Oleh: Dr. Rino A. Sa’danoer
(Ketua Koperasi Aliansi Rakyat Indonesia Makmur)
Beritaneka.com, Jakarta —Pasal 33 UUD 45 mengamanatkan kepada kita bahwa ekonomi Indonesia dibangun berdasarkan azas kekeluargaan. Bung Hatta menyebutkan, KOPERASI adalah bangun usaha yang sesuai untuk menerjemahkan amanat UUD ini. Koperasi sudah sejak lama didorong untuk berperan dalam perekonomian Indonesia, bahkan sudah dinobatkan sebagai sokoguru ekonomi Indonesia.
Walaupun peran koperasi sudah diamanatkan oleh konstitusi, namun kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasional masih kecil. Di tahun 2021 saja kontribusi koperasi terhadap perekonomian Nasional masih 5,1%, sedangkan presentase masyarakat Indonesia yang menjadi anggota koperasi masih berkisar di angka 8,41%. Apa yang membuat peran koperasi tertinggal jauh dibandingkan dengan pelaku usaha lainnya? Padahal, koperasi yang terdiri dari kumpulan orang-orang, dapat menjadi satu kekuatan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.
Ada tiga persyaratan dasar yang perlu dipenuhi sehingga koperasi dapat berperan penuh dalam perekonomian Indonesia. Yang pertama adalah, koperasi harus “diperbolehkan” atau “diizinkan” untuk berperan. Syarat ini sudah terpenuhi melalui amanat yang diberikan UUD maupun melalui undang-undang turunannya. Undang-undang maupun bentuk peraturan lainnya sudah memberikan “level playing field” dan lingkungan yang kondusif bagi koperasi untuk berperan.
Persyaratan kedua yang harus dipenuhi adalah bahwa koperasi harus “mau” berperan dalam perekonomian Indonesia. Karena koperasi merupakan kumpulan orang, maka orang-orang harus “mau” menjadi anggota koperasi dan “mau” mengambil manfaat dari nilai tambah yang diberikan oleh koperasi.
Selain itu, anggota juga harus “mau” berkontribusi modal, pikiran dan keahlian pada koperasi, sehingga koperasi dapat berperan dalam kegiatan ekonomi dan memberikan sumbangan kepada perekonomian nasional.
Persyaratan yang ketiga adalah, koperasi harus “mampu” memainkan perannya dalam perekonomian nasional. Kemampuan ini tidak saja harus dimiliki oleh anggota dalam memenuhi hak dan kewajibannya, tetapi juga harus dimiliki oleh koperasi sebagai organisasi pelaku usaha. Kemampuan ini termasuk kemampuan untuk bersaing, mencari peluang usaha maupun kemampuan untuk mengembangkan inovasi, sehingga koperasi dapat memberikan nilai tambah ekonomi dan nilai tambah sosial kepada anggotanya.
Pemerintah berperan sangat penting dalam mewujudkan ketiga persyaratan ini. Disamping menelorkan undang-undang dan peraturan untuk membentuk “level playing field”, pemerintah perlu memberikan peluang dan ruang gerak kepada koperasi dan masyarakat untuk “mau” berkoperasi.
Program insentif seperti keringanan pajak atau pemberian prioritas kepada sektor koperasi untuk berkiprah merupakan bentuk insentif yang bisa dikembangkan oleh pemerintah. Kemudahan untuk mengakses pelayanan publik bagi masyarakat anggota koperasi merupakan instrumen lain untuk menciptakan insentif. Kemudahan pemberian izin untuk berusaha bisa juga merupakan jenis insentif bagi masyarakat yang terdaftar sebagai anggota koperasi.
Untuk “memampukan” koperasi maupun anggotanya, pemerintah bisa membuat program pengembangan kapasitas. Program ini bisa berbentuk pelatihan atau pendampingan yang dilakukan oleh para ahli di bidangnya. Penugasan manajer profesional pada koperasi oleh pemerintah merupakan cara lain sebagai upaya untuk mendukung “kemampuan” koperasi.
Di sini kita lihat bahwa peran pemerintah untuk membangun koperasi sehingga bisa berperan dalam perekonomian nasional sangatlah penting. Dengan meningkatnya kontribusi koperasi pada perekonomian nasional, maka akan lebih sejahtera pula masyarakat anggota koperasi. Masyarakat sejahtera merupakan fondasi untuk membangun negara yang kuat.