Oleh: Lina Marlina, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Beritaneka.com—Dunia sudah dua tahun terakhir dilanda oleh pandemi Covid-19. Hampir semua sector kehidupan kita terpukul terutama sector ekonomi akibat dari larangan berkumpul atau aturan menjaga jarak yang terus disosialisasikan oleh pemerintah. Hal ini juga memicu berbagai pihak untuk segera dapat mengatasi pandemi ini, salah satunya adalah dengan segera menemukan vaksin.
Vaksin diyakini sebagai jawaban dalam mengakhiri derita pandemic ini. Para ahli berpendapat kemajuan teknologi dan pengetahuan dapat mempercepat proses penemuan vaksin Covid-19. Di Indonesia sendiri salah satu yang berupaya melakukan penemuan vaksin tersebut adalah dilakukan oleh mantan Menteri Kesehatan, dr.Terawan Agus Purwanto dengan penemuan vaksinnya yang diberi nama Vaksin Nusantara.
Baru-baru ini public dihebohkan oleh pernyataan dr.Terawan dalam webinar yang menyatakan bahwa saat ini di seluruh dunia sedang membicarakannya, termasuk terakhir dari New York dan sebagainya, karena sudah terbit jurnal PubMed. Itu isinya adalah dendritic cell vaccine immunotherapy atauVaksin Nusantara, the begining of the end cancer and Covid-19.
Dunia sepakat punya hipotesis bahwa yang menyelesaikan hal ini termasuk Covid-19 adalah dendritic cell vaccine immunotherapy atau Vaksin Nusantara. Jurnal yang dimaksud oleh Terwan adalah Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy: the beginning of the end of cancer and COVID-19, A hypothesis”. Jurnal itu ditulis oleh sejumlah peneliti, salah satunya adalah Amal Kamal Abdel-Aziz dari Department of Experimental Oncology, European Institute of IRCCS, Milan, Italia.
Padahal baru beberapa waktu lalu pihak pemerintah melalui BPOM, Kementerian Kesehatan dan TNI AD melakukan kesepakatan untuk menghentikan pengembangan vaksin nusantara dan menggantinya dengan nama Penelitian Sel Dendritic.
Baca juga: Cegah Penularan Covid-19 Secara Persuasif, Pemerintah Perlu Satu Suara
ApaituVaksin Nusantara?
November 2020, dr.Terawan Agus Putranto ketika masih menjabat Menteri Kesehatan. Riset pengembangan vaksin berbasis sel dendritik ini dilakukan melalui kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dengan PT Rama Emerald Multi Sukses yang belakangan disebut sebagai Vaksin Nusantara. Vaksin Nusantara merupakan vaksin yang dikembangkan dari sel dendritik. Metode ini biasa digunakan dalam terapi kanker. Merujuk pada jurnal European Institute of Oncology disebutkan bahwa vaksin yang dibangun dari sel dendritik cukup ampuh melawan Covid-19. Sebelumnya, metode sel dendritik terbukti ampuh menangani pasien kanker melalui mekanisme imunitas anti tumornya sebagai adjuvant yaitu pendorong terbentuknya imun.
Pada konferensi virtual, Selasa (25/5/2021), Terawan mengutip literature yang menyebutkan bahwa pengaruh dari vaksin dari sel dendritik akan bertahan berpuluh tahun, dan akan awet dalam jangka panjang. Adapun, metode sel dendritik sudah dikembangkan di RSPAD Gatot Soebroto sejak 2015 untuk pengobatan kanker. Ini yang membuat dr.Terawan mengklaim bahwa Indonesia bisa menjadi negara pertama yang mengembangkan sel dendritik, vaksin imunoterapi, yang dunia sudah menyetujuinya dan menghipotesiskan untuk mengakhiri Covid-19. Terawan optimis hal ini bias dibuktikan dengan riset.
Kritik dan Penolakan
Pada April 2021 sejumlah pihak menolak bahkan meminta Terawan menghentikan pembuatan vaksin ini. Sejumlah pihak itu antara lain ilmuwan dari LIPI, guru bersar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), ilmuwan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), para tokoh, perwakilan WHO. Hal ini dipicu oleh adanya penyuntikan vaksin sel dendritik kepada sejumlah orang dan melakukan uji tahap 2 padahal belum mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Orang-orang yang diketahui telah melakukan penyuntikan adalah sejumlah tokoh nasional. Dahlan Iskan yang merupakan mantan Menteri BUMN era Pemerintahan Presiden SBY, Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Aburizal Bakrie, beberapa anggota DPR RI dan sejumlah publik figur. Meski demikian juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa penyuntikan anggota DPR merupakan rangkaian dari uji klinis kedua yang selanjutnya untuk penggunaan secara masal.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyebut ada banyak temuan dari uji klinis yang belum dibereskan oleh tim peneliti, salah satunya produk vaksin ini dibuat dalam kondisi tidak steril. Vaksin seharusnya dibuat secara close systemya itu, mulai dari tahap pengambilan darah, pemaparan antigen virus, hingga memasukkannya kembali kedalam tubuh, darah tidak pernah keluar dari tabung. Dari hasil penelitian tersebut, BPOM menemukan adanya proses pembuatan vaksin secara manual dan open system.
Selain itu BPOM melihat antigen yang dipakai untuk membuat vaksin bukanlah pharmaceutical grade. Produsen antigen tersebut yakni Lake Pharma-USA pun tidak menjamin sterilitasnya. Sebab, sejak awal, antigen itu dibuat bukan untuk dimasukkan kedalam tubuh manusia tetapi untuk riset di laboratorium. Apalagi usai vaksin selesai dibuat, tidak pernah dilakukan uji sterilitas sebelum diberikan kepada manusia. Hal ini memicu resiko pada produk akhir vaksin nusantara yang tidak steril dan menyebabkan adanya resiko infeksi bakteri pada penerima vaksin tersebut.
Kepala BPOM juga menyatakan bahwa proses pembuatan vaksin Nusantara melompati proses yang telah disepakati. Seharusnya vaksin nusantara melalui tahapan pra klinik terlebih dahulu sebelum masuk tahap uji klinik tahap I. Tim yang memproses vaksin Nusantara menolak tahapan itu.
Baca juga: Melawan Wabah Virus Pertambangan
Negosiasi
Polemik yang terjadi antara dr.Terawan beserta tim penelitinya dengan BPOM selaku pihak pemerintah yang memiliki wewenang dalam mengawasi peredaran obat dan makanan cukup membuat riuh di tengah publik sedang berembuk melawan pandemi. Hal ini pun membuat sejumlah pihak bersuara untuk segera dapat mengakhirinya.
