Beritaneka.com, Jakarta —Elektabilitas Prabowo sebagai calon presiden 2024 kian melesat tinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan lembaga survei Indonesia Polling Stations (IPS), elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menembus angka 30 persen.
“Hasil survei IPS menegaskan bahwa jika pemilihan presiden (Pilpres) dilaksanakan saat ini sebanyak 30,2 persen responden mengaku akan memilih Prabowo Subianto,” kata Peneliti Senior IPS, Alfin Sugianto dalam rilis survei yang digelar Rabu (10/8/2022).
Selain Prabowo, sebanyak 19,8 persen responden menyatakan akan memilih Ganjar Pranowo dan 18,9 persen akan memilih Anies Baswedan.
Baca Juga:
- Film Pengabdi Setan 2: Communion Capai 3 Juta Penonton dalam 5 Hari Tayang di Bioskop
- Soal Kasus Tewasnya Brigadir J, Presiden: Ungkap Kebenaran Apa Adanya
- WNI Korban Penyekapan di Kamboja Bertambah, Kemenlu: Ada 232 Orang
- Pemerintah Tambah Honor Panitia Pemilu 2024, Ini Rincian Lengkapnya
- Pemprov NTT Tunda Pemberlakuan Tiket Masuk Pulau Komodo Rp3,75 Juta
- Gebyar Muharam dan Milad Ke-3 Indonesia Food Share, Gelorakan Gerakan Kebaikan
“Secara umum belum ada perubahan preferensi capres dibandingkan survei IPS sebelumnya. Hanya Prabowo Subianto yang mengalami peningkatan elektabilitas, sementara elektabilitas tokoh-tokoh lain cenderung stagnan,” kata Alfin.
Hasil survei IPS kali ini, sambung dia, menegaskan untuk pertama kalinya elektabilitas Prabowo menembus angka 30 persen. Padahal, selama ini Prabowo belum banyak melakukan gerakan di masyarakat dan dideklarasikan sebagai sebagi capres oleh komunitas-komunitas.
“Berbeda dengan kandidat lain yang sangat rajin bersolek di media sosial atau membuat deklarasi-deklarasi di akar rumput, Prabowo relatif senyap dari gegap gempita untuk menjadi capres,” kata dia.
Alfin menjelaskan, 52 persen redponden sudah mantap pada nama capres pilihannya. Namun, 40,8 persen responden menjawab masih ada kemungkinan mengubah pilihannya atau masuk golongan swing voters.
“Dengan data ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan perubahan elektabilitas capres pada survei selanjutnya masih cukup terbuka,” tuturnya.
Berikut elektabilitas 10 nama-nama capres, termasuk Elektabilitas Prabowo berdasarkan survei IPS:
- Prabowo Subianto 30,2 persen
- Ganjar Pranowo 19,8 persen
- Anies Baswedan 18,9 persen
- Ridwan Kamil 7,2 persen
- Sandiaga Uno 5,7 persen
- Agus H Yudhoyono 4,4 persen
- Erick Thohir 3,7 persen
- Puan Maharani 2,9 persen
- Airlangga Hartarto 2,5 persen
- Muhaimin Iskandar 1,9 persen
Beritaneka.com, Jakarta — Simulasi pemilihan presiden (pilpres) ini dilakukan Lembaga Survei Indonesia Polling Stations (IPS) dengan menampilkan dua nama calon presiden (capres), yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan.
Dalam hasil survei tersebut, ketika Prabowo Subianto head-to-head dengan Ganjar Pranowo, tanpa ada nama calon wakil presiden (Cawapres), menunjukkan Prabowo mendapatkan suara 62,1 persen
“Mayoritas publik (62,1persen) akan memilih Prabowo Subianto, sedangkan Ganjar Pranowo hanya sebesar 34,4persen, sisanya sekitar 3,5 persen menjawab tidak tahu,” kata Peneliti IPS, Alfin Sugianto saat memaparkan hasil survei, Senin (27/8/2022). Alfin melanjutkan, jika Prabowo Subianto berhadapan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tetap dengan tanpa nama Cawapres, Prabowo juga unggul jauh dari Anies.
