Beritaneka.com, Jakarta —Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan tantangan yang akan dihadapi industri batu bara pada 2023 adalah konflik geopolitik, di antaranya perang Rusia dan Ukraina yang membuat gejolak perekonomian global.
Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, bahwa kondisi geopolitik masih menjadi faktor utama yang akan mempengaruhi pola perdagangan batu bara tahun depan. Selain itu, hubungan dagang antara Australia dan China juga turut memengaruhi prospek ekspor batu bara Indonesia, khususnya ke China dan India.
Baca Juga:
- Pemerintah Optimistis Kereta Cepat Jakarta-Bandung Beroperasi Tahun Depan
- Sebanyak 25.700 Karyawan Pabrik Sepatu Kena PHK
- KTT G20, Presiden Jokowi Serukan Penghentian Perang
- Pemilik Kendaraan Bisa Manfaatkan Pemutihan Pajak Kendaraan hingga Akhir Tahun Ini
“Konflik yang terjadi juga memicu inflasi yang tinggi, menghambat logistik dan suplai yang merugikan semua pihak, termasuk industri batu bara,” kata Hendra dalam acara Mining Talk Series secara virtual, Kamis (17/11/2022).
Tantangan lainnya yang juga akan dihadapi industri batu bara yakni, kondisi cuaca yang tidak menentu. Di mana, curah hujan menjadi sulit untuk diprediksi dan cukup tinggi, hal ini disebut memengaruhi produksi batu bara.
“Selain itu, ketersediaan alat berat juga masih faktor yang berpengaruh terhadap suplai dan demand,” ungkapnya.
Adanya rencana melakukan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara juga menjadi tantangan ke depan. Di mana, pemanfaatan batu bara untuk kelistrikan akan semakin berkurang.
Namun di sisi lain, batu bara masih menjadi primadona sumber energi andalan industri non kelistrikan, terutama semen, kertas, pupuk, keramik, tekstik, bahkan smelter. “Namun, kami memerhatikan bahwa ada beberapa pembangkit listrik berbasis batu bara yang masih dapat beroperasi dengan kondisi ini,” pungkasnya.
Beritaneka.com, Jakarta — Pemerintah telah melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara baru. Larangan ini tercantum dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Kebijakan tersebut ditanggapi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia.
Menurut Hendra, larangan pembangunan PLTU batu bara baru tersebut akan berpengaruh pada pasokan batu bara domestik dalam jangka panjang ke depannya. Namun, pemerintah tentunya telah memperhitungkan dengan matang berbagai aspek.
“Jika pemerintah memutuskan untuk melarang pembangunan PLTU batu bara nanti efektif pada periode waktu yang akan ditetapkan, tentu saja akan berpengaruh pada pasokan batu bara ke domestik di jangka panjang,” kata Hendra dalam keterangannya dikutip Jumat (16/9/2022).
“Tentu sebagai mitra pemerintah para anggota kami mematuhi segala kebijakan dan peraturan pemerintah. Kami yakin pemerintah sudah mempertimbangkan secara matang berbagai aspek termasuk peran industri pertambangan batu bara yang menjadi salah satu andalan dalam mendukung perekonomian nasional dan ketahanan energi,” katanya.
Hendra mengungkapkan produsen batu bara sudah menyadari bahwa dalam jangka panjang pemanfaatan batu bara akan berkurang.
“Tapi kami yakin pemerintah mempertimbangkan segala aspek. Selain pasar dalam negeri, tentu masih ada peluang pasar ekspor karena kebutuhan batu bara pembangunan PLTU batubara baru juga di LN (luar negeri) termasuk di China dan India kan masih dibangun,” kata dia.
Saat ini pemerintah memang melarang pembangunan PLTU yang baru. Namun PLTU yang sudah memasuki tahap pembangunan atau sedang berjalan pembangunannya kemungkinan masih berlanjut hingga selesai.
Sekarang para pengusaha batu bara terus mengoptimalkan produksi untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga batu bara yang sedang meroket.