Di satu sisi pengembangan vaksin oleh dr.Terawan dan kawan-kawan hasrusnya diapresiasi sebagai sebuah prestasi dan inovasi dari anak bangsa yang berupaya memberikan sumbangsihnya kepada bangsa ini. Apalagi vaksin ini dianggap lebih murah, aman dan halal karena bersifat personalized. Selain itu hal ini juga dapat membantu pemerintah dalam pengadaan vaksin di dalam negeri sehingga tidak tergantung dengan pembelian vaksin konvensional serta dapat menghemat anggaran negara. Apalagi isu nasionasliasme vaksin saat ini telah mencuat.
Di sisi lain, BPOM dan sejumlah pihak masih mempertanyakan keamanan dan efektifitas vaksin tersebut yang belakangan diketahui bahwa pertama kali, Vaksin Nusantara dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat bernama AIVITA Biomedical. Selain itu penelitian sel dendritic merupakan penelitian untuk pengembangan pengobatan kanker.
Maka itu Juru bicara Satgas, Wiku Adisasmito bahkan meminta pengembang vaksin tersebut untuk berkoordinasi dengan BPOM sehingga masalah yang terkait vaksin itu bias diselesaikan. Penyelasian masalah ini salah satunya adalah dengan melakukan negosiasi dan persuasi dari kedua belah pihak. Bagaimana pun kehadiran vaksin nusantara ini perlu menjadi perhatian khusus pemerintah dalam upaya membantu penekanan laju penyebaran virus Covid-19. Dengan adanya negosiasi diharapkan ada win-win solution bagi kedua pihak. Sebagai penggagas dan tim penelitinya, Terawan dapat melakukan penelitiannya lebih lanjut dan sebagai pihak yang berwenang dalam mengawasi obat dan makanan BPOM pun dapat meredam kekhawatiran sejumlah pihak.
Negosiasi menurut Čulo & Skendrović (2012) menyebutkan, negosiasi adalah dialog antara dua orang atau lebih yang dimaksudkan untuk mencapai pemahaman dan menyelesaikan perbedaan untuk menghasilkan kesepakatan tentang tindakan. Dengan demikian, negosiasi adalah proses tawar-menawar dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses negosiasi yang dimaksudkan untuk mengarah pada kesepakatan atau kompromi. Sedangkan menurut Kevin Barge (2009) negosiasi merupakan salah satu pendekatan untuk mengelola perbedaan atau lebih tepatnya untuk mengurangi perbedaan di antara ketidakcocokan dan berakhir dengan sebuah kesepakatan.
Sejumlah Pihak Bertemu
Senin (19/4/2021), Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bertemu. Disaksikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy, ketiganya menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian berbasis pelayanan sel dendritik.
Menurut MoU itu, penelitian berbasis pelayanan sel dendritik itu dilakukan untuk meningkatkan imunitas terhadap Virus SARS-CoV-2. Selain mempedomani kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, penelitian ini juga bersifat autologus. Artinya, penelitian hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar. Ini berarti tidak ada izin edar dari BPOM.
BPOM juga menyatakan bahwa MoU ini bukan kelanjutan dari uji klinis adaptif tahap 1 (satu). Dimana uji klinis tahap 1 yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program Vaksin Nusantara ini masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat critical dan major. MOU ini jika dilihat dari tahapan negosiasi merupakan tahapan penutupan dan implementasi.
Poin-poin dan penjelaskan penjelasan MOU tersebut merepleksikan kesepakatan dengan pendekatan BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement), dimana dr.Terawan tetap dapat melakukan riset dan vasinasi namun tidak untuk diedarkan dan dikomersilkan.
Menko PMK menegaskan bahwa dengan MoU tersebut intinya pengalihan program penelitian yang semula berada dalam platform penelitian vaksin yang berada di bawah pengawasan BPOM kepenelitian berbasis pelayanan yang dipusatkan di RSPAD Gatot Soebroto. Dengan demikian polemic vaksin nusantara dianggap selesai.
Dengan demikian apa yang menjadi kekhawatiran sejumlah pihak dapat diredam, dan satusisi penelitian yang merupakan sebuah inovasi dan alternative dalam membantu herdimmunity masyarakat terhadap serangan virus sudah sepantasnya diapresiasi agar inovasi dan kreativitas ini terus berjalan serta menunjukkan adanya keberpihakan negara terhadap anak bangsa.
Oleh Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Beritaneka.com—KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) secara organisasi memang masih berkibar. Tetapi jiwa dan kehormatannya di masyarakat kini sirna. Menguap seiring dengan dipretelinya kewenangannya. Yang diberikan oleh perwakilan masyarakat di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), melalui TAP MPR No XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
TAP MPR No XI/1998 menghasilkan dua undang-undang (UU). 1) UU tentang Penyelenggaraan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ((UU No 28/1999). 2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau UU Tipikor (UU No 31/1999).
Pasal 43 UU Tipikor memerintahkan dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Yang dibentuk berdasarkan UU No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: BUMN dan Pemerintah: Mesin Utang Luar Negeri
KPK adalah sebuah institusi yang independen, sejalan dengan kebanyakan bentuk institusi pemberantasan korupsi di dunia yang mempunyai masalah korupsi yang kronis. KPK yang independen diperlukan karena institusi normal yang menangani masalah korupsi sedang tidak efektif. Bahkan mungkin ikut terlibat di dalamnya.
KPK yang independen diharapkan dapat memberantas korupsi secara objektif. Tidak tebang pilih. Tidak terafiliasi kekuatan politik. Tidak dijadikan alat politik untuk membabat habis lawan politik.
Hasilnya luar biasa. KPK menjadi pujaan masyarakat di tengah mental bangsa yang sedang rusak. KPK banyak mengungkap kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara, anggota DPR, dan pengusaha. Memang “tiga serangkai” ini merupakan aktor utama korupsi.
Kini masyarakat Indonesia berduka. Dan siap-siap menghadapi penyelenggaraan negara yang amburadul dan seenaknya. Seolah-olah kekayaan negara merupakan milik pribadi. milik kakek dan bapaknya, yang diwariskan kepadanya. Seluruh rakyat Indonesia menanggung beban korupsi ini. Rakyat miskin menanggung derita paling mengenaskan.
Indonesia berduka. Umur KPK yang gagah dan terhormat hanya sekitar 15 tahun saja. Masyarakat gundah memikirkan masa depan Indonesia. Ketika KPK mempunyai gigi taring yang tajam saja, kasus korupsi merajalela. Bagaimana kalau KPK hanya sebagai “zombie”?
Masyarakat sekarang pun sudah merasakan ada yang tidak selaras dengan penanganan korupsi. Karena, ada tersangka, atau calon tersangka, yang sudah jelas namanya, tetapi tidak tersentuh hukum. Menghilang tanpa rimba.
