Beritaneka.com, Jakarta—Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hanya mengikuti putusan pengadilan dalam mencatat pernikahan beda agama. Hal ini disampaikan Tito merespons terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang melarang hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.
“Prinsip utama dari Kemendagri adalah putusan pengadilan, ketika putusan pengadilan mengesahkan maka mau enggak mau harus dilayani, dicantumkan dalam KTP,” kata Tito Karnavian kepada awak media di ICE BSD, Tangerang, Kamis (20/7/2023).
Tito menegaskan, Kemendagri tidak akan mencatatkan pernikahan beda agama apabila permohonan itu ditolak oleh pengadilan.
“Kalau seandainya pengadilan itu menolak, otomatis kita juga enggak bisa mencantumkan,” kata mantan Kapolri tersebut.
MA mengeluarkan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Dalam SEMA tersebut, hakim dilarang untuk mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.
“Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan,” demikian bunyi SEMA yang ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin, Senin (17/7/2023).
Dalam SEMA ini juga disebutkan bahwa perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu. Hal tersebut sesuai Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan,” tulis poin 2 SEMA tersebut.
Beritaneka.com, Jakarta—Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kecewa dengan adanya kasus penangkapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
“Presiden kecewa karena usaha pemberantasan korupsi yang cukup berhasil di lingkungan eksekutif, justru kerap kali gembos di lembaga yudikatif dengan tameng hakim itu merdeka dan independen,” kata Mahfud melalui media sosial akun instagram miliknya @mohmahfudmd, Selasa (27/9/2022).
“Ya, Presiden sangat prihatin dgn peristiwa OTT oleh KPK yang melibatkan hakim agung Sudrajat Dimyati. Pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah untuk memberantas mafia hukum, tapi sering gembos di pengadilan,” katanya.
Baca Juga:
- BUMN Startup Day, Presiden Jokowi: Tangkap Peluang dengan Teknologi
- Pemerintah Pastikan Tidak Ada Konversi LPG 3 Kg dengan Kompor Listrik Tahun Ini
- Bea Cukai Ungkap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Penyelundupan Rokok Impor Ilegal dengan Kapal Cepat di Perairan Batam
- Kasus Suap Pengurusan Perkara di MA, KPK Tangkap Hakim Agung
- Peringkat 100 Universitas Terbaik di Indonesia Versi UniRank 2022
Selama ini, kata Mahfud, pemerintah tidak bisa memasuki ranah MA karena berbeda antara lembaga eksekutif dengan yudikatif. “Kami tidak bisa masuk ke MA karena beda kamar, kami eksekutif sedangkan mereka yudikatif,” tuturnya.
“Mereka selalu berdalil bahwa hakim itu merdeka dan tak bisa dicampuri. Eh, tiba-tiba muncul kasus hakim agung Sudrajat Dimyati dengan modus perampasan aset koperasi melalui pemailitan. Ini industri hukum gila-gilaan yang sudah sering saya peringatkan di berbagai kesempatan,” sambungnya.
Untuk itu, kata Mahfud, Presiden Jokowi memerintahkan dirinya untuk mereformasi hukum di Indonesia. “Maka Presiden meminta saya sebagai Menko Polhukam untuk mencari formula reformasi di bidang hukum peradilan, sesuai dengan instrumen konstitusi dan hukum yang tersedia,” kata Mahfud.
Beritaneka.com, Jakarta —Komisi Yudisial (KY) menyampaikan pernyataan sikap pascapenetapan Hakim Agung di Makhamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi.
Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, KY mengeluarkan empat sikap.
Pertama, KY menaruh perhatian penuh terhadap kasus ini karena menyangkut dugaan pencideraan terhadap kehormatan dan martabar hakim.
Baca Juga:
- Kenaikan Harga BBM, INDEF: Kemiskinan Meningkat
- Presiden Jokowi: Tidak Ada Penghapusan dan Pengalihan Pelanggan Listrik Daya 450 VA
- Anies Izinkan Warga Jakarta Bangun Rumah 4 Lantai
- Industri Baterai Listrik Indonesia Siap Produksi Massal Mulai Tahun 2025
- Kenaikan Harga BBM, Kebijakan Blunder Nan Fatal
- Pemerintah Bisa Alihkan Subsidi BBM untuk Kendaraan Listrik
“Kedua, KY terbuka dan terus berkoordinasi dengan MA dan KPK untuk melakukan pendalaman yang dibutuhkan demi kelancaran mengunkap kasus ini,” kata Mukti Fajar dalam konferensi pers di gedung Komisi Yudisial, Jumat (23/9/2022).
KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim dan pihak yang terlibat dalam perkara ini sesuai tugas dan kewenangan KY.
“Terakhir, KY menduukung KPK untuk bekerja untum melakukan proses penegakan hukum setuntas-tuntasnya terhadap perkara ini,” pungkas Mukti Fajar.
Dalam pemberitaan media ini sebelumnya, KPK menangkap Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam sebuah operasi tangkap tangan. Hakim Agung Sudrajad Dimyati kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap perkara di Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (22/09/2022).
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka, termasuk Hakim Agung Sudrajat Dimyati. “Berdasarkan saksi dan bukti yang cukup, penyidik menetapkan 10 orang tersangka,” kata Firli, Jumat (23/9/2022).
Beritaneka.com, Jakarta —Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam OTT ini, delapan orang diamankan pada Rabu 21 September 2022 sekitar pukul 15.30 WIB di Jakarta dan Semarang, Jawa Tengah. Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, OTT ini merupakan tindak lanjut pengaduan masyarakat. KPK kemudian menindaklanjuti laporan itu dan berhasil menangkap sejumlah pejabat MA terkait kasus ini.
“Rabu 21 September 2022 sekitar pukul 16.00 WIB, Tim KPK mendapat informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari ES kepada DY sebagai representasi SD di salah satu hotel di Bekasi,” kata Firli dalam keterangannya, Jumat (23/9/2022).
Selang beberapa waktu, kata dia, Kamis sekitar pukul 01.00 WIB dini hari Tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan DY di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekitar SGD205.000.
“Secara terpisah, Tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan YP dan ES yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah guna dilakukan permintaan keterangan,” kata Firli.
Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan digedung Merah Putih KPK. Selain itu, AB juga hadir ke gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta.
“Adapun jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar SGD 205.000 dan Rp50 juta,” ujarnya. Dari pengumpulan berbagai informasi disertai bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi, kta dia, KPK kemudian melakukan penyelidikan dalam upaya menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup.
“Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka Penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai Tersangka,” katanya.
Berikut 10 orang yang diamankan KPK:
1 Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Agung pada Mahkamah Agung
- Elly Tri Pangestu (ETP), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung
- Desy Yustria (DS), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung
- Muhajir Habibie (MH), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung
- Redi (RD), PNS di Mahkamah Agung 6. Albasri (AB), PNS di Mahkamah Agung
- Yosep Parera (YP), pengacara
- Eko Suparno (ES), pengacara
- Heryanto Tanaka (HT), swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana)
- Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS), swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana).