Beritaneka.com, Jakarta —Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1444 H/2023 M jatuh pada hari Kamis tanggal 23 Maret 2023. Penetapan ini berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Hal ini tertuang dalam edaran yang ditandatangani Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Oman Faturohman beserta Sekretarisnya, Mohammad Mas’udi pada 23 Desember 2022 di Yogyakarta tentang hasil hisab Majelis Tarjih dan Tarjdid PP Muhammadiyah.
“Umur bulan Syakban 1444 H 30 hari dan tanggal 1 Ramadan 1444 H jatuh pada hari Kamis Pon tanggal 23 Maret 2023 M,” bunyi dokumen hasil hisab dikutip Selasa (31/1/2023). Muhammadiyah melaporkan 29 Syakban 1444 H bertepatan dengan 21 Maret 2023. Sehingga ijtimak jelang Ramadhan 1444 H belum terjadi pada hari itu.
Baca Juga:
Itjimak terjadi esok harinya yaitu Rabu Pahing tanggal 30 Syakban 1444 H bertepatan dengan 22 Maret 2023 pada pukul 00.25 WB. Selain itu, PP Muhammadiyah juga menetapkan awal bulan Syawal, dan Zulhijah 1444 Hijriah. Tanggal 1 Syawal 1444 H atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari Jumat Pahing tanggal 21 April 2023. Kemudian 1 Zulhijah 1444 H jatuh pada hari Senin Legi tanggal 19 Juni 2023 M.
Sementara itu, Hari Arafah (9 Zulhijah) jatuh pada 27 Juni 2023 dan Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijah) jatuh pada 28 Juni 2023 mendatang.
Berikut hasil hisab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yakni sebagai berikut:
- 1 Ramadhan 1444 H jatuh pada hari Kamis Pon, 23 Maret 2023.
- 1 Syawal 1444 H atau Idul Fitri jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023.
- 1 Zulhijah 1444 H jatuh pada hari Senin Legi, 19 Juni 2023.
- Hari Arafah (9 Zulhijah 1444 H) jatuh pada hari Selasa Wage, 27 Juni 2023
- Idul Adha (10 Zulhijah 1444 H) jatuh pada hari Rabu Kliwon, 28 Juni 2023.
Beritaneka.com—Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mengumumkan tanggal 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada 2 April 2022. Hal ini berdasarkan hasil hisab hakiki wujud hilal.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan melalui maklumat penetapan hasil hisab Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah 1443 Hijriah yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Muhammadiyah Agung Danarto. “1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada hari Sabtu 2 April 2022 Masehi,” katanya.
Dalam maklumat Nomor 01/MLM/1.0/E/2022, penetapan 1 Ramadan itu terjadi ijtimak pada Jumat 1 April pukul 13:27:13 WIB. Tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta (-07 48′ LS dan 110 21′ BT) = +04 50′ 25″ (hilal sudah wujud) dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk.
Baca Juga: Mulai April 2022, Melebihi Batas Kecepatan di Tol Kena Tilang
Sementara 1 Syawal 1443 Hijriah akan jatuh pada Senin 2 Mei 2022. Pada Sabtu 29 Ramadan atau 30 April 2022, ijtimak jelang Syawal 1443 Hijriah belum terlihat.
“Ijtimak terjadi esok harinya, Minggu 30 Ramadhan 1443 Hijriah, bertepatan dengan 1 Mei 2022 pukul 03:31:02 WIB,” bunyi maklumat tersebut.
Tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta (=-70 48′ LS dan = 110 21 BT) = +04 50′ 25″ (hilal sudah terwujud) dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam itu bulan berada di atas ufuk.
Berdasarkan hasil hisab tersebut PP Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1443 jatuh pada hari Sabtu 2 April 2022, 1 Syawal Senin 2 Mei 2022, 1 Dzulhijah Kamis 30 Juni 2022, hari Arafah Jumat 8 Juli 2022, dan Idul Adha Sabtu 9 Juli 2022.
Oleh: Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Beritaneka.com—Hari Pendidikan 2 Mei 2021 layak untuk menjadikan refleksi. Pendidikan Indonesia saat ini hendak dibawa ke mana? Tiga trend aktual yang terjadi akhir-akhir ini penting untuk menjadi perenungan sekaligus menjadi pertanyaan jujur, karena bukan sesuatu yang tampak kebetulan.
Kenapa selalu terdapat hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai dasar konstitusi serta Agama, Pancasila, dan Kebudayaan luhur bangsa Indonesia.
Pertama, pada awal proses tidak tercantumkannya frasa “Nilai Agama” dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, padahal sangat fundamental sebagaimana termaktub dalam pasal 31 UUD 1945. Alhamdulillah kini sudah terakomodasi, tetapi apakah ke depan hal seperti ini tidak akan terjadi lagi.
Semoga tidak, karena agama sangatlah penting dan mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia dan dijamin keberadaannya oleh konstitusi Indonesia.