Padahal tersangka Nazaruddin yang sempat menghilang, akhirnya ketangkap juga di Kolombia. Hanya dalam waktu tidak sampai 3 bulan. Padahal Kolombia jauh sekali dari Indonesia. Tetapi KPK yang jaya ketika itu mampu menangkapnya. Memang hebat, KPK yang independen.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen: Antara Mimpi dan Ilusi
Sekarang, ada nama yang sudah jadi tersangka, sampai sekarang masih belum dapat ketemu. Konon, sudah lebih dari 500 hari menghilang “tanpa jejak”. Ada juga yang namanya disebut di dalam persidangan, terindikasi terlibat korupsi, tetapi kemudian juga menghilang. Atau mungkin perkaranya juga sudah menghilang?
Indonesia patut berduka. Umur KPK yang terhormat sangat singkat, hanya sekitar 15 tahun saja. Beberapa pihak mengusulkan KPK sebaiknya dibubarkan. Atau setidak-tidaknya taringnya dicabut, alias wewenangnya dipreteli. Alasannya, KPK membuat takut para investor untuk investasi di Indonesia. KPK membahayakan investasi.
Tentu saja alasan ini mengada-ada. Alasan yang tidak mempunyai landasan sama sekali. Alasan yang dicari-cari oleh pihak yang mempunyai kepentingan untuk melakukan korupsi. Pihak-pihak yang tidak suka dengan keberadaan KPK tentu saja bukan investor. Tetapi yang berpotensi melakukan KKN. Termasuk juga pengusaha yang ingin cepat kaya. Yang memerlukan izin monopoli, oligopoli, kartel, atau hak konsesi pengelolaan kekayaan negara. Intinya, investor yang perlu berkolusi dengan pajabat negara. Di mana keberadaan KPK dianggap sebagai penghalang.
“Kematian” KPK berlangsung secara sistematis. Dari propaganda negatif terhadap keberadaan KPK bagi investor, sampai pemilihan anggota dan pimpinan KPK yang kontroversial. Berlanjut dengan revisi UU KPK yang menuai protes dan korban. Dan puncaknya pemecatan 51 (dari 75) karyawan KPK yang “tidak lulus” tes wawasan kebangsaan.
Rangkaian proses ini sangat terstruktur. Hanya dalam sekejap wajah KPK berubah total. Dari KPK yang terhormat menjadi institusi antara hidup tapi tidak hidup. Ada badan tapi tidak ada jiwa. Yaitu Jiwa Tap MPR No XI Tahun 1998 mengenai penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
Independensi KPK “diamputasi”. Dengan menjadikan KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif, diawasi oleh Dewan Pengawas. Kemudian, menjadikan pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagai saringan siapa yang direstui menjadi pegawai KPK.
Alhasil 51 dari 75 pegawai KPK tidak lulus test kepegawaian meskipun menurut informasi mereka sudah bekerja cukup lama di KPK dengan reputasi gemilang. Yang menjadi momok bagi para calon koruptor.
Pemberantasan korupsi di Indonesia kini memasuki babak baru. Apakah KPK baru sebagai bagian dari pemerintah dapat menuntaskan masalah korupsi di Indonesia? Masyarakat pesimis. Melihat perkembangan beberapa kasus korupsi belakangan ini, rasanya pesimisme masyarakat dapat dimaklumi.
Kalau KPK merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif, fungsi KPK sudah tidak banyak artinya lagi. Oleh karena itu, KPK sebaiknya dibubarkan saja. Karena fungsiya sama dengan institusi kepolisian yang juga di bawah Presiden. Sehingga terjadi duplikasi fungsi yang hanya memboroskan keuangan negara.
Karena, KPK baru tidak sesuai serta bertentangan dengan jiwa dan perintah TAP MPR No XI/1998.
Oleh: Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch
Beritaneka.com—Kebocoran data penduduk Indonesia menjadi berita hangat saat ini. Ada pihak luar yang mengkaim memiliki 279 juta penduduk Indonesia. Atas klaim tersebut Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan investigasi sumber kebocoran data tersebut. Berdasarkan hasil investigasi terbaru yang dilakukan terhadap dugaan kebocoran data penduduk, diduga kuat identik dengan data BPJS Kesehatan.
Hal tersebut didasarkan pada data Noka (Nomor Kartu), Kode Kantor, Data Keluarga/Data Tanggungan, dan status pembayaran yang identik dengan data BPJS Kesehatan. Data sampel yang ditemukan tidak berjumlah 1 juta seperti klaim penjual, tetapi sebanyak 100.002 data.
Tentunya kebocoran data ini menjadi hal yang sangat serius karena akan memiliki dampak bagi banyak hal. Keseriusan masalah ini segera ditindaklanjuti oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan memanggil Direksi BPJS Kesehatan.
Baca juga: 279 Juta Data Penduduk Bocor, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan, Kominfo, dan Kemendagri
Sebagai institusi public BPJS Kesehatan memang mengelola data yang sangat besar dan relatif rinci. Hal ini tentunya terkait dengan tugas pelayanan BPJS Kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia. Menurut Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, seluruh rakyat Indonesia diwajibkan ikut program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Jumlah peserta JKN terkini sekitar 222,4 juta orang atau sekitar 82,37 persen dari total rakyat Indonesia.
Data-data yang dikelola oleh BPJS Kesehatan sangat beragam dan rinci. Terkait dengan data pribadi, data tersebut antara lain nama, alamat, tempat tanggal lahir, NIK, nama keluarga dalam satu KK, upah bagi peserta Penerima Upah, nomor rekening bagi peserta Bukan Penerima Upah, hingga sidik jari.
Tidak hanya itu, BPJS Kesehatan pun mengelola data kesehatan peserta JKN maupun fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dari masyarakat sipil maupun militer. Data-data tersebut tentunya sangat confidential, yang harus dijaga agar tidak berpindah ke pihak lain.
Untuk mendukung pengelolaan seluruh hal di atas, kerja-kerja BPJS Kesehatan didukung teknologi infomasi, untuk lebih efisien dan efektif. BPJS Kesehatan memiliki banyak aplikasi seperti Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Kepesertaan, Aplikasi Sistem Informasi Layanan Publik, Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Penjaminan Pelayanan Kesehatan.
Untuk mendukung Sistem Informasi Manajemen Kepesertaan, BPJS Kesehatan memiliki 6 Aplikasi yaitu :
1. Mobile JKN, dengan jenis aplikasi Mobile Android dan IOS. Fitur dan manfaat aplikasi ini dipergunakan untuk pendaftaran peserta baru PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah), pindaf Fasilitas Kesehatan, Cek Tagihan, Riwayat pembayaran, Pencaian Fasilitas Kesehatan, Skrining Riwayat Kesehatan, Pendaftaran Antrian Faskes, Ketersediaan Tempat Tidur dan Jadwal Operasi, dan informasi lainnya. Pengguna aplikasi ini adalah public dan internal BPJS Kesehatan.
