Beritaneka.com, Jakarta —Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis Indonesia terhindar dari resesi pada tahun depan atau 2023 mendatang. Airlangga mengungkapkan, saat ini memang ekonomi global dihadapkan pada ketidakpastian dan tantangan, di mana pertumbuhan global terkoreksi ke bawah sementara inflasi naik ke atas.
Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2022 menunjukkan kinerja impresif. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2022 telah melebihi pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi, atau 2019. Ekonomi Indonesia di kuartal III mencatatkan pertumbuhan impresif, yaitu 5,72 persen atau 1,81 persen secara quarter-to-quarter (qtq), atau secara kumulatif 5,4 persen,” kata Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Capaian Pertumbuhan Ekonomi Triwulan ke-3 di Jakarta, Senin (7/11/2022).
Menko Perekonomian menjelaskan, dengan memperhitungkan berbagai risiko pertumbuhan ekonomi pada 2022, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan optimis di angka 5,2 persen dan masih bisa menembus angka 5,3 persen pada 2023.
Baca Juga:
- Koperasi dan Oligarki
- Presiden Jokowi Dorong Kemandirian Gula Nasional
- Kendalikan Bahaya Merokok, Pemerintah Naikkan Cukai Hasil Tembakau
- Resiliensi Ekonomi Indonesia Siap Hadapi Krisis Global Tahun Depan
- Migrasi Siaran TV Digital, Mahfud MD: Kualitas Siaran Lebih Baik
“Berbagai lembaga internasional juga memproyeksikan bahwa pertumbuhan Indonesia di 2023 berada di kisaran 4,7-5,1 persen. Tahun depan Indonesia diharapkan bisa jauh dari resesi,” kata Menko Airlangga.
Salah satu faktor penopangnya adalah sektor konsumsi domestik Indonesia yang kuat. Menko Airlangga membeberkan, konsumsi domestik Indonesia sebesar 50,38 persen di kuartal III 2022 bisa menambah daya tahan perekonomian.
“Ketergantungan kita terhadap nilai eksportir hanya sebesar 26,23 persen. Tentunya gejolak di pasar global ini relatif bisa terendam oleh konsumsi,” katanya. Ditambah lagi, dibandingkan inflasi, Indonesia dalam beberapa bulan terakhir condong mengalami deflasi. Airlangga juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia juga berada sedikit di atas angka inflasi.
“Inflasi Oktober 2022 di 5,71 persen dan pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2022 sebesar 5,72 persen. Kita juga lihat dari sisi investasi ada peningkatan, sehingga penyerapan oleh investor domestik jadi bantalan terhadap keluarnya modal asing,” katanya.
Beritaneka.com, Jakarta —Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menyampaikan, resesi yang terjadi pada beberapa negara bakal memengaruhi sektor ketenegakerjaan di Indonesia. Hal tersebut tergambar pada beberapa industri tekstil, alas kaki dan garmen di Jawa Barat yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya karena menurunnya permintaan dari negara tujuan ekspor.
“Kami sampaikan potensi memang ada, sebagaimana tadi juga disampaikan oleh Menperin, ada upaya penurunan ekspor untuk kawasan Eropa, dan ini pada umumnya terjadi di industri padat karya tekstil dan alaskaki di Jawa Barat,” kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri dalam Konferensi Pers Capaian Pertumbuhan Ekonomi Triwulan ke-3 di Jakarta, Senin (7/11/2022).
Indah mengungkapkan, potensi PHK sebetulnya bisa dicegah dengan cara perusahaan melakukan efisiensi terhadap cost produksi. “Misalnya, mengurangi fasilitas para pekerja, terutama fasilitas pekerja untuk jabatan tingkat manager dan direktur,” kata dia.
Baca Juga:
- Dr. Rino A. Sa’danoer: Krisis Global, Tunda Konsumsi Sekunder dan Upayakan Swadaya Kebutuhan Dasar
- Kendalikan Bahaya Merokok, Pemerintah Naikkan Cukai Hasil Tembakau
- Resiliensi Ekonomi Indonesia Siap Hadapi Krisis Global Tahun Depan
- Migrasi Siaran TV Digital, Mahfud MD: Kualitas Siaran Lebih Baik
- Ekonomi Indonesia Tahan Resesi, JK: Jangan Pesimis!
Selain itu, perusahaan juga bisa mengurangi shift kerja karena terjadi penurunan permintaan. Dengan menurunkan aktivitas perkerjaan maka akan berdampak pada biaya operasional, seperti membayar listrik, air, dan lainnya.
“Bisa membatasi atau menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, lalu mengurangi hari kerja, kemudian meliburkan para pekerja untuk sementara waktu,” katanya. Dengan begitu, keputusan PHK benar-benar menjadi langkah terakhir yang diambil perusahaan setelah melakukan beberapa hal di atas. Dengan demikian pengangguran akibat PHK bisa ditekan. “Itu beberapa hal yang kamu terus komunikasikan dalam rangka untuk mencegah PHK, jadi PHK bisa dicegah asal kedua belah pihak antara manajemen dan serikat pekerja bisa mencapai kesepakatan,” katanya.