat mortalitas embrio dan anak yang tinggi, tingkat kesuburannya juga rendah dan belum diketahuinya mekanisme penyebab munculnya pola belang dan pola pewarisannya.
“Setelah melakukan kesepakatan dengan tetua dan masyarakat adat, tim peneliti ini diijinkan untuk mengambil sperma kerbau belang yang telah dikorbankan dalam upacara dan diambil dari saluran epididymis. Walaupun kerbau sudah mati, sperma masih dapat hidup dan bertahan di saluran epididymis selama beberapa saat,” ujar Prof Ronny.
Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh peneliti untuk mengambil materi genetiknya untuk selanjutnya dianalisa runutan basa gennya untuk mengetahui basis genetik apa sebenarnya yang menyebabkan kerbau ini memiliki pola warna yang sangat khas.
Dalam penjelasannya Prof Ronny mengatakan, “Sperma ini selanjutnya dibekukan dengan menggunakan nitrogen cair sebelum dianalisa lebih lanjut. Disamping itu, karena jumlah sperma kerbau belang ini relatif sedikit maka tim peneliti juga mengembangkan dan menggunakan teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection. Sehingga jumlah sperma yang sangat sedikit ini dapat digunakan dengan baik untuk melakukan inseminasi buatan,” ujarnya.
Baca juga: Malam Puncak Gebyar Nusantara 2021, Wakil Rektor IPB University: Keberagaman Budaya Pengikat Bangsa
Menurutnya, dengan menggunakan teknologi ini hanya diperlukan satu sperma yang viable untuk membuahi sel telur sehingga dapat menghasilkan embrio. Selanjutnya dengan menggunakan teknik embrio transfer, embrio ini ditanamkan pada dinding uterus kerbau betina lain.
Prof Ronny menjelaskan bahwa penggunaan teknik ini memungkinkan kerbau belang dapat diperbanyak populasi dan juga dijaga kelestariannya. Disamping itu, embrio kerbau belang beku ini dapat disimpan dalam waktu cukup lama sebelum digunakan untuk embrio transfer.
“Selanjutnya kami melakukan analisis DNA untuk mengetahui mekanisme genetik pemunculan pola belang ini. Analisis DNA yang dilakukan difokuskan pada gen microphthalmia-associated transcription factor (MITF) yang secara umum mengatur kemunculan warna totol totol (spotted) pada kerbau rawa Asia (Bubalus bubalis carabanensis),” ujar Prof Ronny.
Dalam mendeteksi terjadinya mutasi di gen ini, imbuhnya, semua ekson MITF serta daerah intron serta pengapitnya diteliti dengan seksama. Disamping itu, dianalisa juga MITF cDNA mewakili jaringan kulit dan iris kerbau belang, kerbau biasa (normal) dan kerbau albino dirunut DNA-nya untuk mendeteksi mutasi dan membandingkannya.
Menurut Prof Ronny, hasil penelurusan DNA kerbau belang ini menunjukkan bahwa kemunculan pola belang ini disebabkan karena adanya mutasi DNA di gen MITF. “Ada dua mutasi independen yang dinamakan loss-of-function mutations yang terjadi yaitu premature stop codon (c.328C>T, p.Arg110*) dan donor splice-site mutation (c.840+2T>A, p.Glu281_Leu282Ins8). Kedua mutasi DNA inilah yang menyebabkan kerbau Toraja memiliki pola warna belang,” ujar Prof Ronny.
Keberhasilan tim peneliti mengidentifikasi dan menguak rahasia di balik munculnya pola belang pada kerbau Toraja ini tentunya sangat penting dalam upaya melestarikan keberadaan kerbau belang yang dianggap sakral dan sudah mengakar pada budaya masyarakat setempat.
“Ke depan, embrio kerbau belang yang memiliki mutasi sangat spesifik ini dapat dikembangkan untuk memperbanyak populasi kerbau belang jika pada suatu saat nanti kerbau belang Toraja statusnya langka dan hampir punah,” ujar Prof Ronny.
