Oleh: Dr. Rino A. Sa’danoer
Beritaneka.com—“Scarcity” atau “kelangkaan” adalah puncak dari perebutan umat manusia terdahap sumber daya dunia guna memenuhi hasrat hidupnya. Kelangkaan terjadi bila hasrat duniawi melebihi sumber daya yang tersedia untuk memenuhinya, paling tidak ini yang dikatakan oleh para ekonom itu.

Dua kubu “extreme” saling bertanding menawarkan solusi untuk mengatasi kelangkaan tadi, sehingga hasrat kebutuhan hidup, baik primer maupun sekunder, bisa terpenuhi dengan baik. “Komunisme” dan “kapitalisme”, merupakan dua kubu yang cukup lama saling berseteru, yang akhirnya dimenangkan oleh kapitalisme dengan sistem ekonomi pasar sebagai cara untuk memenuhi birahi materialisme masyarakat dunia. Bisakah ekonomi pasar menciptakan keadilan sosial?
Mekanisme ekonomi pasar merupakan proses untuk mencapai “keseimbangan” antara penawaran dan permintaan atas barang dan jasa yang kita perlukan. Pada titik “keseimbangan” itu harga barang dan jasa ditentukan.
Dalam mekanisme pasar, persaingan juga merupakan sesuatu yang lumrah. Persaingan menciptakan effisiensi dalam penggunaan sumber daya tadi. Dalam ekonomi pasar, ada istilah-istilah baku yang digunakan.
“Produsen” adalah pihak yang menyediakan barang dan jasa, “konsumen” adalah pihak yang mengonsumsi barang dan jasa. “Persaingan” antara produsen merupakan hal yang biasa dalam praktik ekonomi pasar. Akibat persaingan ini, yang kuat akan menang, yang lemah ada kalanya tersisihkan.
Dalam persaingan ekonomi pasar, yang kuat yang akan bertahan, sehingga menjadi kuat dan bertahan untuk tetap kuat adalah tujuan bagi setiap pelaku pasar. Ada kalanya pelaku pasar bersekongkol dengan kekuasaan untuk bertahan dalam persaingan. Tidak jarang eksploitasi merupakan jalan untuk bertahan.
Korban eksploitasi bisa pengusaha lain (yang lemah), pekerja atau konsumen. Bentuk eksploitasi bisa bermacam-macam. Pengusaha yang lemah akan didikte oleh pengusaha bermodal kuat, atau tersingkir dari persaingan.
Eksploitasi terhadap konsumen juga terjadi apabila konsumen membeli barang dengan harga di luar kewajaran. Konsumen tidak memiliki pilihan selain tunduk kepada ketentuan harga yg ditetapkan oleh produsen. Eksploitasi terhadap pekerja juga sering terjadi, yaitu apabila mereka diberi upah secara tidak wajar. Umumnya terjadi pada buruh di luar lingkaran manajemen suatu perusahaan.
Dalam sistem ekonomi pasar, yang lemah jarang menikmati keadilan sosial. Dalam posisi ini mereka kehilangan kesempatan yang proprosional untuk menghasilkan “income” yang layak. Perbedaan kesenjangan pendapatan yang mecolok, lemahnya distribusi pendapatan yang merata dan merajalelanya kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi di negara yang menerapkan sistem
ekonomi pasar.
Tetapi apapun akses negatif sistem ekonomi pasar, sistem ini tetap merupakan yang terbaik untuk menghasilkan efisiensi penggunaan sumber daya alam. Yang diperlukan hanyalah seperangkat kebijakan dan tindakan yang akan mengurangi akses negatif sistem ekonomi pasar, sehingga keadilan sosial bisa tercapai.
Untuk mengatasi akses negatif sistem ekonomi pasar, seperangkat sistem sosial dan etika perlu diperkenalkan kepada dunia bisnis. Di negara Jerman misalnya, pemerintahnya memperkenalkan sistem sosial dan etika dalam sistem ekonomi pasarnya, sehingga kesenjangan pendapatan dan perbedaan antara kaya dan miskin bisa ditekan.
Porsi masyarakat kelas menengah menjadi besar. Intervensi pemerintah untuk menolong orang miskin dan yang tidak mampu menjadi kebijakan yang pasti dalam pemerintahannya. Distribusi pendapatan yang merata sangat jelas terlihat dimasysrakatnya.
Kebebasan berserikat dijamin oleh undang-undang, sehingga kelompok masyarakat yang lemah bisa diperkuat posisi tawarnya. Bahkan penentuan upah buruh adalah berdasarkan negosiasi antara serikat pekerja dan pemberi kerja. Lembaga konsumen Jerman merupakan lembaga yang sangat kuat yang dijamin keberadaannya oleh undang-undang. Melalui lembaga konsumen, produsen tidak berani memproduksi produk yang tidak berkualitas yang bisa merusak kesehatan maupun lingkungan.
Secara alami, memang sistem ekonomi pasar akan menghasilkan kelompok yang kuat dan selebihnya akan menyisakan masyrakat yang lemah dari sisi modal dan posisi tawar. Untuk Indonesia, penguasaan oligarki terhadap kehidupan ekonomi dan sosial, bahkan juga politik, merupakan bukti nyata produk sistem ekonomi pasar murni.
Kebijakan pemerintah yang bermuatan etika dan moral perlu diperkenalkan dalam sistem perekonomian Indonesia, sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa diwujudkan, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945.
Selain itu, membangun kekuatan serta posisi tawar kelompok yang lemah perlu digalakkan. Posisi tawar konsumen bisa diwujudkan melalui lembaga konsumen yang kuat. Koperasi merupakan pilihan bagi masyarakat dan UMKM untuk membangun posisi tawar di pasar. Subsidi pemerintah merupakan instrumen yang penting untuk mengangkat masyarakat yang “tersisihkan” sehingga bisa menikmati keadilan sosial. Serikat buruh juga merupakan alat untuk membangun posisi tawar para pekerja.
Jika kita melihat kembali kepada pengalaman di Jerman, prinsip rezim yang berkuasa di sana adalah menelorkan kebijakan maupun peraturan untuk menciptakan kesejahteraan mayoritas rakyatnya. Ini mungkin prinsip yang bisa kita tiru dan terapkan untuk menciptakan keadilan sosial, terutama keadilan sosial dalam sistem ekonomi pasar.