Beritaneka.com, Jakarta —Mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar dijerat pasal berlapis setelah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya menjadi tersangka kasus dugaan penggelapan dana Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, polisi juga menetapkan Pengurus ACT Hariyana Hermain dan Ketua Dewan Pembina ACT Novariadi Imam Akbari, sebagai tersangka.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Baca Juga:
Mantan Presiden dan Presiden ACT Ditetapkan Jadi Tersangka Penyelewengan Dana
“A, IK, HH dan NIA yang ditetapkan sebagai tersangka,” kata Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.
Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar 144.500 dolar Amerika Serikat atau sebesar Rp2,06 miliar, dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR. Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.
Beritaneka.com, Jakarta —Bareskrim Polri melalui Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) menetapkan Mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus penyelewengan pengelolaan dana ACT.
Selain mereka berdua, polisi juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni HH dan NIA. “A, IK, HH dan NIA yang ditetapkan sebagai tersangka,” kata Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka. Mereka adalah, Ahyudin (A) selaku mantan presiden dan pendiri ACT, Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT saat ini. Kemudian, Hariyana Hermain (HH) selaku pengawas yayasan ACT tahun 2019 dan saat ini sebagai anggota pembina ACT. Dan Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina ACT.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri juga membuka nilai gaji yang diterima oleh mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar. Dalam jabatan tersebut, Ahyudin disebut mendapatkan upah sebesar Rp400 juta. Sedangkan, Ibnu Khajar sebesar Rp150 juta.
“A Rp400 juta dan IK Rp150 juta,” kata Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers tersebut.
Sementara itu, untuk Pengurus ACT Hariyana Hermain digaji senilai Rp50 juta. Dan Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan saat ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT Novariadi Imam Akbari, mendapatkan gaji sebesar Rp100 juta.
Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.
Baca Juga:
- Prabowo Capres 2024, Hasil Survei SPP: Mantap Berada di Puncak Elektabilitas
- Ernest Prakasa Kritik Baim Wong Daftarin HAKI Citayam Fashion Week
- Investasi Sektor Manufaktur Capai Rp230 Triliun
- Harga BBM Meroket, Indef: Kenaikan Harusnya Tidak Lebih 5 Persen
- Kabar Gembira! Pemerintah Perpanjang Insentif Pajak Lagi
Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar dolar AS 144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar, dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR. Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.
Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.