Menurut Prof Ronny, dengan diketahuinya penyebab dan mekanisme kemunculan warna belang pada kerbau Toraja ini maka keberadaan kerbau belang yang merupakan salah satu plasma nutfah khas Indonesia ini dapat dilestarikan dengan menggunakan pendekatan budaya dan teknologi modern.
Beritaneka.com—Profesor Husin Alatas, pakar fisika IPB University memberikan penjelasan tentang prediksi pandemi COVID-19 menggunakan ilmu fisika. Ia menyampaikan bahwa pada intinya, fenomena alam yang teramati saat ini merupakan akumulasi dari interaksi yang terjadi di antara berbagai komponen alam yang terkait.
Ia mencontohkan, pandemi COVID-19 merupakan salah satu fenomena dengan karakteristik yang juga mengikuti kaidah interaksi dalam fisika, sehingga dapat dimodelkan dan diprediksi.
“Model yang bisa dikembangkan salah satunya adalah berdasarkan model Ising untuk melihat pola penyebaran COVID-19 secara lokal. Model ini biasa digunakan dalam kajian zat padat. Selain itu juga digunakan model diskrit sigmoid untuk melakukan prediksi jangka panjang yang bersifat global, disamping model SIR yang banyak digunakan orang,” terangnya.
Baca juga: IPB Kembangkan Krimer Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam
Professor of Theoretical Physics ini menambahkan, hal ini erat kaitannya dengan ilmu fisika yang bersandarkan pada dua perangkat. Perangkat tersebut berupa perangkat analisis berupa matematika dan perangkat pengukuran menggunakan berbagai instrumen.
Prof Husin melanjutkan, berdasarkan kedua perangkat tersebut, fisika menjadi salah satu disiplin sains yang memiliki kemampuan untuk melakukan prediksi terhadap sebuah fenomena. Di samping kemampuan untuk mendeskripsikannya berdasarkan hukum-hukum alam fundamental yang telah diketahui.
Lebih lanjut ia menyampaikan prediksi yang bisa dilakukan melalui model matematis atau komputasi bergantung pada data hasil pengukuran di lapangan terkait kondisi terkini laju reproduksi dasar penyebaran (R0) yang menunjukkan tingkat penyebaran virus dari satu individu ke sejumlah individu dalam rentang waktu tertentu.
Dari sudut pandang fisika, lanjut Prof Husin, membatasi intensitas interaksi melalui “physical distancing” dan penggunaan masker memang merupakan dua cara yang paling ampuh untuk mencegah penyebaran COVID-19, di samping melalui upaya vaksinasi. Kedua cara tersebut secara signifikan mampu menurunkan tingkat intensitas interaksi antar orang.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Berdasarkan pemodelan diskrit sigmoid yang dikembangkan oleh Departemen Fisika IPB University, apabila laju reproduksi dasar penyebaran yang relatif kecil yang terjadi belakangan ini terus berlanjut dan tidak mengalami peningkatan signifikan setelah libur nataru, dapat diprediksi bahwa pandemi COVID-19 dapat segera berakhir dan berubah menjadi fenomena endemik.
Fenomena ini akan terjadi dengan catatan “physical distancing” serta penggunaan masker tetap dilakukan hingga kondisi endemik tercapai. Tidak hanya itu, kondisi tersebut juga dapat tercapai bila varian baru Omicron dapat ditangani pencegahan penularannya dengan baik.
Belajar dari sejarah sebuah pandemi, ia menyampaikan bahwa hal ini sangat bergantung pada berbagai faktor. Faktor yang dimaksud seperti jumlah kepadatan penduduk serta pola mobilitas, tingkat kesadaran pentingnya mengikuti arahan dari otoritas kesehatan masyarakat dan lainnya.
“Sejarah menunjukkan bahwa “Spanish Flu Pandemic” di awal abad 20 lalu, saat penduduk bumi masih relatif sedikit, berlangsung sekitar 2-5 tahun dengan ditandai beberapa kali gelombang puncak pandemi,” katanya.
