Oleh Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Beritaneka.com—China sedang mengalami banyak masalah. Kinerja ekonomi turun. Dampak kebangkrutan sektor properti dikhawatirkan akan meluas. Untuk sementara, memang dapat diredam. Tetapi, bisa saja meledak kembali setiap saat.
Target pertumbuhan ekonomi China 2023 ditetapkan 5 persen, bisa saja tidak tercapai.
Lemahnya ekonomi China berdampak serius pada perdagangan internasional, ekspor-impor China juga terus melemah.
Ekspor Agustus 2023 turun 8,8 persen (yoy). Impor juga turun 7,3 persen (yoy). Bulan sebelumnya, Juli 2023, ekspor dan impor China turun masing-masing 14,5 persen dan 12,4 persen.
Dalam 6 bulan pertama, ekspor China ke Amerika Serikat turun 25 persen, akibat pemerintah Amerika Serikat memberlakukan kebijakan pembatasan perdagangan dengan China. Selain itu, Amerika Serikat juga memberlakukan larangan investasi bagi perusahaan-perusahaan Amerika di China.
Kesulitan ekonomi domestik China, penurunan ekspor-impor, kemudian diperparah dengan kondisi investasi China di luar negeri yang juga sedang menghadapi masalah serius, khususnya terkait Belt and Road Initiative (BRI) atau OBOR (One Belt One Road).
Banyak negara tidak bisa mengembalikan utang proyek OBOR kepada pihak China. Sebagian assets dari proyek OBOR di berbagai negara sudah disita. Tetapi, tidak menyelesaikan masalah China. Malah akan menjadi beban tambahan. Karena kebanyakan dari proyek tersebut mengalami defisit cashflow yang sangat serius sehingga memerlukan suntikan dana tambahan.
Di tengah kesulitan ekonomi, China memberhentikan dua menteri yang sangat penting bagi geopolitik China. Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri secara resmi diberhentikan.
Apakah artinya akan ada perubahan kebijakan mendasar mengenai geopolitik dan keamanan China? Apakah akan ada ketegangan dengan Taiwan?
Yang menjadi pertanyaan terpenting bagi Indonesia, bagaimana pengaruh penurunan ekonomi China terhadap ekonomi Indonesia, mengingat pemerintahan Jokowi selama ini sangat menggantungkan diri pada China?
China mengatakan, Indonesia akan menjadi ujung tombak proyek OBOR. Apa artinya?
Sepertinya China tidak bisa melanjutkan proyek OBOR di kebanyakan negara yang sekarang mengalami kesulitan ekonomi, dan tidak bisa membayar utangnya kepada China. Meskipun gagal bayar tersebut sebenarnya dipicu oleh proyek itu sendiri yang tidak bermanfaat bagi negara bersangkutan.
Oleh karena itu, China harus tetap ekspansi investasi ke luar negeri, melalui OBOR, dengan memberi utang pembiayaan proyek OBOR, untuk kompensasi penurunan ekonomi domestik.
Indonesia satu-satunya negara yang masih layak diberi utang untuk program OBOR. Karena Indonesia sangat kooperatif, sampai berani memberi jaminan utang dari APBN. Sehingga, kalau terjadi gagal bayar, China tidak perlu lagi ambil alih assets yang akan terus rugi dan menjadi beban keuangan. Misalnya seperti kereta cepat Jakarta Bandung. Untuk apa ambil alih proyek ini, yang nantinya akan menjadi beban berkepanjangan.
Ekonomi Indonesia saat ini juga sedang menghadapi masalah. Transaksi Berjalan mulai defisit lagi. Dana asing keluar, cadangan devisa turun, kurs rupiah anjlok. Indonesia akan masuk rezim suku bunga tinggi untuk jangka waktu relatif lama. Bank Indonesia menyebutnya ‘Higher for Longer’.
Kenaikan harga pangan dan BBM juga sangat serius, daya beli melemah. Kemiskinan bisa meningkat.
Di tambah dengan kondisi politik yang rawan konflik karena potensi krisis konstitusi, akibat mengabaikan moral, etika dan hukum, semoga Indonesia bisa bertahan.
Beritaneka.com, Jakarta —Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan perekonomian Indonesia memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi resesi global pada 2023 mendatang. JK menyebutkan, krisis dunia saat ini memang nyata, dimulai dari Covid-19 hingga dampak yang ditimbulkan akibat ketegangan geopolitik akibat perang Rusia dan Ukraina.
Salah satu krisis yang telah melanda dunia sejak 2019 akhir, yakni pandemi Covid-19, sudah sangat tertangani saat ini. Menurutnya, hal ini akan mengembalikan perekonomian ke kondisi normal. “Saya yakin resesi dunia ini tidak banyak menyentuh Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Memang kita khawatir, tapi kita memiliki kesempatan dalam kekhawatiran ini, jangan semua pesimistis,” kata JK, Rabu (2/11/2022).
JK mengatakan, berdasarkan proyeksi dari World Bank, perekonomian Indonesia masih berpotensi tumbuh pada kisaran 5 persen pada 2023, juga sejumlah negara Asean lainnya, seperti Vietnam pada kisaran 7,5 persen, dan Filipina pada kisaran 6,5–7 persen.
Baca Juga:
- Pameran Indo Defence 2022, Presiden Apresiasi Perkembangan Industri Pertahanan
- Sebanyak 20,5 Juta Pelaku UMKM Sudah Masuk Ekosistem Digital
- IMOS 2022 Dibuka Mulai Hari Ini, Pengunjung Bisa Test Ride Banyak Motor Baru
- Kemnaker Luncurkan Platform SIAPkerja, Permudah Masyarakat Cari Kerja
- Sebanyak 200 Vial Obat Gangguan Ginjal Akut Fomepizole Tiba di Tanah Air
- Mentan: Stok Beras Nasional Mencukupi, Produksi Beras Tahun Ini Tinggi
Menurut JK, dengan proyeksi tersebut, Indonesia memiliki peluang yang lebih baik lagi di tengah terjadinya resesi global. Hal ini pun terjadi saat harga komoditas yang melonjak tinggi akibat krisis energi, Indonesia mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas unggulan, seperti batu bara dan CPO.
Nilai ekspor Indonesia melonjak signifikan dan mendorong surplus neraca perdagangan selama 29 bulan beruntun hingga September 2022.
Sebelumnya, JK menegur Menteri Keuangan Sri Mulyani agar tidak menakut-nakuti masyarakat atas situasi ekonomi tahun depan. “Saya bilang ke SMI (Sri Mulyani) jangan kasih takut orang, tahun depan akan kiamat. Saya telepon, jangan gitu. Jangan kasih takut,” kata dia. JK juga mengingatkan Indonesia harus menghadapi semua persoalan yang muncul, tak terkecuali krisis ekonomi, krisis pangan, bahkan krisis energi.