2. Aplikasi BPJS Checking, dengan jenis aplikasi Web Based. Fitur dan manfaat aplikasi ini digunakan untuk cek tagihan iuran peserta via website BPJS Kesehatan. Pengguna aplikasi ini adalah peserta BPJS Kesehatan.
3. Aplikasi e-Dabu, dengan jenis aplikasi Web Based. Fitur dan manfaat aplikasi ini dipergunakan untuk peserta segmen Badan Usaha untuk dapat melakukan pendaftaran karyawan, mutasi karyawan,informasi tagihan, dsb. Pengguna aplikasi ini adalah Badan Usaha.
4. Aplikasi BPJS Admin, dengan jenis aplikasi Web Based. Fitur dan manfaat aplikasi ini untuk mencetak e-ID peserta pekerja penerima upah Badan Usaha. Pengguna aplikasi ini adalah Badan Usaha.
5. Aplikasi Registrasi Badan Usaha, dengan jenis aplikasi Web Based. Fitur dan manfaat aplikasi ini untuk pendaftaran Badan Usaha menjadi peserta BPJS Kesehatan via website BPJS Kesehatan. Pengguna aplikasi ini adalah Badan Usaha.
6. Portal Bersama, dengan jenis aplikasi Web Based. Fitur dan manfaat aplikasi ini adalah portal pendaftaran Badan Usaha untuk mendaftar peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pengguna aplikasi ini adalah Badan Usaha.
Untuk mendukung Sistem Informasi Layanan Publik, BPJS Kesehatan memiliki 6 Aplikasi yaitu Website BPJS Kesehatan, Aplikasi Mudik BPJS Kesehatan, Portal Jamkesnews, Aplikasi Aplicares, dan Web Skrining (skrining Kesehatan peserta).
BPJS Kesehatan pun memiliki Sistem Informasi Manajemen Penjaminan Pelayanan Kesehatan yang terdiri dari 8 Aplikasi yaitu Aplikasi Health Facilities Information System (HFIS), Aplikasi Pcare-Eclaim, Aplikasi vClaim, Aplikasi Sidik Jari BPJS Kesehatan, Aplikasi Antrean Faskes, Aplikasi Luar paket INACBGs (LUPIS), Aplikasi Apotek Online, dan Aplikasi Klaim Covid-19.
Ketentuan tentang tata Kelola Teknologi Informasi (TI) ini diatur dalam Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Panduan Umum Pengelolaan Teknologi Informasi BPJS Kesehatan.
Baca juga: Investigasi Data Pribadi yang Bocor, Kemkominfo Panggil Direksi BPJS Kesehatan
Beberapa framework dan standar tata Kelola TI yang diimplementasikan BPJS Kesehatan antara lain:
1. Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT) yang dikembangkan oleh IT Governance Institute untuk membantu BPJS Kesehatan dalam melakukan penilaian tata Kelola atas proses TI yang dimiliki. Tahun 2020 telah dilakukan assessment tingkat kapabilitas tata Kelola TI BPJS Kesehatan menggunakan standar COBIT 5.
2. The IT Infrastucture Library (ITIL) yang dikembangkan oleh office of government Commerce untuk membantu suatu organisasi dalam menyediakan tata Kelola atas layanan operasional TI yang baik dan memenuhi harapan pengguna.
3. The ISO/IEC 27001:2013 (ISO 27001) yang merupakan standarisasi penerapan Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) atau Information Security Management System (ISMS) yang memenuhi standar internasioal.
4. The ISO/IEC 20000:2011 (ISO 20000) yang merupakan standarisasi yang dikembangkan oleh ISO untuk membantu suatu organisasi daam hal penerapan Sistem Manajemen Layanan TI (SMLTI) atau Information Technology Service Management (ITSM) yang memenuhi standar internasioal.
Saat ini BPJS Kesehatan telah berhasil memperoleh sertifikasi untuk The ISO/IEC 27001:2013 (ISO 27001) dan The ISO/IEC 20000:2011 (ISO 20000) dari Lembaga Sertifikasi International British Standars Intitution (BSI).
Tentunya dugaan kebocoran data yang diduga dari BPJS Kesehatan tersebut, bila dikaitkan dengan banyaknya aplikasi di BPJS Kesehatan, maka kebocoran data tersebut kemungkinan bisa disebabkan diretasnya aplikasi-aplikasi tersebut khususnya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Kepesertaan dan Aplikasi pelayanan Kesehatan, dan kemungkinan kedua adalah adanya orang dalam yang membocorkan data-data tersebut. Namun saya cenderung menilai kemungkinan pertama yang terjadi, walaupun tentunya penyelidikan atas kemungkinan kedua pun harus dilakukan.
Bila memang karena diretas maka pengamanan aplikasi TI yang dimiliki BPJS Kesehatan relatif rendah. BPJS Kesehatan tidak bisa memastikan beberapa framework dan standar tata Kelola TI yang diimplementasikan BPJS Kesehatan untuk menjamin keamanan aplikasi-aplikasi di BPJS Kesehatan. Sebaiknya memang aplikasi yang ada di BPJS Kesehatan juga bisa disederhanakan jumlahnya sehingga bisa lebih efektif dan efisien dalam mengalola program JKN.
Kebocoran data ini harus dituntaskan oleh Pemerintah. Kebocoran data kepesertaan ini juga akan berdampak pada kebocoran data medis rakyat Indonesia yang dikelola BPJS Kesehatan. Ini sangat berbahaya bagi Indonesia bila data rakyat Indonesia dan data medis bisa dimiliki pihak lain.
Oleh: M. Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul
Beritaneka.com—Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa menumbangkan Orde Baru yang dipimpin Soeharto pada 21 Mei 1998. Rezim ini dinilai ororiter, korup dan nepotisme.
Karena itu, mahasiswa menuntut dilakukan reformasi politik dan hukum serta melenyapkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Reformasi belakangan ini tampaknya sudah bergeser dari tujuan awal. Demokratisasi di semua bidang kehidupan secara perlahan sudah mulai meredup. Masyarakat sudah mulai takut menyatakan pendapatnya secara terbuka baik di media massa maupun di media sosial.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Biarkan RRI Jadi Media Publik Sesungguhnya
Hal itu juga ditunjukkan dalam laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) yang bertajuk Indeks Demokrasi 2020. Dalam rilisnya disebutkan, indeks demokrasi Indonesia menduduki peringkat ke-64 dengan skor 6.3. Hasil ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun.
Hasil tersebut mengindikasikan demokrasi di Indonesia terus menurun. Hal ini tentu tidak sejalan dengan cita-cita reformasi yang menginginkan demokratisasi di semua bidang kehidupan.
Di bidang hukum juga masih dirasakan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Praktek hukum seperti ini secara substansi tidak jauh berbeda dengan hukum di era Orde Baru.