Baca juga: Kampus Pertama di Indonesia, IPB Terima Sertifikat SafeGuard Label SIBV
Namun demikian, katanya, perlu dicatat bahwa meski jumlah penduduk bumi saat ini telah bertambah secara signifikan dibanding awal abad 20 lalu, kemajuan sains dan ketersediaan teknologi informasi yang memudahkan orang berkomunikasi secara global, merupakan faktor-faktor yang dapat mempercepat berakhirnya pandemi.
Dosen IPB University itu melanjutkan, apabila melihat kecenderungan perkembangan belakangan ini, mengurangi interaksi yang bersifat kerumunan massa merupakan kunci utama bertansformasinya pandemik menjadi endemik.
Upaya ini dapat dibarengi dengan memperlonggar interaksi orang dalam grup kecil. Tidak hanya itu, ketentuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bertingkat yang dilakukan oleh pemerintah harus diakui memberikan dampak positif bagi terwujudnya perubahan tersebut.
Tentunya perubahan tersebut terjadi tanpa mengenyampingkan fakta bahwa mulai kembalinya interaksi di masyarakat merupakan salah satu keniscayaan dalam pulihnya kembali roda perekonomian.
Beritaneka.com—Sumberdaya manusia yang berkualitas adalah kunci keberhasilan suatu bangsa. Generasi muda inilah yang akan melanjutkan pembangunan bangsa.
Untuk menghasilkan generasi muda yang sehat perlu dipersiapkan sejak masih dalam kandungan ibu. Dengan demikian, bayi yang dilahirkan memiliki kondisi sehat dan memiliki kapasitas yang baik.
Baca juga: IPB Kembangkan Krimer Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam
Profesor Hardinsyah, Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, Fakulaas Ekologi Manusia (Fema) IPB University mengungkapkan bahwa di Indonesia banyak terjadi gangguan kekurangan gizi yang dialami oleh ibu hamil. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan minum air.
“Faktaknya, dua dari lima wanita hamil di Indonesia kekurangan air. Lalu satu dari dua ibu yang menyusi ternyata mengalami kekurangan cairan,” jelas Prof Hardinsyah.
Ia melanjutkan, kebutuhan air untuk wanita hamil berkisar antara 2000 cc hingga 2500 cc. Kebutuhan ini setara dengan delapan gelas per hari. Sayangnya, kebutuhan ini masih banyak belum terpenuhi.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Dosen IPB University itu menjelaskan bahwa wanita hamil akan mengalami peningkatan volume darah. Sehingga dalam kondisi hamil ibu membutuhkan banyak air. Kebutuhan untuk janin dan air ketuban sebanyak 1500 cc. Sedangkan untuk fungsi plasenta paling sedikit adalah 500 cc.
Menurutnya, kekurangan ciaran berbahaya bagi ibu hamil dan bayi yang dikandungnya. Hal ini karena susunan tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.
Saat kekurangan air, katanya, konsekuensinya pada saat bayi dilahirkan bisa terpengaruh baik secara fisik dan fungsi otak. Misalnya ukuran dan berat tubuh di bawah normal.
Hal ini sejalan dengan pemateri kedua yaitu, Profesor Budi Iman Santoso, dokter ahli kandungan dan kehamilan dari Universitas Indonesia. Ia menerangkan tentang pentingnya air bagi kesehatan ibu hamil dan janin. Ia mencontohkan, salah satu penyakit yang terjadi karena kekurangan air adalah oligohidramnion.
“Oligohidramnion adalah salah satu masalah kehamilan yang ditandai dengan jumlah air ketuban yang terlalu sedikit. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat meningkatkan resiko gangguan kehamilan, misalnya kelahiran prematur,” ungkap Prof Budi.
Baca juga: Kampus Pertama di Indonesia, IPB Terima Sertifikat SafeGuard Label SIBV
Selain memenuhi kebutuhan air, disarankan untuk rajin melakukan cek kehamilan. Sangat dianjurkan minimal enam kali pengecekan selama masa kehamilan hingga melahirkan.
“Kelainan biasanya terjadi pada trimester ketiga akhir kelahiran. Ibu harus waspada bahaya jika terjadi gangguan kesehatanyang lain, terutama sat melahirkan. Hal ini penting untuk mengurangi risiko bagi ibu saat melahirkan,” tambah Prof Budi.
