Opini Oleh Dr. Rino A. Sa’danoer
Beritaneka.com —Sistem politik Indonesia saat ini berbasis oligarki. Ini yang sering dilontarkan oleh berbagai pihak di Indonesia. Apa itu oligarki? Mengutip penjelasan harian KOMPAS, “Oligarki adalah struktur kekuasaan yang terdiri dari beberapa individu elit, keluarga, atau perusahaan yang diizinkan untuk mengontrol suatu negara atau organisasi.” (Kompas.com, 24 September 2021).
Selanjutnya, “Semua bentuk pemerintahan, seperti demokrasi, teokrasi, dan monarki dapat dikendalikan oleh oligarki.” Dalam hal ini termasuk Indonesia, walaupun bentuk pemerintahannya demokrasi, tapi negara kita dikendalikan oleh para kelompok oligarki.
Ini merupakan sesuatu yang ironis. Negara demokrasi yang pemilihan pimpinannya berdasarkan suara terbanyak, bisa didikte oleh kelompok elit yang minoritas. Bukankah dalam demokrasi “majority rules?” Bukankah kalau demikian, yang harus mengendalikan jalannya negara juga atas kehendak kelompok mayoritas?
Kelompok elit yang disebut kelompok oligarki ini adalah para pemodal yang mendanai proses politik di Indonesia. Mereka merupakan kelompok pengusaha besar yang menguasi berbagai sektor perekomomian di negara ini. Bahkan, kekuatan pemodal atau yang lazim dikenal dengan istilah “cukong politik” ini, juga merambah kekuasaan mereka ke dalam arena legislatif di negeri ini. Apa yang membuat kita yakin bahwa oligarki menguasai kebijakan Indonesia? Kita lihat beberapa fenomena.
Beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah saat ini dikatakan kurang berpihak kepada rakyat, bahkan sering dituduhkan banyak berpihak kepada pengusaha. Contoh kebijakan yang dituding menguntungkan pengusaha di antaranya adalah kebijakan penetapan harga test PCR, kebijakan ekspor batubara dan kebijakan HET minyak goreng. Digulirkannya Perppu undang-undang cipta kerja juga mengundang protes para pekerja, karena aturan main dalam undang-undang tersebut disinyalir banyak merugikan para pekerja. Bahkan Perppu ini juga bakal melegitimasi privatisasi perikanan (Muhammad Karim, Kompas, 16 Januari 2023). Masuknya investasi China yang “menggendong” buruh China juga mengundang “gaduh” masyarakat, padahal tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi.
Sudah seyogyanya kebijakan pemerintah tersebut akan menguntungkan pengusaha, karena dukungan oligarki tentu harus menghasilkan keuntungan buat oligarki pula. Umumnya para oligarki adalah pengusaha kelas kakap yang mampu mengeluarkan uang triliunan rupiah guna mendukung pelaku politik untuk mencapai kekuasaan.
Melalui pengaruh oligarki ini, tentu akan memengaruhi pemerintah pula untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada oligarki. Beberapa contoh kebijakan yang “tidak” menguntungkan rakyat ini adalah dicabutnya subsidi BBM.
Keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi bahan bakar cukup merepotkan masyarakat, yang mengakibatkan naiknya harga-harga kebutuhan pokok di pasar. Badan Pusat Statistik bahkan menyatakan adanya kenaikan angka kemiskinan yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM (Republika, 17 Januari 2023). Laporan Kementerian Keuangan RI menyebutkan bahwa dari tahun 2014 sampai tahun 2019 saja subsidi publik turun sebesar 49%. Hal ini menunjukkan makin sulitnya menciptakan keadilan sosial, karena komponen subsidi merupakan komponen penting dalam menekan kesenjangan sosial di masyarakat. Di negara-negara yang keadilan sosialnya relatif baik, menunjukkan bahwa komponen subsidi adalah penting untuk mendukung kebijakan di bidang pendidikan, kesehatan dan keamanan, guna menekan ketimpangan sosial.
Sistem pemerintahan yang demokratis seharusnya bisa menciptakan keadilan sosial, karena penguasa dipilih oleh mayoritas rakyat, sehingga kebijakan pemerintah juga akan berpihak kepada mayoritas kepentingan rakyat.
Kepentingan mayoritas rakyat adalah terciptanya keadilan sosial untuk setiap orang. Seharusnya, oligarki tidak mempunyai tempat di negara demokrasi, karena akan mencederai kepentingan mayoritas rakyat. Dengan berkuasanya sistem politik oligarki di Indonesia, sulit bagi pemerintah untuk berpihak kepada mayoritas rakyatnya. Dengan demikian, akan sulit pula diciptakan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD ’45. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya bisa terlaksana melalui sistem politik demokrasi murni.
Selama pemerintahan dikendalikan oleh kelompok oligarki, selama itu pula demokrasi akan terhambat perkembangannya.
Opini
Oleh Dr. Rino A. Sa’danoer
Beritaneka.com—Pemahaman yang berkembang di masyarakat saat ini adalah bahwa Indonesia berada dalam politik kenegaraan berbasis oligarki. Jika memang demikian adanya, maka wajar jika perjuangan rakyat Indonesia adalah untuk mengembalikan Indonesia sebagai “rumah” rakyat, bukan menjadikan Indonesia sebagai “rumah” para cukong pendukung penguasa.
Rakyat tentu berharap tampilnya pemimpin yang bisa membawa Indonesia kembali ke pangkuan rakyatnya. Apakah anti oligarki berarti anti investasi? Tidak sama sekali! Selama investasi itu membawa keadilan, kesejahteraan dan kesamarataan bagi rakyat Indonesia. Selama investasi itu tidak semata-mata demi kepentingan negara asing, atau negara manapun di dunia, atau demi kepentingan penguasa dan kroni-kroninya.
