Beritaneka.com—Berbagai kalangan mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) oleh Baleg DPR RI. Namun, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Al Muzzammil Yusuf meminta pembahasan RUU PKS dilakukan secara komprehensif yang sesuai dengan nilai Pancasila dan budaya Bangsa Indonesia.
Selain berdasarkan Pancasila dan budaya bangsa, komprehensivitas pembahasan tersebut juga harus sesuai konstitusi UUD 1945, khususnya pasal 28G, yang menyebut bahwa bukan hanya perempuan tapi seluruh warga negara berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
“Dalam konteks hubungan seksual, Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 pun sudah memperluas, kekerasan seksual tidak hanya pria wanita, tapi juga lintas gender. Jadi semua bentuk kekerasan atau kejahatan seksual itu keputusan MK sudah mengarah ke situ,” ujar Al Muzzammil seperti dilansir di laman resmi DPR, Kamis (26/08).
Baca juga: Ada 13 WNI Terlantar di Somalia, PKS Desak Pemerintah Cepat Selesaikan
Selain itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menganalogikan pembahasan RUU PKS seperti dalam dua rel. Rel pertama yaitu aspek kekerasan seksual, rel kedua adalah norma bangsa, Pancasila, dan agama. Jadi, menurutnya pelacuran atau aborsi baik dipaksa maupun tidak dipaksa, tidak boleh. Pun soal perzinahan.
“Kalau (negara) barat tidak perlu melarang perzinahan, karena norma mereka cukup selama tidak ada kekerasan. Solusi bagi barat, tidak solusi bagi kita,” tegas Anggota Komisi I DPR RI ini.
Baca juga: Indonesia Harus Merdeka dari Pandemi, Sekjen PKS: Rakyat Tidak Boleh Dibebani
Karena itu, Al Muzzammil menegaskan Baleg DPR RI tidak mengulur-ngulur pembahasan RUU PKS ini. Sehingga, produk hukum yang dihasilkan tidak malah melahirkan kekosongan norma, yaitu melegalkan aspek-aspek yang dilarang oleh agama.
“Bahkan, kita akan beri hukuman sekeras-kerasnya untuk mereka yang melakukan pelecehan seksual. Apapun jenis kelaminnya. Baleg dalam posisi itu. Jadi kalau teman-teman APBGATI mengatakan ada kekosongan hukum, lalu kita ingin membuat UU saya setuju. Justru kita ingin hadirkan UU yang komprehensif, antisipatif, dengan rujukan nilai Pancasila dan budaya bangsa,” tutup legislator dapil Lampung I tersebut.