Ia juga menambahkan bahwa kehamilan menyebabkan stres bagi ibu. Hal ini terjadi karena perubahan bentuk tubuh dan reaksi tubuh. Biasanya tekanan terutama terjadi pada saat menjelang proses melahirkan. Kekhawatiran ibu ini perlu tangung jawab suami dan lingkungan untuk memberikan dukungan.
Beritaneka.com—Dr Hawis Madduppa, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB University paparkan teknologi eDNA Metabarcoding untuk riset kelautan. Ia menyebut, selama ini riset tentang laut masih terbatas oleh habitat dan oleh taksa karena adanya gap seperti sulitnya akses ke ekosistem dan rendahnya pengetahuan mengenai kelimpahan, jangkauan distribusi, dan aspek ekologi lainnya.
“Baru sebagian kecil, kira-kira 10 persen kehidupan Samudra telah terdeskripsi, menurut data the World Register of Marine Species,” kata Dr Hawis Madduppa pakar biodiversitas laut dari IPB University.
Baca juga: IPB Kembangkan Krimer Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam
Dosen IPB University itu melanjutkan, data yang terekam selama ini lebih banyak terpusat di perairan laut dangkal dan biota yang menarik. Ia pun menegaskan, seharusnya ada riset yang lebih mendalam.
Selama ini, katanya, telah banyak berkembang teknologi dan beberapa pendekatan baru untuk meneliti keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah teknologi eDNA Metabarcoding yang memungkinkan identifikasi spesies dan estimasi kelimpahan spesies.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Metode ini berdasarkan pendekatan genetik sehingga dapat dilakukan secara cepat dan tidak berdampak terhadap lingkungan. Tidak hanya itu, metode eDNA secara khusus telah dinyatakan oleh UNESCO sebagai inisiatif untuk membuka pengetahuan terhadap perlindungan keanekaragaman hayati.
“Metode eDNA merupakan salah satu metode yang mampu dipakai pada segala jenis lingkungan, kondisi, dan habitat dari suatu spesies. Metode ini akan sangat baik untuk menjadi inisiatif nasional untuk menemukan dan melindungi kehidupan samudra,” tutur Dr Hawis Madduppa.
Beritaneka.com—Talas merupakan salah satu komoditas pangan tradisional. Talas memiliki karakteristik yaitu mudah tumbuh di berbagai tempat. Karena mampu tumbuh baik di kondisi kering maupun basah, talas termasuk dalam golongan tanaman amphibi.
Melihat potensi talas yang banyak, Prof Edi Santosa, Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB University menjelaskan bahwa talas sangat adaptif terhadap perubahan iklim.
“Talas mudah ditanam dan cepat tumbuh. Talas ini juga adaptif terhadap perubahan iklim,” kata Prof Edi. Lebih lanjut, dosen IPB University itu menjelaskan, seluruh bagian tanaman talas dapat dimanfaatkan sebagai produk turunan.
Baca juga: IPB Kembangkan Krimer Sawit, Masak Rendang Cukup Satu Jam
Ia menyebut, kulit talas dapat diolah menjadi etanol dan bioplastik. Tidak hanya itu, olahan umbi talas berpotensi menjadi tepung, kentang, dan emulsifier.
Prof Edi juga menjelaskan bahwa indeks glikemik talas lebih tinggi dibanding beras, kentang, dan glukosa. Sampai saat ini, varietas talas yang populer adalah Talas Pontianak, Talas Papua dan Talas Pratama.
“Talas Pontianak sedang naik daun di pasar ekspor. Salah satu upaya untuk mengenalkan budidaya talas adalah petani belajar di Sekolah Talas di Ponorogo, Jawa Timur,” kata Profesor Edi Santosa, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB University.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Dosen IPB University itu juga menerangkan, petani perlu dibimbing untuk bercocok tanam dalam kondisi kering dan basah. Tidak hanya itu, petani juga perlu dibimbing oleh mahasiswa untuk mengamati pertumbuhan talas. Pasalnya, budidaya talas di lahan kering lebih rentan, karena talas berpotensi mengalami busuk daun dan serangan hama.