Baca Juga:
Indonesia Food Share Bantu Korban Gempa Cianjur
Ridwan Kamil: Korban Gempa Butuh Makanan, Kebutuhan Bayi dan Selimut
Presiden Jokowi Kunjungi Tenda Pengungsi Korban Gempa di Cianjur
Perjuangan rakyat melawan oligarki bukan karena semata-mata alergi terhadap kapital. Kapital justru diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi negara. Kita melawan oligarki karena kapital dan investasi yang masuk ke Indonesia digunakan untuk mengeruk kekayaan negara demi kepentingan segelintir orang. Bagaimana caranya supaya kapital tidak hanya menguntungkan segelintir orang saja? Jawabannya adalah, kapital perlu dimiliki oleh mayoritas rakyat, sehingga hasil investasi bisa dinikmati oleh rakyat pula. Pemilikan kapital oleh rakyat akan berdampak kepada kesejahteraan.
Indonesia sudah memiliki “kendaraan” yang bisa menjadikan rakyat Indonesia sebagai pemilik kapital, yaitu KOPERASI. Disamping koperasi sebagai badan usaha yang merupakan kumpulan orang, koperasi juga merupakan kumpulan modal, yang dihimpun melalui anggotanya.
Kumpulan modal yang terhimpun pada badan usaha koperasi, merupakan kekuatan investasi ekonomi Indonesia. Kekuatan investasi ini akan menghasilkan kesejahteraan ekonomi bagi rakyat yang tergabung dalam koperasi. Kapital yang terbentuk juga merupakan akumulasi kekuatan ekonomi rakyat.
Selain pemilikan kapital, prinsip koperasi yang mencerminkan demokrasi melalui prinsip “one man one vote”, menciptakan kesamarataan dan keadilan bagi anggota koperasi. Pengalaman anggota menjalankan demokrasi di koperasi, akan memberikan edukasi politik kepada rakyat.
Masyarakat akan lebih peka akan hak dan kewajiban politiknya. Sistem oligarki politik tidak akan mudah diterima oleh masyarakat. Kepekaan politik dan kemampuan untuk menghimpun modal oleh anggota koperasi, akan memberikan pengaruh yang signifikan kepada praktek politik yang berlangsung saat ini.
Secara sistematis sistem politik oligarki akan pudar, karena koperasi merupakan wadah kesamarataan, keadilan dan kesejahteraan, sekaligus merupakan kekuatan modal bagi rakyat Indonesia.
Oleh: Dr. Rino A. Sa’danoer
Ketua Koperasi Aliansi Rakyat Indonesia Makmur (Karima)
Beritaneka.com, Jakarta —Gelombang arus menentang oligarki beberapa tahun terakhir ini sangat kuat. Oligarki yang dikenal sebagai “kembar siam”, merupakan sistem hubungan “simbiose mutualisme” antara penguasa dan pengusaha.
Pengusaha oligarki adalah pemilik modal yang punya andil dalam mendudukkan penguasa dalam kekuasaan. Hal ini tentu membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi mayoritas rakyat.
Kebijakan penguasa cenderung menguntungkan pengusaha. Fenomena “ketimpangan” ini yang dirasakan masyarakat.
Kebijakan pemerintah yang pro pengusaha itu biasanya semua jenis kebijakan yang berdampak untuk meningkatkan keuntungan usaha, menekan “cost” dan yang memberi ruang untuk membangun peluang usaha baru, baik melalui eskpor maupun impor.
Baca Juga:
- Kendalikan Bahaya Merokok, Pemerintah Naikkan Cukai Hasil Tembakau
- Resiliensi Ekonomi Indonesia Siap Hadapi Krisis Global Tahun Depan
- Migrasi Siaran TV Digital, Mahfud MD: Kualitas Siaran Lebih Baik
- Ekonomi Indonesia Tahan Resesi, JK: Jangan Pesimis!
Bagaimana nasib kepentingan rakyat yang tidak masuk kedalam kategori pengusaha? Rakyat yang mayoritas adalah golongan pencari kerja otomatis akan menjadi korban.
Pemenuhan semua jenis hak pegawai akan meningkatkan biaya perusahaan, seperti tuntutan kenaikan gaji, hak cuti, hak protes, dan sebagainya. Pengurangan hak ini akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat pencari kerja.
Koperasi dalam hal ini akan menjadi penting. Identitas koperasi, di mana pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi, merupakan wadah ideal bagi pegawai untuk lepas dari dominasi pemberi kerja dalam menentukan nasibnya.
Pegawai perusahaan otomotif bisa sekaligus sebagai pemilik perusahaan itu. Pegawai perusahaan asuransi bisa sekaligus sebagai pemilik perusahaan asuransi. Artinya, pegawai yang memerlukan pekerjaan adalah sekaligus sebagai pemberi kerja.
Koperasi tersebut yang bernama “Mondragon” sudah berkembang dengan baik di Spanyol sejak permulaan abad yang lalu.
Dengan dikembangtumbuhkannya koperasi pegawai yang sekaligus pemilik perusahaan, akan lambat laun melunturkan dominasi oligarki. Kebijakan yang semula menguntungkan pemilik modal pada akhirnya akan menguntungkan pegawai pemilik perusahaan.
Pertumbuhan koperasi jenis ini juga akan meningkatkan nilai tawar pegawai sebagai pemilik perusahaan. Nilai tawar tersebut akan memengaruhi kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menguntungkan pegawai, juga menguntungkan pegawai lain yang bekerja untuk oligarki.