Paling memprihatinkan, anak kandung reformasi, KPK makin melorot taringnya dalam memberantas korupsi. Bahkan KPK sebelumnya dikenal galak mengawasi para koruptor, belakangan ini orang-orang di KPK justeru harus diawasi agar tidak korupsi.
Semua itu terjadi karena adanya upaya pelemahan KPK. Revisi UU KPK dinilai menjadi titik awal melemahnya KPK. Bahkan kisruh 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) juga kelanjutan dari hasil revisi UU KPK.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Blunder Jokowi Berulang
Jadi, upaya pelenyapan praktek KKN, khususnya korupsi, menjadi anti klimas. Dengan lemahnya KPK, maka sulit berharap korupsi dapat diminimalkan di negeri tercinta.
Jadi, cita-cita reformasi makin jauh perwujudannya. Demokratisasi di semua bidang kehidupan dan melenyapkan KKN terkesan sudah diabaikan.
Reformasi hanya indah di atas kertas. Itulah realitas kekinian yang memiluhkan. Ada rasa berdosa telah abai atas perjuangan mahasiswa.
M. Jamiluddin Ritonga merupakan:
Penulis buku:
1. Perang Bush Memburu Osama
2. Tipologi Pesan Persuasif
3. Riset Kehumasan
Mengajar:
1. Isu dan Krisis Manajemen
2. Metode Penelitian Komunikasi
3. Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999
Oleh: Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.
Beritaneka.com—Maraknya berbagai bentuk eksploitasi, kekerasan baik kekerasan fisik, seksual, verbal dan penelantaran anak, perbudakan seksual online anak, perdagangan dan penjualan anak untuk tujuan eksploitasi seksual komersial, penculikan anak, prostitusi anak, serta penyiksaan dan penganiayaan anak di Indonesia menuntut kehadiran pemerintah dan negara untuk menyelamatkan anak dari praktek-praktek tak manusiawi dan masa depan Anak.
Kejahatan dan perampasan hak hidup anak serta pelecehan atas martabat kemanusiaan tidak bisa lagi ditoleransi oleh akal kemanusiaan kita.
Ada banyak anak-anak belakangan ini dilibatkan dalam kegiatan politik orang dewasa dan dieksploitasi secara politik untuk kepentingan kelompok tertentu. Tidak sedikit pula anak-anak disekitar kita menjadi korban penanaman paham-paham radikalisme dan ujaran kebencian dan ada banyak anak juga dilibatkan dalam bom bunuh diri.
Kondisi dan keadaan ini anak Indonesia ini sudah cukup memprihatinkan. Dalam situasi apapun anaklah yang terus menjadi korban. Hak anak selalu terabaikan. Dalam lingkungan sosial keluarga sekalipun anak tak pernah nyaman hidupnya. Ada banyak anak korban kekerasan seksual Anak yang dilakukan orangtua, kakak dan paman kadungnya, guru, dan teman sebayanya dan ada banyak anak selalu dianggap membawa sial, malapetaka dan sumber dari masalah.
Baca juga: Komnas Perlindungan Anak : Selamatkan Anak dari Agresi Israel ke Palestina
Anak tidak pernah anak ditempatkan oleh keluarga sebagai sumber solusi. Padahal anak konteks teologi adalah anugerah, dan titipan Tuhan yang wajib dilindungi siapapun. Untuk masa depan bangsa dan untuk kepentingan terbaik bagi anak Indinesia, keadaan ini tidak bisa dibiarkan hanya dibebankan sebagai tanggungjawab para pegiat-pegiat perlindungan anak saja yang dalam kerjanya tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah dan negara.
Dalam kondisi apapun anak sesungguhnya anak harus jauh dan bebas dari kekerasan dalam bentuk apapun. Karena anak terlindungi dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan, penganiayaan, diskriminasi dan perlakuan salah Indonesia pasti maju.
Namun apa yang terjadi, ada banyak anak justru mendapat perlakuan tidak manusiawi, diperkosa lalu dibunuh dan dibuang untuk menghilangkan jejak oleh orang terdekatnya, dengan disiksa lalu disiram dengan air keras dan air panas oleh ibu dan ayah kandungnya sendiri hanya karena mengusik ketenangan dari orangtuanya sendiri, ada yang dibakar lalu dikubur hidup-hidup. “Sadis!..inilah prilaku yang disebut abnormal yang terjadi saat ini.
Untuk memberikan perlindungan anak dalam situasi ini, harus jujur diakui bahwa Pemerintah belum mempunyai sistem pendataan dan perlindungan anak-anak yang mudah diakses masyarakat untuk memberikan perlindungan anak. Sistem perlindungan terhadap anak masih bersifat parsial dan belum bisa dipaksi secara cepat dan tepat. Berbagai lembaga perlindungan anak yang melekat diberbagai institusi sosial yang ada di Indonesia belum terintegrasi dengan baik dan masih berjalan sendiri-sendiri dan sesukanya.
Penanganan dan pembelaan serta perlindungan Anak masih bersifat kasuistik dan belum pada perlindungan anak yang membebaskan dan membawa perubahan signifikan terhadap perlindungan anak secara luas di Indonesia. Baik lembaga negara non- negara, organisasi sosial kemanusiaan dan kemasyarakat serta organisosial keagamaan yang ada masih terasa berjalan sendiri-sendiri bemum terintegrasi dengan baik.
Mengingat keberadaan anak masa kini adalah untuk masa depan bangsa Indonesia, dan demi kepentingan terbaik anak, keberadaan vocal point untuk urusan perlindungan anak dalam lingkungan istana presiden sangatlah dibutuhkan sehingga presiden bisa mendapat informasi akurat tentang keberadaan anak Indonesia.
Baca juga: Anak 4 Tahun Dibunuh, Komnas Perlindungan Anak Tuntut Pelaku Dihukum 20 Tahun Penjara
Aksi Nasional Perlindungan Anak di Indonesia :
Untuk memutuskan mata rantai berbagai pelanggaran hak anak di Indonesia yang dipaparkan diatas, Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai institusi perlindungan anak yang diberikan tugas dan fungsi memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia, berdasarkan pengalaman empiriknya selaa 23 tahun memberikan perlindungan kepada anak di Indonesia dan berbasis dengan Ketentuan UU Perlindungan Anak serta berbasis dari Konvensi PBB Tentang Hak Anak (CRC) serta instumen-instrumen international lainya, meminta intervensi Presiden dan penyelenggara perindungan anak mengintegrasikan gerakan perlindungan anak dengan program pemberdayasn desa.
Langkah dan Program Strategis :
Sudah saatnya pemerintah membangun Gerakan Perlindungan Anak berbasis keluarga, desa dan kampung. Artinya menjaga dan melindungi anak harus dilakukan warga sekampung.
