Beritaneka.com—Kalangan komisi X DPR, yang membidangi masalah pendidikan menyayangkan pemerintah yang ngotot dan ngebut dalam memindahkan Ibu Kota Negara dengan anggaran hampir Rp500 triliun. Sedangkan ribuan guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun namun belum mendapatkan kepastian nasib kesejahteraannya.
“Miris sekali, ribuan guru honorer masih terkatung-katung nasibnya. Tahun berganti tahun, namun kesejahteraan dan kepastian status ketenagakerjaan mereka masih terabaikan. Sementara pemerintah malah sibuk mengedepankan nafsu memindahkan Ibu Kota sesegera mungkin. Sangat memprihatinkan,” kritik Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah, seperti dilansir dari laman resmi DPR, Rabu (98/1/).
Baca juga: DPR Minta Operasi Pasar Tepat Sasaran
Persoalan guru honorer, tambah Ledia, bak sebuah drama berseri yang tak kunjung usai. Bertahun-tahun persoalan guru honorer baik di sekolah negeri maupun swasta terus mendulang isu pedih dan kritik. “Secara kesejahteraan, nasib mereka amat memprihatinkan karena hanya mendapat kisaran gaji puluhan hingga ratusan ribu rupiah per bulan. Karena itu para guru honor ini sangat mendambakan untuk diangkat menjadi PNS demi kejelasan status dan peningkatan kesejahteraan,” imbuhnya.
Namun, di sisi lain, jelas Ledia, pemerintah kemudian menghentikan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk formasi guru mulai 2021. Sebagai gantinya, pemerintah meminta para guru honorer untuk mengikuti seleksi calon guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam perjalanannya, proses seleksi ini ternyata memunculkan kegaduhan. Mulai dari janji pembukaan seleksi satu juta guru pada akhir 2019 yang direvisi, persyaratan yang mengukur rata semua kriteria di masa awal pembukaan seleksi, proses pelaksanaan yang memunculkan kesulitan bagi para peserta seleksi, kriteria penilaian yang dianggap tidak adil hingga ancaman ketidakadilan bagi sekolah swasta dan guru honorer tak lolos seleksi usai pengumuman kelulusan seleksi PPPK.
“Pemerintah nampak tidak matang dalam mempersiapkan proses seleksi PPPK ini. Selain beberapa bagian proses seleksi yang dianggap menyulitkan dan tidak adil, adanya kebijakan yang berubah, direvisi, bahkan buruknya komunikasi dengan Pemda yang membuat banyak Pemda tidak mengajukan formasi guru juga menjadi satu paket masalah yang harus sesegera mungkin dievaluasi Pemerintah sebelum memutuskan seleksi tahap berikut di 2022 ini,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Baca juga: Kasus Omicron Meningkat, Legislator DPR Imbau Masyarakat Tetap Waspada
Memasuki tahun 2022, Ledia menilai, persoalan guru honorer nampaknya masih tak kunjung usai. Usai penyelenggaraan seleksi PPPK pada 2001 ternyata bermunculan pula masalah-masalah baru. “Misalnya saja sekolah-sekolah swasta kini terancam kehilangan sangat banyak guru karena para guru honorer yang lolos seleksi ini ditarik di sekolah-sekolah negeri. Menjadi tidak adil bagi sekolah swasta yang sudah mengentaskan guru-guru berkualitas ini karena mereka harus mencari guru pengganti dan itu tidak mudah,” ungkapnya.
Selain itu, bagi para guru honorer di sekolah negeri yang tidak lolos seleksi PPPK, mereka terancam pula kehilangan pekerjaan manakala posisinya digantikan guru PPPK cabutan dari sekolah swasta. Untuk itu, legislator dapil Jawa Barat I ini meminta pemerintah untuk segera merevisi proses rekrutmen PPPK guru sejak hulu sampai hilir dengan tidak lupa memasukkan kajian dan rencana mitigasi risiko dalam perekrutan guru PPPK.
“Segala kemungkinan harus dipertimbangkan dan ditelisik risikonya, bukan hanya dari sudut pandang pemerintah namun juga pihak pemda dan lembaga pendidikan swasta. Karena persoalan pemenuhan kebutuhan guru, peningkatan kualitas kesejahteraan guru dan kejelasan status ketenagakerjaan guru menjadi tanggung jawab bersama dan tidak boleh saling meninggalkan satu sama lain,” tutup Anggota Baleg DPR RI itu.
Baca juga: Vaksinasi Booster Dimulai 12 Januari, DPR Minta Diberikan Gratis untuk Rakyat Kecil
Beritaneka.com—Dalam momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 yang diperingati hari ini, Komisi X DPR meminta pemerintah lebih memerhatikan kesejahteraan para guru honorer yang masih jauh dari layak, termasuk membenahi fasilitas pendidikan belum merata.
“Kesejahteraan guru terutama honorer juga penyebaran guru di wilayah 3T dan infrastruktur sekolah yang masih banyak tertinggal.Selain itu meningkatkan kemampuan guru untuk masuk dunia teknologi dan digital,” kata Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf kepada wartawan, Minggu (2/5/2021).
Dede Yusuf meminta pemerintah memprioritaskan kesejahteraan guru karena profesi guru sebagai pekerjaan terhormat.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) segera mencermati angka putus sekolah akibat pandemi. Selain itu, pembelajaran jarak jauh (PJJ) menurutnya juga harus menjadi fokus untuk pemerataan infrastruktur pendidikan.
“Apakah karena terkendala pembelajaran jarak jauh (infrastruktur), atau anak berhenti sekolah karena persoalan ekonomi keluarga akibat pandemi,” kata Puan, Minggu (2/5/2021).
Puan menilai Kemendikbud Ristek harus mencari penyebab anak putus sekolah selama pandemi. Peringatan Hardiknas 2021 yang mengambil tema “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar” menurutnya adalah momentum tepat untuk memetakan persoalan dan menghadirkan solusinya. Puan meminta Kemendikbud Ristek melakukan pembenahan dam pemerataan infrastruktur pembelajaran jarak jauh.