Kedua, hilangnya atau tidak tercantumnya Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama yang juga Pahlawan Nasional serta Prof Kahar Muzakkir tokoh Muhammadiyah yang juga Pahlawan Nasional dalam buku resmi Kamus Sejarah Indonesia terbitan Kemendikbud R.I. dua jilid.
Padahal tokoh-tokoh Komunis Indonesia semuanya tercantum seperti Sneevliet, DN Aidit, dan lain-lain. Bahkan dalam jilid 2 halaman 179 ditulis, “Pada 30 September 1965 PKI diduga terlibat dalam gerakan kudeta.”.
Jadi PKI hanya diduga terlibat, bukan terbukti terlibat kudeta 1965. Buku tersebut sampai akhir April 2021 masih beredar utuh Jilid 1 dan Jilid 2 yang dapat dibeli di toko Online. Tetapi sudah resmi terpublikasi dan memperoleh pengantar dari Dirjen Kebudayaan Kemdikbud R.I. Mungkin buku yang beredar itu ilegal dan boleh jadi masih draf seperti rilis Kemendikbud, serta saat ini mudah-mudahan benar-benar ditarik dan dinyatakan salah atau keliru.
Ketiga, kecenderungan pendidikan yang liberal dengan konsep Merdeka Belajar dengan segala plus minusnya. Indonesia pasca reformasi memang cenderung liberal dalam politik, ekonomi, dan budaya.
Padahal pendidikan bukanlah hanya menanamkan nilai instrumental, karena manusia bukanlah robot yang dapat dicetak di pabrik. Manusia adalah insan yang utuh, yang menurut Ki Hajar Dewantara yang kelahirannya diperingati hari ini, sebagai pendidikan akal-budi.
Apalagi manusia Indonesia yang memiliki tiga dasar nilai hidup di negeri ini yaitu Agama, Pancasila, dan Kebudayaan Indonesia. Bukan insan maju ala Barat yang sekuler dan liberal. Bukan pula manusia sosialis ala Marxisme-Komunisme yang hidupnya untuk perjuangan kelas.
Kebijakan pendidikan Indonesia sebagai usaha mencerdaskan kehidupan bangsa harus memiliki fondasi pada konstitusi UUD 1945 dan UU Sisdiknas 2003, termasuk di dalamnya Peta Jalan. Visi pendidikan Indonesia tidak cukup hanya bersifat pragmatis untuk mendidik generasi bangsa yang berkeahlian tinggi dan mampu beradaptasi dengan dunia kerja (link and match) semata seperti robot buatan pabrik.
Pendidikan Indonesia harus merupakan usaha menyeluruh dan terpadu antara aspek kognitif dan psikomotorik dengan afeksi dan akal budi secara keseluruhan. Intinya manusia yang utuh lahir dan batin dalam seluruh dimensinya. Bukan manusia Indonesia satu dimensi.
Usaha mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi tujuan umum pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaaan UUD 1945 menurut Prof Taufik Abdullah bukanlah semata cerdas kognisinya tetapi kehidupan manusia Indonesia secara keseluruhan.
Dalam pandangan Kyai Ahmad Dahlan terkait dengan pendidikan iman dan amal, akal suci, dan kemajuan. Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara menyangkut pendidikan akal budi manusia. Pendidikan Indonesia harus pendidikan konstitusional, artinya berdasarkan pada pasal 31 UUD 1945 yang menjadi pangkal utamanya.
Karenanya memasukkan aspek keimanan dan ketaqwaan, nilai agama, dan akhlak mulia dalam Peta Jalan Pendidikan maupun pemikiran dan kebijakan pendidikan nasional kapanpun dan di era pemerintahan manapun bukanlah aspirasi umat beragama, tetapi melekat dengan konstitusi dan perundang-undangan, yang bersifat fundamental dan imperatif.
Pemerintah, DPR, dan Kemendikbud atau institusi negara apapun akan salah jika menjauhkan nilai-nilai Ketuhanan dan keagamaan sebagaimana menjadi perintah konstitusi tersebut. Pemikiran pragmatis dan sekuler yang alergi dan menolak memasukkan kata iman dan taqwa serta nilai agama dalam dunia dan sistem kebijakan pendidikan nasional justru bertentangan dan melawan konstitusi UUD 1945 dan Pancasila.
Pendidikan Indonesia semestinya bervisi “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, unggul, terus berkembang, dan sejahtera, dengan menumbuhkan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya Indonesia”.
Karenanya semua pihak dan orang yang mengurus pendidikan Indonesia harus benar-benar seratus persen paham, menghayati, berkeilmuan luas, berkeahlian, berintegritas moral tinggi, dan berjiwa keindonesiaan sejati yang menguasai sepenuhnya hakikat pendidikan nasional Indonesia berbasis konstitusi UUD 1945, Pancasila, Agama, dan Kebudayaan Indonesia agar tidak tercerabut, tidak salah misi, dan tidak salah tujuan.
Pertaruhannya sangat besar bagi masa depan generasi bangsa dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dengan susah payah diperjuangkan oleh para mujahid dan pendiri negeri tercinta ini.
Sumber Media Sosial: Akun Facebook Haedar Nashir