Kemudian mendesak seluruh pimpinan didaerah untuk mengimplementasikan Instruksi Presiden No. 01 Tahun 2014 Tentang Gerakan Nasional Anti Kekeradan Terhadap Anak (GN AKSA). Menguslatkan kelembagaan perlindungan anak, kemudian mencanangkan gerakan nasional pelapor dan pelapor berbasis anak.
Yang tidak kalah pentingnya adalah agar gerakan perlindungan dapat terukur indikatornya perlu dibangun sistim pendataan dan perlindungan nasional. Kemudian pemerintah mesti mengalokasikan anggaran perlindungan anak yang cukup dan memadai yang diberikan kepada lembaga-lembaga perlindungan anak di Indonesia.
Juga mengintegrasikan dan memberdayakan anggaran penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap yang melekat di Departemen Dalam Negeri dan PMK, dengan demikian gerakan perlindungan anak dapat berjalan dengan baik, cepat tepat dan berkesinambungan.
Pesan dan suara anak Indonesia meminta Presiden Republik Indonesia berkenan mengundang dan mengumpulkan para pegiat perlindungan anak di Indonesia untuk berdialog mencari solusi terbaik dalam menjawab permasalahan anak di Indonesia.
Beritaneka.com—RRI dinilai sudah menjadi corong PKS dan FPI. Penilaian itu konon didasarkan hasil kajian dan media monitoring terhadap pemberitaan RRI.
Disebutkan, RRI lebih banyak memuat berita terkait PKS daripada fraksi lainnya. RRI juga banyak menyiarkan berita yang berisi berbagai komentar dari masyarakat atas pembubaran FPI.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Jauhkan Vaksin dari Kepentingan Politik
Temuan itu seyogyanya tidak serta merta dijadikan dasar untuk menghakimi RRI. Untuk menyimpulkan RRI sebagai corong PKS dan FPI tentulah tidak cukup hanya mengacu pada jumlah berita yang disiarkan.
Frekuensi berita PKS dan FPI yang tinggi, bisa saja karena pada periode tersebut banyak peristiwa dari dua lembaga itu yang memiliki nilai berita tinggi. Karen itu, wajar saja kalau RRI banyak menyiarkan PKS dan FPI.
Sebagai media massa, RRI juga harus memperhatikan kaidah berita. Nilai berita, objektifitas, netralitas, dan berita seimbang (balance news) haruslah tetap menjadi acuan bagi RRI dalam mebuat berita.
Jadi, frekuensi pemberitaan yang tinggi tidak serta merta RRI langsung divonis sudah menjadi corong PKS dan FPI. Perlu dilihat lebih jauh, apakah arah pemberitaannya positif, netral, atau negatif terhadap PKS dan FPI ?
Sebagai media publik, RRI memang harus mengayomi semua elemen masyarakat. RRI harus mampu menjembatani semua elemen masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya.
Aspirasinya bisa saja bernada memuji, mengeritik, atau netral. RRI yang dibiayai APBN haruslah mengakomodirnya.
Karen itu, RRI tidak boleh seperti di zaman Orba, yang jelas-jelas menjadi corong pemerintah. Isi pemberitaannya hanya yang positif untuk memuji pemerintah.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Blunder Jokowi Berulang
Paradigma itu tentu sudah tidak sesuai di era reformasi. Di era ini, media publik seperti RRI, tidak diharamkan menyampaikan pemberitaan yang bernada kritik. Hal ini yang harusnya disadari pengelola RRI, pengambil kebijakan, dan pengamat.
Hal seperti itu umum dilakukan media publik di berbagai negara. BBC di Inggris, VOA di Amerika, dan ABC di Australia, merupakan media publik yang kerap mengeritik pemerintahnya.
Jadi, janganlah karena RRI memuat banyak memuat PKS dan FPI pada periode tertentu, lantas disimpulkan sudah menjadi corong dua lembaga tersebut. Berpikir seperti ini sangat bias dan menyesatkan.
Biarkan RRI menjadi media publik yang sesungguhnya dengan tetap taat pada kaidah berita. Hanya dengan begitu RRI dapat menjelma menjadi media yang netral dan independen untuk melayani semua elemen masyarakat Indonesia.
M. Jamiluddin Ritonga pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Penulis buku:
- Perang Bush Memburu Osama
- Tipologi Pesan Persuasif
- Riset Kehumasan
Mengajar:
- Isu dan Krisis Manajemen
- Metode Penelitian Komunikasi
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999
Oleh: H Ahmad Syaikhu, Presiden Partai Keadilan Sejahtera
Beritaneka.com—Hanya dalam hitungan hari kita akan berpisah dengan bulan suci Ramadan 1422 H. Momen sepuluh hari terakhir memiliki keutamaan yang sangat besar untuk mengoptimalkan ibadah kita kepada Allah SWT. Ini saat di mana doa tidak berjarak di hadapan Allah SWT. Jangan sampai momen ini terlewatkan begitu saja karena belum tentu kita bisa bertemu dengan Ramadan berikutnya. Mari memohon ampunan sekaligus petunjuk untuk keselamatan diri, keluarga, bangsa, dan negara yang kita cintai ini.
Ramadan kali ini merupakan tahun kedua ibadah puasa di tengah suasana pandemi Covid-19. Covid-19 telah menyebabkan banyak aktivitas kehidupan terganggu karena keterbatasan mobilitas yang kita lakukan. Allah SWT menjadikan Covid-19 sebagai ujian sekaligus peringatan bagi umat manusia agar manusia memperbaiki diri dan kehidupan secara kolektif, berbangsa, dan bernegara, bahkan dunia.
Baca juga: Bagaimana Pemerintahan Jokowi Dapat Utang Benaran Tahun 2021?
Pandemi Covid-19 awalnya merupakan masalah kesehatan. Dalam waktu singkat memiliki efek domino yang sangat cepat, menjalar menjadi masalah ekonomi, sosial, dan politik yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Bahkan memasuki tahun kedua penyebarannya, Covid-19 telah menjadi game changer bagi perjalanan bangsa-bangsa ke depan; apakah akan keluar menjadi bangsa pemenang atau sebaliknya, akan semakin terpuruk.
Pemberian vaksin kepada seluruh masyarakat menjadi harapan yang besar untuk bisa mengendalikan penyebaran Covid-19. Tetapi, memasuki Ramadan tahun ini, penyebaran Covid-19 masih terus berlangsung, seolah-olah memberikan pesan yang kuat kepada kita, sebenarnya episentrum permasalahan yang kita hadapi saat ini ada pada diri kita sebagai manusia. Jadi, vaksin hanya sebagai sebuah instrumen untuk memberikan daya tahan bagi tubuh kita dalam menghadapi Covid-19. Tetapi, lebih dari itu, memperbaiki kualitas kemanusiaan kita jauh lebih penting, menjadi solusi permanen untuk keselamatan umat manusia di muka bumi ini.
