Beritaneka.com—Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menaikkan honorarium dari petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) pada Pemilu 2024. Dari yang direncanakan, petugas yang termasuk badan Ad Hoc ini nantinya akan menerima honor sebesar Rp1 juta.
“Kita merencanakan untuk meningkatkan honorarium badan ad hoc,” kata Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tantowi di Kantor KPU, Jakarta, Senin (21/3/2022).
Baca Juga: Sukses MotoGP 2022, Sandiaga Uno: Mandalika Makin Menawan Penyelenggara Balap Dunia
Kenaikan ini sebagai bentuk evaluasi honorarium badan Ad hoc pada Pemilu 2019 kemarin yang dianggap kurang manusiawi. Ketua KPPS saat itu hanya mendapat honor sebesar 550 ribu rupiah, sementara anggota sebesar 500 ribu rupiah.
Awalnya, KPU menginginkan honor yang ideal didapat para petugas ini setingkat UMR. Namun, Pramono menyebut hal ini justru akan berpengaruh pada tingginya anggaran yang dibutuhkan.
“Maka karena itu, setelah dihitung-hitung angka sekitar Rp1 juta untuk KPPS 2024 nanti. Sehingga anggaran yang kita butuhkan untuk kenaikan honorarium itu sekitar Rp4-5 triliun,” katanya.
Beritaneka.com—Keterwakilan perempuan 30% di Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada periode 2022-2027 tidak terwujud. Hal ini berdasarkan keputusan Komisi II DPR menetapkan tujuh calon anggota KPU dan lima anggota Bawaslu terpilih untuk periode lima tahun ke depan.
Dari tujuh calon anggota KPU dan lima calon anggota Bawaslu terpilih, tercatat di masing-masing lembaga hanya terisi oleh satu orang perempuan hasil pilihan Komisi II DPR RI usai mempertimbangkan dari hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang digelar selama 3 hari sejak Senin (14/2/2022).
Calon anggota KPU terpilih hanya menempatkan nama Betty Epsilon Idroos. Betty merupakan Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta periode 2018-2023 yang menjadi perempuan satu-satunya masuk dalam daftar tujuh calon anggota KPU terpilih.
Baca Juga: Hujan Deras Puncak Bogor, Bendung Katulampa Siaga 3
Sedangkan, dari lima calon anggota Bawaslu terpilih periode 2022-2027, Komisi II DPR hanya menempatkan nama Lolly Suhenty. Lolly merupakan anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat (Jabar). Formasi ini masih seperti periode sebelumnya, di mana masing-masing lembaga hanya menduduki satu orang perempuan untuk duduk sebagai penyelenggara pemilu.
KPU periode 2017-2022 hanya menempatkan Evi Novida Ginting Manik. Sementara, Bawaslu RI hanya menempatkan Ratna Dewi Pettalolo. Untuk diketahui, desakan keterwakilan perempuan 30% ini disuarakan oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Netgrit, Perludem, Kode Inisiatif, Puskapol UI, hingga Pusako Universitas Andalas.
Koalisi masyarakat sipil meminta Komisi II DPR perlu memillih 30% perempuan untuk masing-masing lembaga penyelenggara pemilu.
“Artinya, untuk KPU, DPR perlu memilih 3 orang perempuan dari 7 komisioner yang akan dipilih. Untuk Bawaslu, DPR perlu memilih 2 orang perempuan di antara 5 nama yang akan dipilih,” demikian bunyi pernyataan sikap koalisi masyarakat sipil yang kami kutip hari ini.
Koalisi berpandangan, keterpilihan 30% perempuan sebagai komisioner KPU dan Bawaslu penting untuk memastikan ketaatan DPR terhadap UU Pemilu, sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan untuk memilih anggota KPU dan Bawaslu. “Di dalam UU Pemilu sudah eksplisit disebutkan, bahwa di dalam memilih anggota KPU dan Bawaslu, wajib hukumnya untuk memerhatikan 30% perempuan,” kata koalisi masyarakat sipil.
Beritaneka.com—Komisi II DPR yang membidangi masalah pemerintahan belum memiliki agenda untuk mengakomodir permintaan dari KPU karena belum ada kesepakatan jadwal antara KPU dan pemerintah terkait jadwal Pemilu 2024.
Hal ini menanggapi pernyataan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi yang mengatakan pihaknya telah berkirim surat ke DPR untuk berkonsultasi dengan Komisi II membahas Peraturan KPU (PKPU) tentang jadwal Pemilu 2024 dalam rapat dengar pendapat (RDP).