Baca Juga:
- Anak SD Pamer Nilai Rapor ke Mamanya yang Sudah Meninggal via WA, Isinya Bikin Nangis
- MUI: Promosi Minuman Keras Holywings Sebut Muhammad dan Maria Pancing Kemarahan Umat
- PeduliLindungi Dipakai Beli Minyak Goreng, 1 KTP Maksimal 10 Liter
Sebanyak 61,5 persen akan memilih Prabowo Subianto, sedangkan Anies Baswedan hanya dipilih 35,8 persen suara. “Sisanya sekitar 2,7 persen menjawab tidak tahu,” kata Alfin. Kemudian dalam simulasi lain, jika pilpres dilaksanakan hanya dua calon saja, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, maka 44 persen akan memilih Ganjar Pranowo, sedangkan Anies Baswedan sebesar 42 persen, sisanya sekitar 14 persen menjawab tidak tahu.
Namun, jika Pilpres dilaksanakan tiga calon presiden, maka bagian terbesar sekitar 46,6 persen memilih Prabowo Subianto, diikuti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, Ganjar 28,2 persen, dan Anies 25,2 persen.
Jajak pendapat IPS dilakukan pada 13 hingga 23 Juni 2022 di 34 provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Populasinya seluruh warga negara Indonesia yang minimal telah berusia 17 tahun atau telah memiliki KTP.
Jumlah sampel dalam survei tersebut sebanyak 1.220 responden, dengan margin of error +/- 2,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara probability dengan teknik acak bertingkat (multistage random sampling). Lantas, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara tatap muka oleh tenaga terlatih dengan bantuan/pedoman kuesioner.
Beritaneka.com — Kolaborasi PKB dan PKS dinamakan Koalisi Semut Merah karena kedua partai diharapkan dapat memberikan dampak positif pada masyarakat. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengakui banyak pihak yang meminta agar tidak berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, PKB menegaskan tidak ada perbedaan ideologi dengan PKS.
“Sebenarnya gini, PKB itu basisnya nasionalis-Islam, PKS Islam-nasionalis kan gitu-gitu saja. Sama saja enggak ada bedanya. Saya bilang semut karena kecil-kecil yang kumpul, tapi memberikan harapan kepada masyarakat, satu politik identitas hilang, tidak boleh gontok-gontokan,” kata Wakil Ketua Umum (Waketum) PKB Jazilul Fawaid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta dikutip Selasa (14/6/2022).
Jazilul mengakui di PKB banyak yang memberikan masukan agar PKB tidak berkoalisi dengan PKS. Namun, dia menegaskan dalam politik ini PKB ingin mencari teman, bukan musuh.
“Kami sendiri terus terang di PKB, banyak juga yang memberikan masukan ke saya, mbok ya jangan dengan PKS. Ya itu sebagai masukan kami terima, tapi politik ini kan tidak boleh, kita tahu, politik itu mencari teman bukan mencari musuh,” ucapnya.
Untuk itu, Wakil Ketua MPR ini menegaskan tidak ada alasan PKB untuk menolak PKS yang mengajak berteman. “Buat PKB selama ini politik itu cari teman. Kalau PKS mau berteman kenapa kita tolak,” tutur Jazilul. Dia berharap Partai Nasdem dan Partai Demokrat dapat melengkapi Koalisi Semut Merah.
Menurut Jazilul jika kedua partai tersebut masuk maka akan lebih bagus bagi koalisi tersebut. Pihaknya juga terus melakukan pendekatan ke semua partai yang memiliki keyakinan untuk menang. “Dari tokoh-tokoh atau nama yang muncul sampai hari ini belum ada yang meyakinkan untuk menang. Nah kalau ada, saya yakin cepat tuh kumpulnya. Misalkan begitu si A begitu meyakinkan secara survei atau apapun prestasi dan lain lain bisa menang itu gampang. Tapi hari ini tidak ada. Makanya PKB ikut menampilkan tokoh Gus Muhaimin (Iskandar),” kata Jazilul.
Oleh: M. Jamiluddin Ritonga, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul
Beritaneka.com—Menduetkan Anies Baswedan dan Puan Maharani pada Pilpres 2024 memang punya plus minus.
Plusnya, Duet Anies dan Puan otomatis dapat diusung oleh PDIP. Partai ini pemenang Pemilu 2019 dan dapat mengusung sendiri pasangan capres dan cawapres. Dengan begitu, Anies tidak perlu lagi mencari partai politik untuk mengusungnya.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Duet Airlangga – Ganjar Akan Layu Sebelum Berkembang
Pasangan ini juga kombinasi religius dan nasionalis, sehingga dapat mengakomodir calon pemilih. Suka tidak suka, religius dan nasionalis merupakan cermin masyarakat Indonesia.