Persoalan kebangsaan yang kita hadapi saat ini tidak bisa diselesaikan dengan membuat aturan dan sistem semata, tetapi pada saat yang sama juga harus diiringi dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang berada di belakangnya, baik secara moral maupun perilaku. Keteladanan para pemimpin akan menjadi contoh yang sangat efektif untuk mengubah kondisi bangsa hari ini. Puasa bisa menjadi sarana untuk membentuk pribadi-pribadi pemimpin yang soleh untuk menjadi suri tauladan bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Puasa Mencetak Kesalehan
Tujuan puasa adalah untuk membentuk ketakwaan (2/183). Beberapa karakter takwa yang disebutkan dalam Alquran (3/134-135) antara lain senang berinfak baik di waktu lapang maupun sempit, menahan amarah, memaafkan kesalahan orang, ingat Allah, dan memohon ampunan-Nya.
Baca juga: BUMN dan Pemerintah: Mesin Utang Luar Negeri
Karakter seperti ini sangat diperlukan dalam situasi sulit menghadapi Covid-19. Kepedulian orang yang bertakwa akan mendorong gerakan berinfak. Menahan amarah akan meredam konflik, memaafkan orang akan menghadirkan kedamaian. Interaksi kemanusiaan (humanisme) akan semakin kuat sebagai perwujudan hablum minannas. Ditambah lagi, seringnya mengingat Allah dan memohon ampunan-Nya akan mendekatkan seseorang kepada Sang Khaliq (hablum minallah).
Kesalehan Multidimensi
Dalam membangun sebuah bangsa, tidak cukup hanya dengan kesalehan pribadi saja, tetapi juga diperlukan kesalehan secara kolektif dalam masyarakat.
Ramadan membentuk pribadi-pribadi yang memiliki kesalehan individu. Jika dalam masyarakat banyak terdapat kesalehan pribadi, maka akan terbentuklah kesalehan kolektif, yang akan bertransformasi menjadi kesalehan multidimensi, baik secara pribadi maupun kolektif. Kesalehan secara kolektif inilah yang diharapkan bisa memperbaiki kondisi bangsa dan negara yang sedang terpuruk, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.
Pertama, kesalehan sosial. Salah satu tujuan berpuasa selain untuk menahan lapar, haus, dan syahwat adalah bisa merasakan penderitaan orang miskin yang memiliki keterbatasan dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Tempaan berpuasa selama sebulan penuh akan melahirkan sikap rendah hati, berempati dengan penderitaan orang lain, sehingga mau berbagi dengan sesama. Allah SWT menegaskan bahwa dalam setiap harta terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan haknya (51/19), bukan sebaliknya, memakan dan merampas hak orang lain. Kesalehan sosial yang ditunjukkan oleh masyarakat diharapkan bisa menyelesaikan masalah sosial yang ditimbulkan oleh Covid-19.
Kedua, kesalehan ekonomi. Ramadan juga memberikan pelajaran berharga bagi kita dalam menjaga aktivitas ekonomi secara seimbang, mulai dari mengatur pola konsumsi, membelanjakan uang sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari, hingga penggunaan uang sebagai nilai tukar terhadap barang dan jasa secara riil. Allah SWT melarang aktivitas ekonomi yang mengandung unsur judi (maysir), transaksi yang tidak jelas (ghoror),dan riba(3/130). Kesalehan ekonomi akan menuntun kita menggunakan harta secara bijak sehingga tidak menimbulkan bubble economy, yang hanya mengejar keuntungan sesaat dengan menghalalkan segala cara.
Ketiga, kesalehan politik. Ramadan adalah kawah candradimuka untuk melatih komitmen dan perilaku kita kepada Allah SWT, selama dua puluh empat jam kita diberi kesempatan untuk berbuat baik, tidak boleh menipu, korupsi, melakukan intimidasi, karena yakin setiap perbuatan kita akan diawasi oleh Allah SWT. Sehingga, pasca-Ramadan akan menjadi kebiasaan baru dalam seluruh aspek kehidupan termasuk politik. Kesalehan politik para pemimpin bangsa akan menjadikan politik sebagai sarana beribadah kepada Allah SWT (51/56) sehingga lambat laun stigma politik itu kotor akan bisa hilang dengan sendirinya.
Idulfitri selalu menimbulkan harapan akan terbentuknya pola keseimbangan baru, baik yang bersifat hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas). Setelah melalui rangkaian ibadah selama satu bulan penuh, akan muncul sosok baru dengan tingkat spiritual yang tinggi. Manifestasi tingkat spiritual tersebut tergambar dalam kesalehan individu.
Banyak persoalan bangsa yang kita hadapi hari ini, terutama dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19. Vaksin menjadi salah satu instrumen penting untuk memperkuat daya tahan tubuh, tetapi ada persoalan yang jauh lebih penting yang kita hadapi, yaitu merosotnya nilai-nilai kemanusiaan. Dengan begitu, dibutuhkan kesalehan pribadi dan kesalehan kolektif yang akan berpengaruh pada aspek sosial, ekonomi, dan politik agar bisa menyelesaikan persoalan multidimensi yang sedang melilit bangsa. Wallahu’alam bishawab.
Sumber: PKS.id
Oleh : Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Beritaneka.com—Tahun 2020 pemerintah Jokowi dapat utang cukup banyak yakni Rp. 1002 triliun lebih menurut data Bank Indonesia. Jokowi selaku presiden berhasil mendapatkan kepercayaan kuat dari pemberi utang sehingga berhasil mendapatkan utang paling besar sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Kepercayaan kepada Pemerintah Jokowi datang dari institusi keuangan dalam negeri yakni bank pemerintah dan swasta dalam negeri dan juga kepercayaan dari Bank Indonesia (BI).
Baca juga: Investasi Asing Berbondong-bondong Kabur dari Indonesia: Bagaimana Presiden Jokowi Bertahan?
Sebagai bukti sebagian besar utang yang diperoleh Presiden Jokowi dalam membiayai pemerintahannya datang dari Surat Utang Negara (SUN)?yakni senilai Rp. 909,9 triliun lebih. Pembeli terbesar nya adalah Bank Indonesia (BI), sisanya adalah bank pemerintah dan bank swasta serta orang orang kaya di tanah air.
Hanya 10 persen dari total utang pemerintah tahun 2020 yang berasal dari pinjaman multilateral dan pinjaman bilateral atau pinjaman dari negara lain. Nilainya USD 6,37 miliar. Biasanya pemerintah bisa memperoleh 40-50 % pinjaman dari bilateral dan multilateral yang bunganya rendah tersebut.