Baca juga: Didukung DPR, Kejagung Segera Lelang Aset Koruptor Jiwasraya
Sampai detik ini belum ada kesepakatan resmi antara pemerintah dan KPU. Sesuai agenda, Komisi II ketika membuat jadwal kegiatan selama masa sidang, tidak dimasukkan agenda RDP dengan KPU baik mengenai tanggal maupun tahapan-tahapan.
“Tanggal 7 Desember kita sudah paripurna, sampai saat ini belum ada agenda yang diubah pimpinan komisi untuk mengakomodir surat dari KPU yang disampaikan kepada Sekjen. Soal KPU mengajukan surat, itu enggak ada masalah, cuma DPR sendiri akan segera memasuki masa tutup masa sidang tanggal 16 Desember,” jelas Anggota Komisi II DPR RI Guspardi, dalam berita rilisnya, Kamis (2/12/2021).
Baca juga: DPR Dukung Kerjasama Internasional untuk Ketahanan Ekonomi
Ia berharap pemerintah dan KPU bisa segera mencapai kata sepakat soal tanggal Pemilu 2024. Semakin cepat tanggal ditetapkan maka semakin panjang waktu bagi KPU untuk mempersiapkan Pemilu.
“Kami tergantung kesepakatan pemerintah bersama KPU. Persoalan itu kan harus diputuskan oleh dua institusi itu, bukan DPR. Jika sudah tercapai kesepakatan, DPR tinggal sahkan saja. Tapi sampai saat ini belum ada kesepakatan tanggal pelaksanaan pemilu apakah 21 Februari atau 15 Mei,” kata Guspardi.
Baca juga: Dasar Hukum tidak Jelas, Legislator DPR Kritisi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021
Ia memastikan Komisi II bisa menginisiasi rapat pengambilan keputusan tanggal pemilu di masa sidang ini sebelum akhir tahun asalkan pemerintah dan KPU sudah sepakat.
“Jika Pemerintah bersama KPU sudah menyatakan kesepakatan, selanjutnya bisa saja dilakukan berdasarkan rapat pimpinan dan pleno diagendakan kegiatan penentuan jadwal pemilu. Kita cari jadwal yang kosong,” pungkasnya
Beritaneka.com—Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja bersama Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) RI. Dalam paparannya, Ketua KPU Ilham Saputra menjelaskan alasan pihaknya mengusulkan pemungutan suara Pemilu 2024 digelar pada 21 Februari 2021.
“Kenapa kami mengusulkan tanggal pemilu jadi 21 Februari 2024. Tentu dengan mempertimbangkan memberikan waktu yang memadai untuk penyelesaian sengketa hasil pemilu dan penetapan hasil pemilu dengan jadwal pemilihan. Karena ini pertama kali kita laksanakan pemilu dan pilkada di tahun yang sama,” kata Ilham di DPR, Jakarta, hari ini Senin (6/9/2021).
Ilham menjelaskan, beban kerja para penyelenggara pemilu juga menjadi pertimbangan usulan tanggal pemungutan suara.
Baca Juga: Minum Kopi Hitam Tanpa Gula Tingkatkan Imunitas Tubuh
“Tentu perlu dipertimbangkan bagaimana nanti Parpol harus punya kursi yang disyaratkan UU 10 tahun 2016. Juga memperhatikan beban kerja badan adhoc yang beririsan dengan tahapan pemilihan,” katanya.
Ilham menyebutkan, KPU mempertimbangkan agar hari pemungutan suara Pemilu 2024 tidak bentrok dengan hari raya keagamaan.
“Kemudian agar hari pemilihan tidak bertepatan dengan hari keagamaan, kita sudah hitung Ramadan di bulan April. Kemudian rekapitulasi tidak bertepatan dengan hari raya keagamaan seperti misal Idul Fitri,” katanya.
Baca Juga: Bio Farma Punya BioSaliva, Test Covid-19 Kumur dengan Sensitivitas 95 Persen
Sementara untuk Pilgub dan Pilwalkot, KPU mengusulkan dilaksanakan pada November 2024. “Untuk pemilihan kami juga sudah hitung juga mengacu UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa pemilihan disebutkan di situ pemilihan dilakukan pada November 2024. Nah atas dasar tersebut, kami mengusulkan Pilgub, Pilkot pada November,” kata Ilham.