Selain itu, duet Anies dan Puan akan diusung partai politik yang kadernya militan. Hal ini menggaransi pasangan ini akan didukung mesin politik yang solid yang dengan mudah digerakkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Minusnya, duet Anies dan Puan didukung oleh kekuatan yang berbeda. Pada umumnya, pendukung Anies tidak menyukai Puan dan PDIP. Sebaliknya, pendukung Puan dan kader PDIP tidak menyukai Anies.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: MKD dan Golkar Harus Cepat Tangani Kasus Azis Syamsudin
Jadi pendukung Anies dan Puan seperti minyak dan air, sehingga sulit untuk bersatu. Karena itu, para pendukung bukan menyatu untuk membesarkan duet Anies dan Puan, tapi justeru akan berpeluang untuk saling meniadakan.
Karena itu, peluang menang duet Anies dan Puan dalam Pilpres 2024 relatif kecil. Perkiraan itu akan gugur, bila duet Anies dan Puan hanya berhadapan pasangan boneka yang memang disiapkan untuk kalah.
Penulis buku:
- Perang Bush Memburu Osama
- Tipologi Pesan Persuasif
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999.
Beritaneka.com—Sabtu, 8 Mei 2021 mulai pukul 12.30 WIB—15.00 WIB, mahasiswa program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana menggelar diskusi publik bertajuk Capres 2024: Saling Intip Partai Politik.
Even ini direncanakan menghadirkan narasumber di antaranya Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Hermawi Taslim, dan ahli komunikasi politik Universitas Mercu Buana Dr. A. Rahman, HI., M.Si., CICS.
Latar belakang diskusi publik ini digelar melihat dinamika politik Indonesia belakangan yang menghangat dengan adanya sejumlah partai politik yang melakukan sejumlah pertemuan dan silaturahmi antarelite. Dalam konteks politik menuju pesta demokrasi pada 2024, komunikasi politik itu membuka celah munculnya koalisi menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Baca juga: Jadi Role Model, AHY Apresiasi DPC Demokrat Surabaya
Kendati Pilpres 2024 masih berlangsung 3 tahun lagi, perbincangan publik mengenai nama-nama kandidat yang mendapat dukungan publik menuju Pilpres 2024, sudah mulai bermunculan.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta Dr. Heri Budianto, M.Si mengatakan bahwa fenomena Pilpres 2024 bakal menyedot perhatian dalam beberapa waktu ke depan dan menjadi kajian menarik, tidak hanya oleh partai politik tetapi juga melibatkan kalangan akademisi dan kelompok berpengaruh pembentuk opini (key opinion leader).
Heri menjelaskan sebagai insan akademik yang tengah belajar, mahasiswa perlu diberikan wawasan praktis langsung dari para aktor politik baik dari partai politik maupun penggiat konsultan politik.
“Agar wawasan tersebut menjadi satu kajian kasus yang dapat dibedah dari perspektif ilmu komunikasi,” ujarnya, Kamis (6/5/2021).
Sejalan dengan itu, dia menilai diskusi publik yang digelar oleh mahasiswa kelas Media dan Politik Pencitraan cukup penting untuk memberikan perspektif keilmuan yang baru sebagai bekal mendorong lahirnya para magister di bidang komunikasi politik.
Baca juga: DPP Demokrat Layangkan Somasi Terbuka Pada Peserta KLB Deli Serdang
Ketua panitia kegiatan St Arief Setiaji menuturkan sejumlah narasumber perwakilan partai politik yang diundang dalam diksusi itu sangat representatif untuk menggambarkan peta koalisi menuju Pilpres 2024.
Arief mencontohkan PKS dalam beberapa waktu terakhir ini cukup aktif membangun komunikasi politik dengan sejumlah parpol seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
“Langkah PKS yang cukup aktif membangun komunikasi menggambarkan mesin politik menuju Pilpres 2024 sudah dinyalakan sejak sekarang,” katanya.