Prof Edi juga mengaku, riset talas Bogor masih memerlukan penguatan dari segi produksi, bahan dasar dan rantai pasok.
“Upaya lain yang dapat mendorong minat mengkonsumsi talas dapat berbentuk agrowisata, seperti festival talas, wisata talas, atau kampung talas,” pungkas Prof Edi.
Baca juga: Kampus Pertama di Indonesia, IPB Terima Sertifikat SafeGuard Label SIBV
Beritaneka.com—Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB University dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) launching inovasi “Rendang Seasoning Mix Berbahan Krimer Sawit” (04/12).
Dekan Fateta IPB University Prof Slamet Budijanto menjelaskan bahwa minyak sawit berkontribusi secara signifikan pada devisa negara. Minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dikembangkan dalam bentuk inovasi. Sayangnya Indonesia masih mengimpor salah satu produk turunan sawit yaitu gliserin monosterat.
“Produk hilir bernilai tambah ini perlu dikembangkan dan mendapat dukungan,” ujarnya.
Baca juga: Apakah Pohon Emas Ada di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB University
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) IPB University, Prof Suprihatin mengungkapkan bahwa ada berbagai inovasi di sektor minyak sawit yang dihasilkan oleh Departemen TIN. Salah satunya adalah inovasi pangan ini yang merupakan pengembangan produk rendang. Rendang adalah makanan yang mudah dijumpai di Indonesia.
“Manfaat Non Dairy Creamer minyak sawit adalah meningkatkan nilai tambah minyak sawit, mempunyai masa simpan relatif lama dan dapat bersaing dengan produk lain. Harganya lebih murah daripada santan,” terang Anggota Majelis Standar Keinsinyuran, Persatuan Insinyur Indonesia tersebut.
Menurut Direktur Kemitraan BPDPKS Edi Wibowo, kerjasama BPDPKS dengan Fateta IPB University bertujuan untuk memperkuat kemitraan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK). Menurutnya, sub sektor perkebunan meliputi kelapa sawit mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Industri sawit berperan besar dalam mendukung Sustainable Development Goals, dari sisi persediaan lapangan kerja dan energi terbarukan,” ujar Alumni Fateta IPB University tersebut.
Baca juga: Kampus Pertama di Indonesia, IPB Terima Sertifikat SafeGuard Label SIBV
Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian Prof Erliza Hambali menyampaikan bahwa produksi minyak sawit Indonesia berlimpah. Minyak sawit dapat dikembangkan menjadi beberapa produk pangan, seperti Non Dairy Creamer (NDC).
“NDC dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) merupakan krimer tiruan yang dibuat dari minyak nabati. NDC dapat dimanfaatkan sebagai substitusi tepung santan dalam pengembangan produk Rendang Seasoning Mix. Penggunaan Rendang Seasoning Mix dapat mempercepat proses pemasakan rendang menjadi satu jam sehingga lebih praktis,” pungkas Kepala Divisi Teknologi Proses TIN IPB University.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Jonialdy mengatakan bahwa rendang tidak hanya diminati oleh masyarakat Minang, tetapi juga pada seluruh masyarakat Indonesia. Audy berharap Fateta IPB University bisa terus mengembangkan inovasi dan memperkuat kerjasama dengan Provinsi Sumatera Barat.
Baca juga: Malam Puncak Gebyar Nusantara 2021, Wakil Rektor IPB University: Keberagaman Budaya Pengikat Bangsa
Beritaneka.com—Ikrom Mustofa, alumnus IPB University dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) baru saja menerima penghargaan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Award/Mata Garuda Prize bidang Lingkungan Hidup. Penganugerahan award ini dilakukan dalam kegiatan LPDP Week 2021, acara tahunan yang dilakukan oleh lembaga beasiswa LPDP Kementerian Keuangan RI.
Dalam memperebutkan anugerah tersebut, Ikrom membawa inovasi Generasi Cerdas Iklim (GCI). Yakni gerakan sosial lingkungan yang berfokus pada pendidikan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam bidang kebencanaan.
