Oleh Dr. Rino A. Sa’danoer
Beritaneka.com, Jakarta —Bisakah koperasi sebagai alat untuk melawan korupsi di negara ini? Korupsi sudah merajalela. Pemberitaan korupsi mendominasi berita sehari-hari yang kita baca dan dengar di media massa maupun media sosial. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah-olah tidak digubris oleh para koruptor. Korupsi bukan saja dilakukan oleh oknum aparat negara, tetapi juga oleh masyarakat swasta, seperti yang terjadi di dunia koperasi baru-baru ini.
Korupsi terjadi karena ada “kesempatan” untuk mengambil dana pihak ketiga, yang bukan merupakan haknya. Selain kesempatan, korupsi juga terjadi karena lemahnya “pengawasan” terhadap aliran dana. Kesempatan dan lemahnya pengawasan bisa ditanggulangi jika aliran dana bisa dipantau secara transparan. Dengan “transparansi”, kesempatan penyelewengan bisa ditekan, karena ketidakjujuran bisa diketahui dengan mudah. Melalui transparansi, pengawasan juga akan lebih mudah dilakukan. Kalau begitu, bagaimana koperasi bisa mengatasi korupsi?
Anggota koperasi adalah “pemilik” koperasi. Sebagai pemilik, anggota berhak untuk tahu apa yang terjadi di koperasinya, baik dari segi proses maupun hasil. Karena dengan transparansi, anggota akan memiliki informasi yang benar, yang akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan strategis, paling tidak pada pengambilan keputusan di setiap Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi. Itu sebabnya, transparansi adalah praktek yang harus ada pada koperasi. Prinsip koperasi yang penting dijalankan oleh koperasi sehingga anggota tahu akan haknya akan transparansi adalah prinsip “pendidikan anggota”. Melalui pendidikan, anggota akan tahu haknya, yang mana salah satunya adalah akses kepada informasi.
Disamping prinsip “pendidikan anggota”, prinsip koperasi lainnya yang berperan untuk melawan korupsi adalah prinsip “keanggotaan yang terbuka” atau “open membership”. Dengan prinsip ini, koperasi berpotensi untuk menjaring anggota dengan jumlah yang tidak terbatas. Melalui prinsip ini, koperasi berpotensi untuk mempunyai jumlah anggota yang besar. Gabungan antara transparansi dan jumlah anggota yang besar akan menekan kemungkinan terjadinya korupsi, karena akses informasi oleh orang banyak akan menutup kemungkinan kecurangan, yang umumnya terjadi jika informasi bisa “disimpan” untuk tidak disebarluaskan.
Kemudian, bagaimana pula bisa terjadi penggelapan atau pencurian uang di dunia koperasi yang banyak diberitakan belakangan ini? Jawabannya cukup mudah. Koperasi yang terlibat dalam kecurangan itu tidak menjalankan prinsip-prinsip koperasi, terutama prinsip “pendidikan anggota”. Dengan absennya pendidikan anggota, maka anggota tidak mengetahui haknya, terutama hak untuk memperoleh informasi, yang akan menciptakan transparansi di koperasi. Disamping itu, kemungkinan besar anggota juga tidak diberikan pengetahuan bahwa anggota adalah “pemilik” koperasi, sehingga anggota juga akan turut bertanggung-jawab atas semua hal yang terjadi di koperasinya. Jika anggota paham bahwa ia turut bertanggung-jawab, tentu anggota akan lebih “agresif” untuk memantau apa yang terjadi di koperasinya. Pantauan anggota akan menurunkan selera para “oknum” untuk berbuat curang. Dengan diterapkannya prinsip-prinsip koperasi, maka koperasi akan terhindar dari korban praktek korupsi atau praktek-praktek sejenisnya.
Bagaimana pula koperasi bisa melawan korupsi di kalangan pemerintah? Korupsi di kalangan pemerintah umumnya adalah penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana APBN digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang bermanfaat untuk masyarakat. Pelaksanaan proyek-proyek ini biasanya diserahkan kepada pihak swasta yang pemilihannya dilakukan melalui proses tender. Biasanya “kebocoran” terjadi pada perpindahan dari tahap rencana kepada tahap implementasi program atau proyek yang dibiayai APBN.
Untuk bisa menekan “kebocoran” dana APBN tadi, maka pelaksanaan program atau proyek sebaiknya lebih banyak dibuka peluangnya kepada koperasi yang menjalankan prinsip-prinsip koperasi dengan benar. Transparansi alur dana APBN beserta hasil yang dicapai bisa menekan kesempatan penyelewengan dana dalam bentuk korupsi atau sejenisnya. Dengan melibatkan koperasi, hasil APBN bisa pula secara langsung dinikmati oleh masyarakat anggota koperasi, yang jumlahnya bisa tidak terbatas. Pelibatan koperasi dalam program atau proyek APBN merupakan satu bentuk “pencegahan” terjadinya korupsi.