Selain itu, Arief menilai parpol seperti Nasdem biasanya memiliki ‘indera penciuman’ lebih dini untuk melihat tokoh politik yang prospektif untuk diusung sebagai calon pemimpin. Hal itu sudah dilakukan oleh Nasdem di sejumlah pemilihan kepala daerah dan berhasil.
Dari aspek akademik, Arief menutukan diskusi itu akan memberi perspektif baru dari parpol khususnya dalam menyiapkan strateginya menghadai Pilpees 2024 yang masih dibayangi situasi pandemi Covid-19.
“Pemilu dan Pilpres 2024 akan beda situasinya. Isu pandemi masih akan mewarnai. Strategi parpol tak bisa dengan pendekatan yang biasa lagi,” katanya.
Selain itu, kegiatan disuksi tersebut menjadi sarana belajar yang produktif bagi mahasiswa, khususnya di Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana untuk melihat dan mendengar langsung praktik komunikasi dan strategi politik yang bakal dijalankan oleh para aktor-aktor politik ke depan.(ZS)
Beritaneka.com—Kunjungan Gubernur DKI Jakarta, Anies Bawesdan, ke Jawa Tengah dan Jawa Timur ditafsirkan banyak makna. Ada yang melihat hanya makna tersurat, tapi lebih banyak lagi dari tersiratnya.
Secara tersurat, kunjungan Anies itu hanya untuk mengamankan pangan warga Jakarta dan keinginan menyejahterakan petani. Hal itu diungkapkan Anies secara tegas saat di Cilacap dan Ngawi.
“Namun demikian, secara tersirat kunjungan Anies ke dua provinsi itu juga dapat dimaknai dalam konteks politis. Sebab, saat singgah di Sragen, bos beras di wilayah tersebut dengan tegas mendukung Anies Baswedan pada Pilpres 2024,” ujar M. Jamiluddin Ritonga, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Reshuffle Kabinet, Semua Wakil Menteri Ditiadakan
Menurut penulis buku Perang Bush Memburu Osama, hal itu juga diperkuat dengan kunjungan Anies ke Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo untuk sowan kepada ulama. Anies juga menginap di Kota Madiun dan bertemu wali kotanya, selain juga bertemu Gubernur Jawa Timur Chofifah Indar Parawansa.
Lebih jauh, Jamil yang juga pengajar metode penelitian komunikasi menegaskan, rangkaian pertemuan itu, memang bernuansa politis. Kepada ulama, Anies berupaya mendekatkan diri dengan datang langsung ke Pondok Modern Gontor. Dukungan ulama ini sangat diperlukannya agar nantinya Jawa Timur dapat menjadi lumbung suaranya.
“Dukungan juga diharapkan dari Ngawi dan Madiun, yang dikenal basis merah. Kalau basis merah juga mendukungnya, maka Jawa Timur sebagai suara terbesar kedua secara nasional dapat dikuasai Anies,” ungkap Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999 ini.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Jauhkan Vaksin dari Kepentingan Politik
Hal yang sama juga terlihat di Jawa Tengah yang merupakan suara terbesar ketiga secara nasional. Dengan masuk ke Cilacap dan Sragen, Anies juga berupaya untuk mendapat dukungan dari basis merah yang terbesar di Indonesia. Kalau basis merah Jawa Tengah mendukung Anies, maka peluang memenangkan suara yang selama ini dikuasai PDIP dapat diwujudkan.
Upaya menguasai suara di Jawa makin terlihat dengan rencana kunjungan serupa ke Sumedang, Jawa Barat, selesai lebaran. Jawa Barat sebagai suara terbesar secara nasional tampaknya menjadi kalkulasi Anies untuk memuluskannya pada Pilpers 2024.
“Jadi, kunjungan Anies ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan nanti usai lebaran ke Sumedang (Jabar) tentulah lebih kental politisnya daripada sekedar urusan pangan. Sebab, kalau hanya urusan pangan, cukup petinggi Pemprov. DKI Jakarta saja yang datang ke wilayah tersebut,” tegasnya.
Upaya Anies untuk mendapat dukungan dari tiga provinsi itu tentu strategi cerdas. Sebab, kalau tiga provinsi itu dikuasai, termasuk juga DKI Jakarta yang merupakan basisnya, maka peluang menang pada pilpres makin terbuka.
Apalagi kalau Anies juga mendapat dukungan dari Banten dan Yogyakarta, maka aroma menjadi presiden tinggal menunggu waktu saja.(ZS)