GCI ini ia dirikan tahun 2015 dan saat ini telah berkembang menjadi Yayasan Generasi Cerdas Iklim dengan beberapa lembaga di bawahnya. Antara lain Unit Pengabdian Masyarakat, Unit Pelatihan Kebencanaan dan Beasiswa Bakti GCI.
Baca juga: Donny Kris Puriyono: Pemerintah Perlu Berikan Akses Bantuan dan Izin Usaha
Kemenangan Ikrom dalam LPDP Award 2021 bidang Lingkungan Hidup ini tidak terlepas dari berbagai aktivitas maupun karir yang sudah sekitar 10 tahun ia jalani.
“Generasi Cerdas Iklim adalah salah satu aksi dan praktik baik yang kami jalani bersama orang-orang yang juga peduli terhadap pendidikan iklim dan lingkungan. Berdirinya GCI salah satunya didasari oleh ide saya dalam kompetisi Mahasiswa Berprestasi tingkat Nasional 2015 mewakili IPB University. Saat itu saya berhasil menjadi peringkat 2 Mawapres Nasional 2015,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, kontribusinya pada bidang iklim dan lingkungan, memotivasi Ikrom untuk menempuh pendidikan master di Wageningen University & Research, Belanda, pada jurusan Ilmu Lingkungan, dengan peminatan Adaptasi Perubahan Iklim dan Studi Bencana Alam.
Baca juga: Kisah Khairul Walad, Mengabdi untuk Para Mustahik Bersama BAZNAS
Ikrom yang saat ini bekerja sebagai Direktur Riset dan Survei, perusahaan konsultan PI AREA dan Kepala Divisi Kebijakan Bencana, Pusat Studi Bencana IPB University, berkesempatan untuk terus memperdalam ilmu dan pengetahuan terutama dalam bidang adaptasi perubahan iklim dan kebencanaan.
Dalam perjalanannya, berbagai penghargaan khusus juga telah didapatkan oleh Ikrom. Sebagai contoh, di bulan Oktober 2020, ia berkesempatan menjadi pembicara tamu dalam Alumni Open Day Wageningen University. Ia memaparkan aktivitas pasca studi master dalam bidang lingkungan.
Tidak hanya itu, melalui kontribusi dan peran serta seluruh tim dan pengurus Yayasan GCI, pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan anugerah GCI sebagai organisasi kepemudaan terbaik tingkat Jawa Barat bidang lingkungan hidup.
“Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 22 Oktober 2021, saya juga terpilih untuk mewakili pemuda ASEAN membacakan deklarasi anak muda terkait aksi iklim (mitigasi maupun adaptasi) di depan Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dan seluruh Menteri Lingkungan Hidup tingkat ASEAN,” tuturnya.
Terpilihnya Ikrom menjadi perwakilan pemuda ASEAN tersebut karena keikutsertaannya mewakili Indonesia dalam dialog ASEAN Youth on Climate Change Initiative (ASEANYouCAN) di Brunei Darussalam.
Baca juga: Indra Sugiarto, Pengusaha dan Penulis Inspiratif Jebolan IPB University
Menurut Ikrom, praktik baik cerdas iklim harus terus dilakukan. Terutama oleh generasi muda dalam bidang apapun, sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan berkelanjutan termasuk sebagai upaya pengarusutamaan perubahan iklim menjadi aksi adaptif iklim.
“LPDP Week 2021 merupakan rangkaian acara yang melibatkan berbagai peran LPDP baik dari layanan riset, investasi dan beasiswa. Melalui LPDP week para awardee, alumni, periset, stakeholders, dan masyarakat saling berkolaborasi dan berkontribusi untuk mengoptimalkan peran kepada Indonesia,” jelasnya.
Melalui keiatan ini, lanjutnya, LPDP juga ingin memberikan semangat kepada masyarakat Indonesia untuk bangkit dari era pandemi menuju tatanan baru. Mata Garuda Prize/ LPDP award menjadi satu bagian penting yang ditunggu-tunggu baik oleh para alumni maupun awardee LPDP sebagai upaya untuk mengapresiasi karya dan kontribusi mereka dalam berbagai bidang