Opini Dr. Rino A. Sa’danoer
Beritaneka.com—Jika kita berbicara tentang keadilan sosial, apa artinya? Lebih mudah untuk melihat “tidak” hadirnya keadilan sosial dalam suatu masyarakat dengan melihat gajalanya. Misalnya, adanya kesenjangan pendapatan, konsentrasi kekayaan pada kelompok kecil masyarakat, kesenjangan status sosial atau kemiskinan yang masih merajalela.
Untuk Indonesia, ukuran ketimpangan pendapatan diukur melalui Rasio Gini, yang saat ini adalah sebesar 0,384 (BPS, Maret 2022). Ukuran rasio gini menggunakan angka nol dan satu. Jika rasio gini berada di angka nol, maka pendapatan didistribusikan secara sempurna. Jika nilainya satu, maka konsentrasi pendapatan di negara itu hanya pada satu orang. Angka rasio gini Indonesia menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat.
Kembali kepada definisi “keadilan sosial”, menurut saya, keadilan sosial itu akan tercipta jika terpenuhinya minimal dua persyaratan, yaitu adanya “kesempatan yang sama” bagi seluruh masyarakat untuk membangun kesejahteraan hidupnya dan adanya jaminan untuk “mendapatkan hasil” yang sesuai dengan “usaha” yang diupayakan oleh mereka untuk meraih kesejahteraan itu.
Sedangkan untuk membangun kesejahteraan hidup tergantung juga kepada dua hal, yaitu kesempatan untuk “bekerja” atau “berusaha”. Artinya, jika kesempatan yang sama terbuka bagi semua orang untuk bekerja dan berusaha, dan mendapatkan imbalan yang sesuai dengan upayanya, maka jaminan untuk terciptanya keadilan sosial juga akan terpenuhi, tentunya harus didukung oleh semua kebijakan makro dan mikro yang relevan.
Apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan kesempatan yang sama bagi semua orang? Kesempatan yang sama bisa diperoleh jika “aturan main” untuk mendapatkan kesempatan itu diberlakukan sama untuk semua orang. Antara lain, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk membuka usaha tidak dibatasi oleh jenis kelamin, umur, ras, suku atau agama. Kesempatan berusaha juga tidak boleh dibatasi oleh jenis usaha (kecuali jenis yang dilarang oleh undang-undang atau agama), pemilihan tempat berusaha atau pemberian hak monopoli kepada pengusaha tertentu. “Aturan main” yang berlaku umum untuk semua orang ini adalah aturan yang harus dijamin oleh pemerintah, sehingga semua orang mempunyai peluang yang sama untuk berusaha atau untuk mendapatkan pekerjaan.
Unsur lain untuk menciptakan keadilan sosial adalah “jaminan” bahwa setiap orang akan menikmati “hasil” usahanya sesuai dengan upaya yang dikeluarkannya untuk mencapai hasil itu. Jaminan ini juga perlu diatur melalui aturan yang pelaksanaannya dijamin oleh pemerintah. Melalui jaminan peraturan tersebut, baik melalui undang-undang maupun peraturan yang lebih rendah, akan memicu motivasi pegawai maupun pengusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Bagaimana peran koperasi dalam membentuk keadilan sosial?
Jika kita mempelajari tujuan didirikannya koperasi dan meninjau sejarah berdirinya koperasi diseluruh dunia, maka tujuan berdirinya koperasi adalah untuk mengangkat “keterpurukan” masyarakat dari kesenjangan ekonomi maupun sosial. Begitu pula halnya di Indonesia. Tujuan seseorang untuk bergabung dalam koperasi adalah untuk mengangkat posisi ekonominya, sehingga bisa memperbaiki status sosialnya. Jika kita mengacu kepada definisi International Cooperative Alliance (ICA) yang menyebutkan bahwa, “cooperatives are people-centered enterprises… to relise their common economic, social and cultural needs“. ICA, dalam hal ini, lebih jauh menekankan tujuan koperasi selain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, juga kebutuhan sosial dan budaya anggotanya.
Menurut undang-undang Koperasi yang saat ini berlaku yaitu UU Koperasi no 25 tahun 1992 pasal 3 menyebutkan, “koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota…”. Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa koperasi sebagai bangun organisasi memang diciptakan sebagai “kendaraan” untuk menciptakan “kesejahteraan”.
Jika koperasi berkembang dengan baik di Indonesia, maka kesejahteraan masyarakat yang bergabung sebagai anggotanya akan berkembang pula. Peningkatan kesejahteraan ini akan menekan lebih jauh “kesenjangan” ekonomi yang terjadi di masyarakat, sehingga bisa menciptakan keadilan sosial di Indonesia.
Koperasi juga menciptakan kesempatan yang sama untuk setiap anggotanya. Salah satu prinsip koperasi ICA yaitu, “voluntary and open membership”, menjamin kesamaan dan kesetaraan di antara anggotanya. Lebih jauh pasal 5a UU 25/92 menyebutkan bahwa “keaggotaan bersifat sukarela dan terbuka”.
Penjelasan pasal ini diuraikan lebih lanjut melalui penjelasannya bahwa, “keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun”. Prinsip “voluntary and open membership” ini membuka “kesempatan yang sama” bagi setiap orang. Dengan demikian, melalui koperasi, anggota bisa memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan kesejahteraan ekonominya.
Prinsip koperasi, baik menurut ICA maupun menurut undang-undang yang berlaku, sudah menunjukkan bahwa syarat untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial sudah dipenuhi oleh koperasi.
Persyaratan yang kedua untuk mencapai kesejahteraan sosial adalah “imbalan” atas “upaya”. Dalam prakter koperasi ada yang dikenal dengan konsep “Sisa Hasil Usaha” atau yang lazim disebut sebagai SHU.
SHU ini adalah “imbalan” yang diterima oleh anggota sebagai akibat dari “interaksinya” dengan koperasi. Imbalan ini diterima oleh amggota sesuai dengan intensitas anggota dalam menggunakan jasa yang disediakan oleh koperasi. Setiap anggota akan menerima SHU yang berbeda dari satu sama lainnya, tergantung kepada “keaktifan” masing-masing anggota untuk memanfaatkan jasa koperasinya.
Di dalam koperasi, pembagian pembagian SHU ini juga dijamin oleh UU 25/1992. Bab IX, pasal 45 pada undang-undang ini menyebutkan, “Sisa Hasil Usaha …, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh, masing-masing anggota dengan Koperasi,…”.
Seperti yang sudah kita lihat di atas, koperasi sebagai suatu organisasi memang sudah dilengkapi dengan “perangkat” untuk mewujudkan keadilan sosial. Aturan main yang menjamin terwujudnya kedua persyaratan tersebut juga sudah jelas dijamin oleh undang-undang yang belaku. Mereplikasi keberadaan koperasi di seluruh wilayah Indonesia akan mereplikasi pula persyaratan untuk mencapai keadilan sosial. Berkembang tumbuhnya koperasi di Indonesia akan membuka “jalan” untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.