Jumlah pinjaman bilateral dan multilateral Indonesia sebagian besar datang dari Jerman senilai USD 1,28 miliar dan Australia senilai USD 1,15 miliar. China tidak memberika n utang sepeserpun. Demikian juga Amerika Serikat juga tidak memberikan utang sepeserpun kepada Indonesia.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Sementara pinjaman multilateral paling banyak diberikan oleh Asian Developmnet bank senilai USD 798 juta dan Bank Dunia melalui IBRD senilai USD 691 juta. Keduanya sekitar 2,5% dari total utang Indoneaia tahun 2020.
Tahun 2021 utang direncanakan masih di atas Rp. 1100 triliun lebih. Utang dari lembaga keuangan multilateral tampaknya akan sama dengan tahun kemarin, bahkan bisa lebih kecil atau dibawah 10 persen total utang yang diperlukan pemerintah Jokowi. Jadi utang tetap harus dibeli BI dan bank bank nasional. Tapi ngomong ngomong uang BI itu uang apa ya? Beneran uang ya ?
Beritaneka.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan blunder. Kali ini Jokowi melalui video mempromosikan makanan Indonesia, yang salah satunya bipang ambawang (panggang babi) dari Kalimantan.
Sebelumnya, Jokowi juga melakukan blunder dalam kasus Perpres Miras dan pernyataannya mengenai benci produk asing.
Hal semacam itu seharusnya tidak boleh terjadi bila ring satu Presiden, termasuk Tim Komunikasinya, sangat selektif dan korektif terhadap semua hal yang keluar dari istana. Mereka harus mempertimbangkan secara komprehensif dan integratif dari setiap kebijakan yang diambil Presiden Jokowi.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Perilaku Azis Syamsuddin Tidak Beretika
Hal yang sama juga berlaku pada pidato dan pernyataan presiden yang ditujukan untuk konsumsi publik. Semuanya harus diseleksi sehingga yang keluar dari presiden sangat terukur dan dampaknya sudah dapat diperhitungkan sebelumnya.
Kasus promosi bipang ambawang misalnya, sangat tidak sesuai disampaikan di Bulan Ramadhan. Komunikasi seperti ini sangat mengabaikan empati terhadap umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa.
Karena itu, wajar kalau akhirnya munculnya reaksi keras dari masyarakat. Mereka menilai pesan promosi seperti itu tidak toleran terhadap umat Islam.
Memang ada upaya pelurusan atas apa yang disampaikan Jokowi, namun tetap saja tidak menolong. Justru hal itu dinilai masyarakat hanya sebuah pembenaran.
Baca juga: Jamiluddin Ritonga: Reshuffle Kabinet, Semua Wakil Menteri Ditiadakan
Kalau pembenaran semacam itu terus dilakukan, dikhawatirkan akan memunculkan masyarakat lebih luas. Di sini perlu kebesaran jiwa Presiden Jokowi mengakui kesalahan dengan meminta maaf kepada umat Islam.
Jadi, kalau Presiden melakukan blunder dalam kebijakan dan pernyataan, maka dapat diduga orang-orang di ring satu dan tim komunikasi presiden bekerja tidak maksimal atau tidak menutup kemungkinan mereka memiliki agenda sendiri di luar agenda presiden.
Dalam komunikasi politik, blunder seperti itu tentu dapat menimbulkan ketidakpastian di masyarakat. Dalam setiap ketidakpastian akan memunculkan kebingungan di tengah masyarakat.
Dalam situasi demikian akan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada presiden. Padahal kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai prasyarat dipatuhinya suatu kebijakan dan diikutinya pernyataan pimpinan.
Kalau masyarakat sudah tidak percaya, dikhawatirkan kepatuhan masyarakat pada presiden akan turun drastis. Hal ini tentu sangat berbahaya manakala rakyat sudah tidak lagi mengikuti kebijakan dan pernyataan presidennya.
Untuk itu, presiden harus mengevaluasi orang-orang di ring satu dan tim komunikasinya, agar blunder seperti itu tidak terulang kembali.
M. Jamiluddin Ritonga pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Penulis buku:
- Perang Bush Memburu Osama
- Tipologi Pesan Persuasif
- Riset Kehumasan
Mengajar:
- Isu dan Krisis Manajemen
- Metode Penelitian Komunikasi
- Riset Kehumasan
Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 – 1999
Oleh : Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Beritaneka.com—Data statistik Bank Indonesia (BI) menggambarkan situasi ekonomi yang dihadapi Pemerintahan Jokowi sangat gawat. Asing berbondong bondong menarik investasinya dari Indonesia. Factor inilah yang menjadi penyebab Indonesia masih berada pada pertumbuhan negative pada kwartal I tahun 2021.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2021 masih mengalami kontraksi minus 0,74 persen. Dengan angka tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu kembali ke zona positif, setelah mengalami kontraksi 4 kali berturut-turut sejak kuartal II-2020. Kala itu, ekonomi RI minus 5,32 persen. “Kalau dibandingkan posisi kuartal I-2020, ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 masih mengalami kontraksi 0,74 persen,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (Kompas.com5/5/2021).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen: Antara Mimpi dan Ilusi
Bagaimana tidak? Investasi kabur dari Indonesia sebagai tanggapan atas situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil dan regulasi yang tak pasti. Lebih dari USD 911 juta investasi langsung asal Eropa kabur sepanjang tahun 2020. Dua negara yang paling banyak menarik investasinya adalah Italia dan Inggris masing masing 377 juta dolar dan 493 juta dolar.
Sementara investasi dari USA menurun separuh dibandingkan tahun 2019. Investasi asal jepang menurun 75% dengan penurunan senilai USD 6,24 miliar dibandingkan tahun 2019. Selanjutnya investasi asal Singapura menurun 27% atau mengalami penurunan senilai USD 1,7 miliar.
Secara keseluruh investasi langsung di Indonesia berdasarkan negara asal menurun senilai USD 5,3 miliar yang merupakan penurunan terendah selama lima tahun terakhir sejak tahun 2015. Negara negara yang merupakan penanam modal langsung terbesar di Indonesia memilih kabur dari negeri ini.
Baca juga: Meluruskan Makna Utang Pemerintah: Terobos Lampu Merah
Meskipun ada peningkatan investasi dari Hongkong senilai USD 2,7 miliar dan Taiwan USD 694 juta, namun namun tidak bisa menggantikan investasi yang kabur. Sementara investasi asal China sepanjang tahun 2020 hanya USD 810 juta dolar, lebih rendah dar tahun lalu dan menurun 76% dibandingkan dengan investasi tahun 2018.
Sulit bagi Indonesia melakukan recovery ekonomi jika semua negara negara yang menjadi andalan pemerintah mendapatkan investasi asing langsung justru kabur dari Indonesia. Akibatnya kwartal I tahun 2021 Indonesia masih berada di Zona resesi. Pertanyaannya siapa yang mau bisnis di negara RESESI?